Laporan Praktikum Biokimia Ternak Acara Ekskresi Derivat Purin Dalam Urin

LAPORAN BIOKIMIA TERNAK

ACARA VIII

EKSKRESI DERIVAT PURIN DALAM URIN

 

Disusun oleh :

Kelompok XXVIII

                                 Maya Kurnia Kusuma                        PT/06438

                                 Amelia Rahmawati Santoso PT/06483

                                 Nurus Sobah                           PT/06587

                                 Nino Sugiyanto                       PT/06602

                                 Santa Astria Simbolon           PT/06613

Asisten : Qorina

 

 

LABORATORIUM BIOKIMIA NUTRISI

BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014


 

ACARA VIII

EKSKRESI DERIVAT PURIN DALAM URIN

 

Tujuan Praktikum

            Praktikum acara ekskresi derivat purin dalam urin bertujuan untuk menentukan kadar allantoin urin dalam urin.

 

Tinjauan Pustaka

            Asam nukleat adalah struktur molekular kompleks yang terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan fosfor. Asam nukleat adalah molekul turunan dan pengatur fungsi protein dalam sel. Ada dua jenis asam nukleat yaitu asam deoksiribonukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA). DNA dapat ditemukan dalam kromosom semua makhluk hidup dan memiliki kemampuan untuk menggandakan dirinya. RNA berfungsi dalam sintesis protein di bawah perintah DNA. DNA dan RNA terdiri dari rantai-rantai subunit yang disebut nukleotida yang disatukan melalui proses sintesis dehidrasi. Setiap nukleotida terdiri dari tiga bagian,nukleotida mengandung basa nitrogen yang bergabung dengan satu pentosa (gula lima karbon)  yang kemudian terikat pada satu gugus fosfat. Ada dua jenis basa nitrogen yaitu primidin dan purin. Pirimidin adalah molekul bercincin tunggal yang mengandung karbon, nitrogen, dan hidrogen. Pirimidin dalam asam nukleat meliputi sitosin (C), timin (T), dan urasil (U). Primidin pada RNA tidak ada timin namun hanya ditemukan urasil. Purin adalah molekul bercincin ganda,yang termasuk purin adalah adenine (A) dan guanine (G) yang keduanya dapat ditemukan dalam DNA dan RNA.

Nukleotida yang paling dikenal karena peranannya adalah nukleotida purin dan pirimidin. Basa-basa purin yang yang terpenting adalah adenin, guanin, hipoxantin, dan xantin. Purin terdapat dalam asam nukleat berupa nukleoprotein. Asam nukleat ini akan dipecah lagi menjadi mononukleotida. Mononukleotida dihidrolisis menjadi nukleosida yang dapatb secara langsung diserap oleh tubuh dan sebagian dipecah lebih lanjut menjadi purin dan pirimidin. Purin teroksidasi menjadi asam urat. Asam urat terbentuk dari hasil metabolisme ikatan kimia yang mengandung nitrogen yang terdapat dalam asam nukleat yang disebut purin. Asam urat dapat direabsorpsi melalui mukosa usus dan dieksresikan melalui urin.

Derivat purin merupakan penjumlahan ekskresi allantoin dan asam urat pada urin sapi. Protein kasar yang berada di pakan menyebabkan terjadinya perbedaan ekskresi derivat purin karena perbedaan kandungan ammonia dalam rumen. Sintesis protein pakan oleh mikrobia dipengaruhi oleh kecepatan pemecahan nitrogen makanan, kecepatan absorpsi ammonia dan asam-asam amino, kecepatan aliran bahan yang keluar rumen, kebutuhan mikrobia akan asam, dan jenis fermentasi rumen berdasarkan jenis makanan (Arora, 1995).

Protein mikrobia merupakan sumber asam amino yang diperlukan ternak ruminansia untuk pemeliharaan jaringan tubuh, pertumbuhan, produksi, dan reproduksi. Protein mikrobia dapat memenuhi sekitar 80% kebutuhan asam amino ternak ruminansia. Metode yang paling sederhana dan mudah pelaksanaan untuk mengestimasi sintesis protein mikrobia adalah dengan mengukur derivat purin (DP) yang dieksresikan lewat urin. Ada korelasi antara absorbsi protein mikrobia rumen dengan asam nukleat sehingga jumlah protein mikrobia yang diabsorbsi dapat diestimasi dari derivat purin (DP) yang dieksresikan melalui urin yaitu hypoxanthin, xanthin, asam urat, dan allantoin.


 

Materi dan Metode

 

Materi

Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum acara ekskresi derivat purin dalam urin yaitu tabung reaksi, tabung spektrofotometer, vortex, spektrofotometer, bak, oil bath, pipet, pipet ukur, lap kain, rak tabung.

Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum acara ekskresi derivat dalam urin yaitu urin sapi PFH, aquades, NaOH 0,5 M, HCl 0,5 M, penil hidrazin, air es, alkohol dingin 40%, HCl pekat, dan K2FeCN.

 

Metode

            Penentuan kadar allantoin yaitu sampel atau blanko sebanyak  0,5 mL ditambah 2,5 ml aquades ditambah dengan NaOH 0,5 M sebanyak 0,5 ml dan divortex. Tahap selanjutnya, dimasukkan dalam oil bath 100ºC selama 7 menit kemudian didinginkan pada air es lalu ditambahkan 0,5 ml HCl 0,5 M ditambah dengan penil hidrazin sebanyak 0,5 ml dan dihomogenkan lalu dimasukkan dalam oil bath 100ºC selama 7 menit. Sampel, blanko didinginkan dengan alkohol dingin 40%, kemudian ditambah 1,5 ml HCl pekat dan 0,5 ml K2FeCN, dihomogenkan dan didiamkan 20 menit dan dibaca pada panjang gelombang 522 nm (standar allantonin = 100 mg/L).

Y = 0,0047 + 0,0132X

            Dimana,

Y = absorbansi

X = kadar allantoin (mg/mL)

 

 

Hasil dan Pembahasan

Praktikum  eksresi derivat purin dalam urin dilakukan dengan penentuan kadar allantoin dalam urin. Sampel yang digunakan adalah urin sapi PFH. Sampel sebanyak 0,5 mL ditambahkan dengan 0,5 mL NaOH 0,5 M selanjutnya dihomogenkan dengan vortex. Penambahan NaOH berfungsi sebagai pensuasana basa. Tabung reaksi yang telah dihomogenkan selanjutnya dimasukkan ke dalam oil bath pada suhu 100˚C selama 7 menit kemudian didinginkan dengan air es. Larutan yang telah dingin kemudian ditambah dengan 0,5 mL HCl 0,5 M dan 0,5 mL indikator penil hidrazin selanjutnya dihomogenkan dengan vortex serta dimasukkan ke oil bath kembali pada suhu 100˚C selama 7 menit. Fungsi penambahan HCl 0,5 M yaitu untuk mempercepat reaksi. Larutan di dalam tabung mempunyai laju reaksi yang cepat, lalu ditambahkan fenilhidrazin supaya dihasilkan derivat lain dari purin selain allantoin yaitu derivat fenilhidrazon. Penggunaan oil bath karena suhu yang dibutuhkan 1000C sehingga kalau memakai water bath tidak bisa mencapai suhu 1000C.

Tabung reaksi dimasukkan dalam oil bath kembali, didinginkan dengan alkohol 40% dingin serta ditambah dengan HCl pekat sebanyak 1,5 mL dan larutan K2FeCN sebanyak 0,5 mL. Pendinginan dengan alkohol berfungsi untuk menghentikan proses hidrolisis secara keseluruhan, agar dihasilkan allantoin saja, digunakan alkohol 40% dalam pendinginan kedua karena alkohol memiliki titik beku lebih rendah sehingga cepat untuk menghentikan proses hidrolisis. Larutan K2FeCN  berfungsi untuk membentuk kromosfor sebagai indikator warna terjadinya reaksi. Warna akan berubah dari kuning menjadi orange tua setelah penambahan  K2FeCN. Tabung berisi larutan divortex dan dibiarkan selama  20 menit sampai warna merah bata. Larutan selanjutnya dibaca dengan spektofotometer pada panjang gelombang 522 nm untuk mengetahui absorbansi dari allantoin tersebut.

Hasil absorbansi sampel urin PFH sebesar 1,152 dan absorbansi blanko urin sapi PFH sebesar 0,656, jadi absorbansi sampel kelompok 28 menjadi 0,496 sedangkan untuk sampel urin sapi PO kelompok 23 absorbansinya sebesar 2,160. Kadar allantoin di dalam sampel urin sapi PFH kelompok 28 dengan pengenceran sebanyak  5 kali sebesar 186,1 mg/mL sedangkan sampel urin sapi PO kelompok 23 yang diencerkan 5 kali sebesar 567,9 mg/mL. Menurut Yulianti (2010), penjumlahan derivat purin adalah penjumlahan dari allantoin dan asam urat. Ekskresi derivat purin mempunyai hubungan dengan purin. Menurut Chen et al. (1992) dalam Yulianti (2010),terdapat korelasi antara absorbsi protein mikrobia dengan asam nuklea sehingga jumlah protein mikrobia yang diabsorbsi dapat diestimasi dari DP yang diekskresikan melalui urin yaitu hypoxanthin, xanthin, asam urat dan allantoin. Menurut Orskov (1992) dalam Yulianti (2010), prinsip pengukuran DP adalah sebagian besar asam nukleat yang meninggalkan rumen berasal dari mikrobia rumen. Asam nukleat mikrobia selanjutnya dicerna dalam usus halus (kecernaannya sekitar 83 %) dan hanya sebagian kecil purin yang diabsorbsi dan digunakan oleh ternak sedangkan sebagian besar dikonversi menjadi hypoxanthin, xanthin, asam urat dan allantoin yang diekskresikan melalui urin.

