Laporan Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak Acara Histologi Betina

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU REPRODUKSI TERNAK

ACARA I

HISTOLOGI BETINA

 

 

 

 

Disusun oleh :

Nurus Sobah

PT/06587

XVI

 

Asisten : Awin Pinasthika

 

 

 

 

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK

BAGIAN REPRODUKSI TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014

ACARA I

HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA

 

TINJAUAN PUSTAKA

            Reproduksi pada hewan betina adalah suatu proses yang kompleks yang melibatkan seluruh tubuh hewan itu. Sistem reproduksi itu sendiri terdiri dari dua buah ovari, dua buah tuba uterin (fallopi), uterus, vagina, dan vulva. Ovum (atau telur) dilepaskan dari ovari dan diterima oleh infundibulum lalu dibawa masuk ke tuba uteri, di mana (dalam keadan normal) terjadi proses pembuahan (fertilisasi), dalam perjalanan ovum itu dari ovari menuju ke uterus. Telur yang sudah dibuahi itu berkembang menjadi embrio dan kemudian menjadi fetus, yang pada akhirnya keluar dari uterus menuju vagina dan vulva, sebagai anak yang baru lahir (neonat) (Frandson, 1992).

Hypophysis

            Kelenjar hypophysis terletak dalam fossa hypophysialis (sella tursica), cekungan dalam pada permukaan atas corpus os sphenoidale. Lembaran dura mater menutupi lubang fossa. Infundibulum hypophysis menghubungkan hipotalamus dengan kelenjar, berjalan melalui lubang pada dura mater. Kelenjar hypophysis terdiri dari dua lobus, anterior dan posterior, dengan asal struktur dan fungsi yang berbeda. Lobus anterior terdiri dari kolom sel-sel, yang bercabang tidak teratur dan dipisahkan oleh sinusoid tempat darah bersirkulasi. Tiga jenis sel dapat dibedakan dengan metode pewarnaan yaitu asidofil yang berwarna merah, basofil yang berwarna biru dan kromofob yang tidak berwarna (Gibson, 2003). Sel-sel kelenjar secara tradisional digolongkan sebagai kromofilik adtau kromofobik berdasarkan keasaman, atau tiadanya afinitas terhadap pewarna yang umum dipakai sebagai pulasan rutin bagi sediaan histologik. Sel-sel kromofilik disebut sebagai asidofil atau basofil sesuai pulasannya dengan pewarna asam atau sama sekali tak ada pemulasan sitoplasmanya disebut kromofob (Bloom and Fawcet, 1994).

Ovarium

Ovarium adalah tempat sintesis hormon steroid seksual, gametogenesis, dan perkembangan serta pemasakan kuning telur (folikel) (Yuwanta, 2004). Ovarium selain menghasilkan oosit,  juga memiliki fungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon kelamin betina, yakni estrogen dan progesteron. Estrogen terutama dihasilkan oleh sel-sel teka interna menjadi estrogen. Progesteron terutama dihasilkan oleh sel-sel lutein besar selama metestrus, diestrus dam kebuntingan, di samping dihasilkan pula oleh plasenta (Dellman and Brown, 1992).

Oviduct

Tuba fallopi juga dikenal dengan istilah oviduct (saluran telur) dan kadang-kadang disebut tuba uterina. Saluran ini terdapat pada setiap sisi uterus dan membentang dari kornu uteri ke arah dinding lateral pelvis (Farrer, 1996). Tuba uterina (oviduktus) bersifat bilateral, strukturnya berliku-liku yang menjulur dari daerah ovarium ke kornu uteri dan menyalurkan ovum, spermatozoa dan zigot. Tiga segmen tuba uteri dapat dibedakan, yakni infundibulum (berbentuk corong besar), ampulla (bagian berdinding tipis yang mengarah ke belakan dari infundibulum, dan isthmus (segmen berotot yang berhubungan langsung dengan uterus (Dellman and Brown, 1992).

Uterus

Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir, terletak di dalam pelvis, antara rektum di belakang dan kandung kencing di depan (Pearce, 1995). Dinding uterus terdiri atas miometrium (lapisan otot pada rahim) yang keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi (melemas). Bagian paling luar uterus (yang merupakan lapisan di luar dari miometrium dan bagian yang langsung bertemu dengan kavum uteri) dilapisi selaput jaringan ikat yang kaya dengan sel-sel epitel kuboid, kelenjar-kelenjar penghasil lendir, dan pembuluh-pembuluh darah yang berkelok-kelok, yang disebut sebagai lapisan endometrium. Lapisan endometrium uteri yang terdapat pada korpus uteri sangat licin, tetapi di bagian serviks uteri menjadi berkelok-kelok. Bagian uterus yang paling dalam yang langsung berhubungan dengan rongga abomen (perut tubuh) adalah lapisan perimetrium uteri (Hendrik, 2006).

 

 

 

Materi dan Metode

 

Materi

            Alat. Alat yang digunakan pada praktikum histologi organ reproduksi betina adalah mikroskop, poster, papan tulis, spidol.

Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum histologi organ reproduksi betina adalah preparat histologi ovarium, oviduct, dan uterus.

 

Metode

Metode yang dilakukan pada saat praktikum kali ini adalah preparat histologi diamati menggunakan mikroskop elektrik kemudian dibedakan lalu diketahui fungsinya. Semua hasil pengamatan digambar menggunakan pensil warna pada kertas kerja. Hasil pengamatan dijelaskan kembali dan dipresentasikan ke asisten dan praktikan.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Reproduksi merupakan salah satu kemampuan hewan yang sangat penting. Suatu jenis hewan akan segera punah tanpa kemampuan tersebut. Oleh karena itu, perlu dihasilkan sejumlah  individu baru yang akan mempertahankan jenis suatu hewan. Proses pembentukan individu baru inilah yang disebut reproduksi (Isnaeni, 2006). Reproduksi pada hewan betina adalah suatu proses yang kompleks yang melibatkan seluruh tubuh hewan itu. Sistem reproduksi itu sendiri terdiri dari dua buah ovari, dua buah tuba uterii (fallopi), uterus, vagina, dan vulva (Frandson, 1992).

Adenohyphophysis

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, hypophysis dibagi menjadi 2, yaitu adenohypophysis dan neurohypophysis. Menurut Bloom and Fawcett (1994), dua subdivisi utama dari kelenjar adalah neurohypophysis (lobus posterior), yang berkembang sebagai penumbuhan ke bawah dari diensefalon otak, dan adenohypophysis, yang berkembang berupa evaginasi dari atap faring embrional. Menurut Heffer dan Schust (2010), hypophysis memiliki tiga lobus yaitu adenohypophysis yang secara embriologis berasal dari ekstoderm di sepanjang faring dorsal dan membentuk kantung yang dikenal sebagai kantung rathke, neurohypophysis berukuran lebih kecil dan secara embriologis berasal dari neuroektoderm, dan pars intermedia yang merupakan suatu struktur kecil di bagian tengah antara adenohypophysis dan neurohypophysis, sebenarnya merupakan bagian dari adenohypophysis. Menurut Bloom and Fawcett (1994), pars distalis merupakan bagian yang menghasilkan hormon, ada 2 macam dari pars distalis yaitu kromofob dan kromofil. Sel-sel kelenjar secara tradisional digolongkan sebagai kromofil atau kromofob berdasarkan keasaman, atau tiadanya afinitas terhadap pewarna yang umum dipakai sebagai pulasan rutin bagi sediaan histologik. Kromofil dibagi menjadi dua macam berdasarkan respon terhadap zat warna, yaitu asidofil, yang mempunyai respon terhadap zat warna asam (orange dan merah) yang di dalam sitoplasmanya terdapat banyak granule, dan basofil, yang mempunyai respon terhadap zat warna basa (biru dan ungu) yang mempunyai granule yang jumlahnya tidak sebanyak acidophile. Menurut Bloom and Fawcett (1994), dapat dibedakan 2 jenis asidofil secara imunisitokimia dan pada mikograf elektron, somatotrof, asidofil mengandung banyak sekali granule bulat berdiameter 300 sampai 350 nm dan disebut somatotrof atau sel STH, dan mamotrof atau laktotrof, cenderung tersebar satu-satu dalam lobus anterior daripada dalam kelompok atau korda, menghasilkan hormon laktogenil prolaktin. Asidofil menghasilkan 2 hormon, yaitu STH (Somatothrophs Hormone) yang dihasilkan oleh sel somatotrop yang berperan dalam merangsang sintesis protein dan metabolisme lemak, dan prolaktin yang dihasilkan oleh sel lactotrop yang berperan dalam membantu kelahiran dan memelihara sekresi susu oleh kelenjar susu.