Menurut Djouvinov dan Todorov (1994) dalam Yulianti (2010) bahwa penggunaan DP dalam urin untuk mengestimasi protein mikroba mempunyai akurasi yang relatif baik. Menurut Suprayogi (2010), hasil analisis derivat purin sapi PO dengan tiga macam jenis pakan yaitu jerami kacang tanah, rumput raja,dan hijauan jagung adalah 52,42; 44,42 dan 41,89 mmol/ekor/hari. Perbedaan ekskresi derivat purin dalam urin dipengaruhi oleh kontribusi allantoin dan asam urat di dalam urin dengan allantoin merupakan konsentrasi yang terbanyak di katabolisme purin. Perbandingan kadar allantoin sebagai derivat purin dalam urin untuk praktikum dengan literatur berbeda sebab kadar allantoin dalam derivat purin merupakan gambaran sintesis mikrobia dalam rumen sehingga masing-masing sapi dan bangsa sapi berbeda. Derivat purin dalam sapi PO lebih pekat daripada sapi PFH karena jumlah absorbansi dengan spektrofotometer lebih besar sampel urin sapi PO dan warna sampel lebih merah bata.

 

 

Kesimpulan

            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan kadar allantoin dalam urin sapi PFH yang diencerkan sebanyak lima kali sebesar 186,1 mg/mL sedangkan urin sapi PO yang diencerkan sebanyak  lima kali sebesar 567,9 mg/mL.  Kadar allantoin urin sapi PO lebih besar daripada urin sapi PFH. Faktor yang mempengaruhi adalah kualitas pakan sebagai sumber protein ternak ruminansia yaitu protein pakan yang lolosdegradasi dalam rumen, protein mikrobia, juga dipengaruhi oleh kontribusi allantoin di dalam urin.

 

 

Daftar Pustaka

 

Arora, S, P. 1995. Pencemaran Mikrobia pada Ruminansia. Gadjah Mada Universty. Yogyakarta.

Krisnatuti, Diah, Rina Y., Vera U. 2007. Perencana untuk penderita gangguan asam urat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lamid, Mirni. 2010. Penggunaan jerami padi, jerami padi amoniasi dan jerami kedelai sebagai pakan tunggal terhadap sintesis protein mikrobia pada sapi peranakan Ongole. Veterinaria Medika, Vol.3 No.2.

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Pemula. EGC. Jakarta.

Suprayogi, W.P.S. 2003. Sintesis protein mikrobia sapi peranakan ongole yang diberikan pakan yang berserat. Jurnal Indon. Trop. Anim. Agric. Vol. 28, No. 3.

Yulianti, Arliana. 2010. Kinetika volatile fatty acid (vfa) cairan rumen dan estimasi sintesis protein mikrobia pada sapi perah dara peranakan

Friesian holstein yang diberi pakan basal rumput raja, jerami jagung, dan jerami padi yang disuplementasi konsentrat protein tinggi. Jurnal Teknologi Pertanian 6(1)  25-33.

 

 

Penghitungan

  • Urin sapi PFH

Diketahui  : Yblanko = 0,656

Ysampel = 1,152

Ditanya      : kadar allantoin urin sapi PFH

Jawab        :

Y = Ysampel – Yblanko

Y = 1,152 – 0,656

= 0,496

 

Y                 = 0,0047 + 0,0132X

0,496                   = 0,0047 + 0,0132X

0,0132X     = 0,496 – 0,0047

X                 = 0,4913 / 0,0132

X                 = 37,22 mg/mL

X                 = 37,22 x 5 (faktor pengenceran)

X                 = 186,1 mg/mL

  • Urin sapi PO

Diketahui  : Yblanko = 0,656

Ysampel = 2,160

Ditanya      : kadar allantoin urin sapi PO

Jawab        :

Y = Ysampel – Yblanko

Y = 2,160 – 0,656

= 1,504

 

 

Y                 = 0,0047 + 0,0132X

1,504                   = 0,0047 + 0,0132X

0,0132X     = 1,504 – 0,0047

X                 = 1,4993 / 0,0132

X                 = 113,6 mg/mL

X                 = 113,6 x 5 (faktor pengenceran)

X                 = 567,9 mg/mL

 

 

 

 

 

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published.