Basofil hypophysis anterior tidak mudah diidentifikasi dalam sediaan yang dipulas dengan hematoksilin eosin, namun terpulas dengan biru anilin dari pulasan trikrom. Tirotrof menyekresi hormon perangsang-tiroid (TSH atau Tyroid Stimulating Hormone), juga disebut tirotrofin. Kortikotrof menggetahkan adrenokortikotrofin (ACTH atau Adrenocorticotropic Hormone), juga disebut kortikotrofin. Gonadotrof menggetahkan hormon perangsang-folikel (FSH atau Follicle Stimulating Hormone) dan hrmon pelutein (LH atau Luteinezing Hormone) (Bloom and Fawcett, 1994). Menurut Sonjaya (2009), Adrenocorticotropic hormone memainkan peran penting dalam memulai proses kelahiran pada beberapa spesies. Tyroid stimulating hormone berfungsi merangsang pertumbuhan jumlah dan ukuran sel-sel folikel tiroid dan merangsang pelepasan hormon-hormon tiroid. Follicle stimulating hormone berfungsi untuk merangsang pertumbuhan folikel pada ovarium. Luteinizing hormone berperan dalam pematangan ovum, ovulasi, dan pembentukan korpus luteum. Prolaktin berfungsi untuk memulai dan memelihara sekresi susu dari kelenjar mammae.

Mekanisme kontrol umpan balik juga terlibat dalam simulasi atau inhibisi sekresi hormon. Peningkatan kadar zat hormon atau nonhormon dalam darah mengakibatkan inhibisi sekresi hormon selanjutnya, maka mekanisme ini disebut sistem umpan balik negative. Kadar zat hormon atau nonhormon dalam darah mengakibatkan peningkatan sekresi pada kelenjar endokrin, mekanisme ini disebut umpan balik positif (Sloane, 2004). GnRH dari hipotalamus menstimulir pelepasan FSH dan LH dari pituitari anterior. FSH menstimulir produksi estradiol dan inhibin pada sel-sel granulose di dalam folikel ovarium. Inhibin secara selektif menghambat pelepasan FSH. Saat progesteron rendah, konsentrasi estradiol yang tinggi menstimulir gelombang GnRH, FSH dan LH sebagai umpan balik positif. LH menstimulir produksi dan pelepasan progesteron dari sel-sel granulose di dalam corpus luteum. Konsentrasi progesteron yang tinggi menghambat pelepasan GnRH, FSH dan LH sebagai umpan balik negatif (Yusuf, 2012).

Ovarium

            Ovarium adalah tempat sintesis hormon steroid seksual, gametogenesis, dan perkembangan serta pemasakan kuning telur (folikel) (Yuwanta, 2004). Ovarium merupakan kelenjar ganda, yaitu sebagai kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin, misal mampu menghasilkan ovum dan menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Menurut Abidin et.al. (2012), ovarium menghasilkan estrogen yang mempunyai peran penting dalam intensitas berahi. Menurut Hendrik (2006), bentuk dan struktur ovarium terdiri atas dua bagian, yaitu, bagian korteks (lapisan luar atau kulit), yang terdiri atas tunika albuginea, jaringan ikat, folikel-folikel primordial dan folikel de Graaf (yang berisi sel ovum, stratum granulosum, sel-sel teka interna dan eksterna, diskus proligerus, dan liquor atau cairan folikel), dan bagian bagian medula (lapisan tengah atau inti), yang terdiri atas pembuluh-pembuluh darah, serabut saraf, dan beberapa jaringan otot polos.

Istilah estrogen berarti suatu kelompok senyawa yang berperan sebagai hormon kelamin betina dan merangsang kelenjar-kelenjar kelamin asesoria betina. Estron, estradiol, dan estriol adalah hormon-hormon alamiah yang diproduksi oleh ovari atau palsenta hewan mamalia. Kerja estrogen pada organ kelamin asesoris umumnya dapat dikaitkan cukup erat dengan tingkah laku estrus yang khas dari seekor hewan. Estrogen merangsang aktivitas muskular dari tuba uterus dan menaikkan kepekaan organ-organ tersebut untuk kerja progesteron. Perubahan yang terjadi pada uterus yang dirangsang oleh estrogen adalah penaikan kadar air dalam sel, DNA, RNA, sintesis protein, dan aktivitas enzim. Epitel yang melapisi vagina dan vulva dirangsang oleh estrogen daripada beberapa spesies timbul kornifikasi selama estrus. Level estrogen yang meningkat tidaklah diragukan lagi sebagai faktor penting dalam perkembangan libido, dorongan seksual yang berkaitan dengan penerimaan terhadap pejantan oleh betina yang sedang estrus. Estrogen yang menaikkan kepekaan uterus bunting terhadap kerja oksitosin dari neurohipofisis kelenjar pituitari (Frandson, 1992). Progesteron terutama dihasilkan oleh korpus luteum, tetapi juga didapati di adrenal, korteks, plasenta, dan testes. Progesteron dikenal sebagai hormon kebuntingan karena menyebabkan penebalan endometrium dan perkembangan kelenjar uterin mendahului terjadinya implantasi dari ovum yang dibuahi. Progesteron menghambat motilitas uterin yang berlebihan selama periode implantasi dan dalam periode kebuntingan. Nampaknya, perubahan rasio estrogen dan progesteron dapat menaikkan kepekaan uterus terhadap oksitosin dan mungkin yang menyentakkan kelahiran. Progesteron menahan timbulnya ovulasi selama kebuntingan melalui inhibisi umpan balik FSH dan LH dari adenohypophysis. FSH memegang peran utama dalam pemasakan folikel, sedangkan LH berperan sangat penting dalam ovulasi. Progesteron bekerja pada kelenjar mamari, yang sebelumnya telah dilakukan oleh estrogen. Progesteron merangsang perkembangan yang sempurna dari alveoli kelenjar mamari. Progesteron juga cenderung untuk menaikkan suhu tubuh, dan hal ini pada manusia digunakan untuk petunjuk dalam menentukan saat ovulasi. Penaikan suhu berkaitan dengan ovulasi dan pelepasan progesteron dari korpus luteum (Frandson, 1992).

Folikel ovarium mengalami tiga tahap pertumbuhan. Pada embrio, demikian pula pada betina pascalahir, sebagian besar folikel-folikelnya berupa folikel primer. Folikel-folikel tersebut membentuk lapisan tebal di bawah tunika albuginea dan memiliki ciri khusus, yaitu bahwa ova yang terdapat di dalamnya tidak memiliki membrana vitelina. Ova dikelilingi oleh banyak lapisan sel-sel folikel, yang kemudian akan membentuk lapisan granulosa pada sebuah membrana (zona pelusida) dan bila folikel sudah tumbuh, maka folikel ini disebut folikel sekunder. Tahap ini, folikel berbentuk lebih bulat telur (oval) dan sudah bergerak menjauhi korteks dan mendekati bagian medula ovarium. Akhirnya terbentuklah suatu ruangan yang tersisi cairan (antrum) di sekitar ova dan lapisan sel-sel granulosa mengelilinginya. Cairan itu disebut cairan folikuler atau likuor folikuli. Folikel-folikel yang telah memiliki antra disebut folikel tersier, dan perbedaan utama antara folikel tersier dan folikel de Graaf yang telah masak adalah pada ukurannya. Antrum membesar sampai mencapai seluruh ketebalan korteks ovarium pada saat folikel tumbuh. Folikel yang masak membesar, karena penimbunan cairan folikuler dan melepuh ke atas permukaan bebas dari ovarium (Nalbandov, 1990). Fase proestrus ditunjukkan dengan dimulainya proses pembesaran folikel ovarium terutama karena meningkatnya cairan folikel yang berisi cairan estrogenik. Fase estrus ditunjukkan dengan pematangan folikel de Graaf dan mencapai ukuran maksimal, ovum mengalami perkembangan ke arah pematangan dan terjadi ovulasi. Fase metestrus ditandai dengan ditemukan adanya korpus hemoragikum di bekas tempat yang ditempati oleh folikel de Graaf, dan setelah ovulasi terjadi maka dinding folikel menjadi kolaps (Jalaluddin, 2014).

Estrus adalah suatu saat dimana hewan betina bersedia menerima pejantan untuk kopulasi. Siklus estrus adalah jarak antara estrus yang satu sampai pada estrus berikutnya. Satu siklus estrus dibagi menjadi 4 fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Proestrus atau fase persiapan (3 sampai 4 hari) adalah fase terjadi perubahan tingkah laku yaitu betina menjadi sedikit gelisah, alat kelamin bagian luar mulai memperlihatkan tanda-tanda bahwa terjadi peningkatan peredaran darah di daerah ini. Perubahan pada alat kelamin bagian dalam yaitu pada ovarium ditandai corpus luteum mulai regresi dan terjadi pertumbuhan folikel tersier menjadi folikel de Graaf. Cervix mulai merelaks dan kelenjar-kelenjar lumen cervix mulai memproduksi lendir. Betina masih menolak pejantan yang datang. Fase estrus (1 hari) ternak betina menunjukkan perubahan tingkah laku yaitu keluarnya lendir jernih, terang tembus cahaya dari cervix yang mengalir melalui vagina dan vulva, gelisah, pangkal ekor terlihat sedikit, sapi betina sering kali memperlihatkan perubahan warna pada vulva, yaitu bengkak (oedem), kemerahan, dan sedikit agak panas, mencoba menunggangi temannya dan diam bila ditunggangi sapi lain, melenguh-lenguh. Perubahan organ kelamin bagian dalam yaitu ovum yang dikandung folikel telah cukup masak, dinding folikel menjadi tipis dan menonjol keluar, jumlah lendir dan jumlah sekresi lendir dari cervix bertambah. Fase metestrus (1 sampai 2 hari) terjadi gejala estrus masih terlihat, tetapi hewan betina menolak pejantan untuk aktivitas kopulasi. Tanda-tanda dalam organ reproduksi yaitu ovum diovulasikan dan telah berada dalam tuba fallopii, cervix telah menutup, sekresi cairan cervix berubah dari cair menjadi kental. Fase diestrus (15 sampai 17 hari), dalam periode permulaan diestrus, endometrium memperlihatkan terjadi pertumbuhan kelenjar endometrium dari panjang menjadi berkelok-kelok, yang berkelok-kelok menjadi spiral. Fase ini ternak terlihat tenang dan pada fase pertengahan kelenjar endometrium berdegradasi tinggal kelenjar permukaan yang pendek (Widayati et. al., 2008).

Ovulasi adalah suatu proses terlepasnya sel telur (ovum) dari ovarium sebagai akibat pecahnya folikel yang telah masak (folikel de Graaf). Sel telur yang telah dilepaskan oleh ovarium akan ditangkap oleh bagian infundibulum dari tuba falopi, dengan bantuan rambut getar (fimbriae) yang pada saat ini selalu bergerak aktif untuk menangkap sel telur. Sel telur yang dilepaskan masih dalam keadaan diseliputi oleh sel granulosa. Kumulus ooporus memegang sel telur pada sisi yang berlawanan dengan tempat dinding folikel yang sobek. Sobeknya dinding terjadi pada bagian apek dari folikel. Sel paling luar dulu yang sobek, sel folikel di bawahnya menyembul pada bagian yang sobek tersebut membentuk stigma atau papila yang licin permukaannya. Tekanan yang lebih besar dari dalam folikel menyebabkan stigma menonjol kemudian robek dan cairan folikel keluar. Interval yang singkat, sel telur bergerak menuju ke bagian yang terbuka (robek). Lebih banyak cairan mengalir keluar dari folikel membawa sel telur yang masih diikat oleh kumulus ooporus, kemudian ditangkap oleh fimbriae dari infundibulum. Waktu yang dibutuhkan oleh seluruh proses ovulasi akan singkat bila sel telur berada di dasar folikel, dan lama bila sel telur berada dekat pada stigma yang menonjol di permukaan ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Setelah ovulasi, ruang folikuler terisi dengan darah dan cairan limpa. Beberapa spesies misalnya pada babi, cairan tersebut sangat meregangkan folikel yang telah mengalami ovulasi, sehingga selama lima sampai tujuh hari setelah pecah, folikel tersebut lebih besar dari saat-saat sebelumnya. Spesies lain biasanya pada domba dan sapi, penimbunan cairan tidak mencolok, dan bahkan folikel lebih keil dari sebelum terjadinya ovulasi. Pada saat luteinasi mengalami kemajuan, maka bekuan darah secara berangsur-angsur diserap, dan akhirnya ruangnya terisi korpus luteum. Secara histologis, korpus luteum hampir seluruhnya terdiri atas sel-sel granulosa, tetapi sel-sel teka pun dapat ikut dalam pembentukan korpus luteum tersebut. Bertambah besarnya ukuran folikel terjadi karena hipertrofi, hiperplasia sel-sel granulosa, dan sel-sel teka. Kecuali pada manusia, kedua tipe sel ini umumnya kehilangan identitasnya sesudah membentuk korpus luteum. Korpus luteum melewati puncak aktivitas fungsionalnya, maka semakin banyak jaringan pengikat, lemak, dan substansi mirip hialin timbul di antara sel-sel luteal. Seluruh korpus luteum juga kehilangan warna merah-coklat yang semula dimilikinya dan berubah menjadi putih atau coklat pucat. Bangunan ini kemudian disebut korpus albikan (Nalbandov, 1990).

Oviduct

Tuba uterina (oviduktus) bersifat bilateral, strukturnya berliku-liku, yang menjulur dari daerah ovarium ke kornua uterina dan menyalurkan ovum, spermatozoa dan zigot. Tiga segmen tuba uterina dapat dibedakan, yakni infundibulum, berbentuk corong besar, ampula, bagian berdinding tipis yang mengarah ke belakang dari infundibulum, dan isthmus, segmen berotot sempit yang berhubungan langsung dengan uterus (Dellman and Brown,1992). Menurut Sloane (2004), setiap tuba uterin dengan panjang 10 cm dan berdiameter 0,7 cm, ditopang oleh ligamen besar uterus. Salah satu ujungnya melekat pada uterus dan ujung lainnya membuka ke dalam rongga pelvis. Infundibulum adalah ujung terbuka menyerupai corong (ostium) pada tuba uterin. Bagian inti memiliki prosesus motil menyerupai jaring (fimbriae) yang merentang di atas permukaan ovarium untuk membantu menyapu oosit terovulasi ke dala tuba. Ampula adalah bagian tengah segmen tuba, dan Isthmus adalah segmen terdekat dari uterus.

Epitel tuba uterina berbentuk silinder sebaris atau silinder banyak baris dengan silia aktif (kinosilia) pada epitel bagian terbesar. Sel tipe bersilia maupun sel tanpa silia dilengkapi dengan mikrovili. Sel-sel tinggi dan yang bersilia sering tampak di daerah kranial ujung dari tuba uterina dan pada sapi betina, banyak yang tampak justru pada saat berahi (estrus). Tunika mukosa-submukosa pada ampula membuat lipatan tinggi, terutama pada babi dan kuda betina. Tunika muskularis terutama terdiri dari berkas otot polos melingkar, memanjang dan miring. Tunika serosa ada dan terdiri dari jaringan ikat mengandung pembuluh darah dan saraf (Dellman and Brown, 1992). Tunika mukosa membentuk tonjolan bercabang. Tonjolan itu membentuk beberapa alur longitudinal, yang dikira untuk melancarkan penyaluran spermatozoa atau oosit yang sudah dibuahi. Tunika mukosa berfungsi sebagai penghasil mukus untuk melicinkan lumen. Tunika muskularis terletak di bawah tunika mukosa. Tunika muskularis berfungsi sebagai kontraksi dari oviduct.  Kedua tunika dibatasi oleh lapisan tipis jaringan ikat. Tunika ini dibina atas serat otot polos, yang terdiri dari dua lapis, sirkuler sebelah dalam dan longitudinal sebelah luar. Lapisan otot ini berperan untuk kontraksi tuba, yang perlu untuk melancarkan transport spermatozoa atau oosit. Tunika serosa adalah penerusan selaput peritoneum, dibina atas serat jaringan ikat dan dilapis sebelah luar sekali oleh sel mesotel yang gepeng. (Yatim, 1990). Tunika serosa berfungsi melindungi oviduct agar tidak bergesekan dengan organ lain.

Uterus

Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir, terletak di dalam pelvis, antara rektum di belakang dan kandungan kencing di depan (Pearce, 1995). Dinding uterus memiliki tiga lapisan, yaitu perimetrium, miometrium dan endometrium. Menurut Gruendeman dan Fernsebner (1996), dinding uterus memiliki tiga lapisan, lapisan luar dibentuk oleh peritoneum, lapisan tengah adalah lapisan otot yang disebut miometrium, dan lapisan dalam adalah endometrium yang melapisi rongga rahim. Menurut Farrer (1996), fungsi uterus adalah untuk  menyediakan tempat yang sesuai bagi ovum yang sudah dibuahi agar ovum tersebut dapat menanamkan diri, memberikan perlindungan dan nutrisi kepada embrio atau janin sampai tercapai maturitas, mendorong keluar janin dan plasenta pada persalinan, dan mengendalikan perdarahan dari tempat pelekatan plasenta melalui kontraksi otot-otot yang saling berjalin tersebut.

Membran mukosa yang menyelimuti uterus adalah suatu struktur kelenjar yang disebut tunika mukosa (endometrium). tunika mukosa (endometrium) berfungsi sebagai penghasil mukus yang berguna untuk melicinkan lumen. Ketebalannya bervariasi seperti halnya vaskularitasnya berdasar pada perubahan-perubahan hormonal ovari ketika dalam masa kebuntingan. Epitel yang menutupi membran mukosa, pada kuda dan anjing merupakan jenis kolumnar sederhana, tetapi pada babi dan ruminansia adala epitel kolumnar berstrata. Tunika muskularis (miometrium) adalah suatu bagian muskular dari dinding uterus dan berfungsi untuk kontraksi dari uterus. Tunika ini terdiri atas lapis melingkar bagian dalam yang tebal dari otot polos serta otot polos luar, longitudinal yang lebih tipis. Keduanya dipisahkan oleh lapis vaskular (pembuluh darah di dalam jaringan pengikat). Selama kebuntingan, jumlah otot di dinding uterus sangat meningkat, baik karena menunjuknya uluran (hipertrofi) maupun jumlah (hiperplosia). Tunika serosa (perimetrium) (serosa yang menutupi uterus) bersambungan dengan peritoneum yang dikenal sebagai ligamen lebar, yang mendukung genitelia internal. Tunika serosa (perimetrium) berfungsi sebagai pelindung dari uterus agar tidak bergesekan dengan organ lain. Ligamen ini terdiri dari mesovarium, yang mendukung ovari adalah mesosalpink, yang mendukung oviduk; dan mesometrium, yang mendukung uterus. Pada kebanyakan ruminansia, ligamen lebar itu bersambung dengan peritoneum parietal di daerah lumbal, demikian rupa sehingga tanduk uterin, oviduct, dan ovari ditahan pada dua garis pararel menuju ke bidang median, dengan tiap ovari terletak persis di belakang ginjal yang bersangkutan. Namun demikian, pada hewan ruminansia, perlekatan ligamen lebar adalah dorsalateral, di daerah ilium, menyebabkan uterus tersusun seperti tanduk seekor domba jantan dengan konveksitas dorsal, kemudian kranial, dan ventral, degan ovari terletak dekat dengan ‘pinggiran’ pelvis (Frandson, 1992).

 

Kesimpulan

 

Sistem organ reproduksi betina terdiri dari adenohypophysis, ovarium, oviduct, uterus. Adenohypophysis terdiri dari pars distalis dan pars tuberalis. Pars distalis  merupakan bagian yang mensekresikan STH, ACTH, TSH, FSH, LH, dan LTH yang berperan dalam reproduksi ternak. Ovarium sebagai organ eksokrin yang menghasilkan sel telur atau ovum dan sebagai organ endokrin yang menyekresikan hormon-hormon kelamin betina (estrogen dan progesteron). Oviduct terdiri atas lapisan bagian luar yang merupakan jaringan pengikat dasar (tunica serosa) berfungsi melindungi oviduct agar tidak bergesekan dengan organ lain, lapisan bagian tengah yang tersusun dari serabut-serabut otot polos sirkuler dan longitudinal (tunica muskularis) yang berfungsi untuk kontraksi dari oviduct, lapisan bagian dalam yang terdiri atas sel-sel epithelium bersilia dan epithelium sekretoris (tunica mukosa) yang berfungsi sebagai penghasil mukus. Uterus terdiri dari endometrium (tunika mukosa) yang berfungsi menghasilkan mukus untuk melicinkan lumen, miometrium (tunika muskularis) yang berfungsi untuk kontraksi dari uterus, dan perimetrium (tunika serosa) yang berfungsi melindungi uterus agar tidak bergesekan dengan organ lain.

 

Daftar Pustaka

 

Abidin, Z., Ondho, Y.S., dan Sutiyono, B. 2012. Penampilan Berahi Sapi Jawa Berdasarkan Poel 1, Poel 2, dan Poel 3. Fakultas Peternakan dan Pertanian UNDIP. Semarang.

Anonim. 2002. Female Reproductive System Anatomy And Histology. (http://legacy.owensboro.kctcs.edu/gcaplan/anat2/notes/APIINotes2%20female%20reproductive%20anatomy.htm). Accesion date at October 8th, 2014 time 20.22 WIB.

———–. 2006. Histologi Adenohypophysis. (http://library.med.utah.edu/WebPath/ENDOHTML/ENDO093.html). Accesion at October 8th, 2014 time 20.26 WIB.

Arimbawa, I Wayan P., I Gusti N.B.T., dan Tjok Gde O.P. 2012. Gambaran Hormon Progesteron Sapi Bali Selama Satu Siklus Estrus. Fakultas Kedokteran Hewan UDAYANA. Bali.

Bloom and Fawcett. 1994. Buku Ajar Histologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Dellman, H.D., dan Brown, E.M. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner. UI-Press. Jakarta.

Farrer, Helen. 1996. Perawatan Maternitas. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Frandson, R.D. 1992. Anatomi Dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Gibson, John. 2003. Fisiologi Dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Gruendeman, B.J., Fernsebner, B. 1996. Buku Ajar Keperawatan Perioratif. Penerbit Buku Kesehatan EGC. Jakarta.

Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya.

Hendrik. 2006. Problema Haid Tinjauan Syariat Islam Dan Medis. Penerbit Tiga Serangkai. Solo.

Hunter, R.F.H. . Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik. Penerbit ITB. Bandung.

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Jalaluddin, M. 2014. Morfometri Dan Karakteristik Histologi Ovarium Sapi Aceh (Bos indicus) Selama Siklus Estrus. Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Syah Kuala. Banda Aceh.

Nalbandov, A.V. 1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia Dan Unggas. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Pearce, E.C. 1995. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerbit Buku Kesehatan EGC. Jakarta.

Sloane, Ethel. 2004. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Sonjaya, Herry. 2009. Dasar Fisiologi Ternak. IPB Press. Bogor.

Yatim, Wildan. 1990. Biologi Modern Histologi. Penerbit Tarsito. Bandung.

Yusuf, M. 2012. Ilmu Reproduksi Ternak. Universitas Hasanudin. Makasar.

Yuwanta, Tri. 2004. Dasar-dasar Ternak Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

 

Download file Laporan Histologi Betina

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published.