Laporan Praktikum Industri Ternak Potong Acara Pemeliharaan Sapi
LAPORAN PRAKTIKUM
INDUSTRI TERNAK POTONG
Disusun oleh :
Nurus Sobah
13/349268/PT/06587
Kelompok XVI
Asisten Pendamping : Deni Setiadi
LABORATORIUM ILMU TERNAK POTONG, KERJA DAN KESAYANGAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ternak potong merupakan ternak yang dipelihara khusus untuk dimanfaatkan atau diambil dagingnya. Ternak yang umumnya digunakan sebagai ternak potong adalah ternak yang mempunyai hasil daging yang lebih tinggi disbanding hasil ternak lainya misalnya sapi. Industri ternak potong umumnya mempunyai dua jenis usaha yang dijalankan yakni usaha breeding dan fattening. Breeding merupakan usaha untuk menghasilkan anakan yang nantinya akan dijual sebagai bakalan (bibit ternak). Bibit ternak merupakan salah satu sarana produksi yang memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam upaya meningkatkan jumlah dan mutu produksi ternak, dan sebagai salah satu faktor dalam penyediaan pangan asal ternak yang berdaya saing tinggi. Untuk dapat menghasilkan bibit ternak yang unggul dan bermutu tinggi diperlukan proses manajemen pemeliharaan, pemuliabiakan (breeding), pakan dan kesehatan hewan ternak yang terarah dan berkesinambungan.
Manajemen pemeliharaan komoditas ternak sapi pedaging meliputi pengelolaan perkandangan, pembibitan, pengelolaan pakan, perawatan dan pengamanan biologis, serta pemanfaatan limbah ternak dengan memperhatikan sumber daya yang ada. Manfaat beternak sapiantara lain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging, untuk meningkatkan pendapatan peternak, dan meningkatkan populasi ternak tersebut, karena di Indonesia permintaan daging dalam negeri saat ini masih belum diimbangi oleh suplai yang memadai. Suplai daging yang masih rendah dapat disebabkan karena kurangnya program pembibitan untuk mendapatkan ternak dengan mutu baik yang dapat menghasilkan daging dengan kualitas yang baik pula. Pemenuhan daging dalam negeri dapat berasal dari ternak sapi yang sangat potensial dikembangkan sebagai ternak potong.
Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum pemeliharaan sapi adalah untuk mengetahui pemeliharaan ternak potong khususnya komoditas sapi yang meliputi manajemen pemeliharaan, manajemen perkandangan, seleksi dan pengadaan bibit, manajemen pakan, manajemen reproduksi, manajemen perawatan, sanitasi, dan pencegahan penyakit, serta penanganan limbah, dengan tujuan untuk pembibitan (breeding).
Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum sistem pemeliharaan sapi adalah menambah keterampilan kerja dalam memelihara ternak, manajemen perkandangan, seleksi dan pengadaan bibit, manajemen pakan, manajemen reproduksi, manajemen perawatan, sanitasi, dan pencegahan penyakit, serta penanganan limbah terkait kegiatan breeding sapi potong dan menambah wawasan serta ilmu pengetahuan.
KEGIATAN PRAKTIKUM
Pemilihan dan Seleksi Ternak
Pemilihan Ternak
Kriteria Bibit Untuk Pembesaran. Pemilihan bibit untuk pembesaran kali ini praktikan melakukan diskusi dan dijelaskan oleh asisten mengenai kriteria bibit untuk pembesaran yang baik. Berdasarkan penjelasan dari asisten didapatkan hasil bahwa kriteria bibit untuk pembesaran yang baik adalah bibit yang dibeli ketika masih muda, yaitu ketika baru lepas sapih yang berkisar umur 1 sampai 1,5 tahun, memiliki mulut yang lebar karena akan dapat mengkonsumsi pakan lebih banyak, berasal dari keturunan indukan yang bagus, bibit dalam kondisi sehat, memiliki poertulangan besar, memiliki Average Daily Gain (ADG) yang baik, nafsu makan tinggi dan Feed Convertion Ratio (FCR) rendah. Sarwono (2008), menyatakan bahwa bibit yang baik yaitu harus sehat, tampak bersemangat, aktif bergerak, kepala selalu tegak, mata bercahaya, rambut mengkilat, bentuk badan normal, badan besar atau sedang, kaki lurus, jarak antar kaki lebar, tulang rusuk berkembang, khusus untuk betina bentuk ambing besar, rasanya lembut kalau dipegang dan juga mudah dilipat-lipat, puting susu bergantung pada ambing, bentuk ambing besar dan simetris, dan memiliki sifat keibuan. Perbandingan hasil praktikum dengan literatur, pemilihan bibit yang dilakukan dikandang ternak potong sudah cukup baik.
Kriteria Calon Induk dan/ Pejatan. Pemilihan calon induk dan/ pejantan kali ini praktikan melakukan diskusi dan dijelaskan oleh asisten mengenai kriteria calon induk dan/ pejantan yang baik. Berdasarkan penjelasan dari asisten didapatkan hasil bahwa kriteria calon indukan yang baik adalah memiliki mothering ability yang baik karena berkaitan dengan kemampuan sang induk untuk mengasuh anaknya, memiliki siklus reproduksi normal yang meliputi interval kelahiran pendek, S/C rendah, dan siklus estrus normal sehingga diharapkan minimal indukan bisa beranak sekali dalam setahun, memiliki perototan yang kuat terutama kaki belakang karena untuk membantu mempermudah indukan dalam beranak dan dalam melakukan perkawinan, memiliki ambing yang simetris dan normal (puting berjumlah 4), dan pinggul lebar karena mempermudah keluarnya anak ketika induk sedang beranak. Calon pejantan yang baik adalah memiliki perototan yang kuat karena akan mempermudah pejantan untuk melakukan perkawinan, testis simetris dan besar karena apabila testis simetris maka produksi sperma akan lebih maksimal dibandingkan dengan pejantan yang memiliki testis yang kecil dan tidak simetris, dan juga memiliki libido yang tinggi sehingga pejantan tersebut akan memiliki insting yang tinggi untuk mengetahui bahwa sapi betina sedang dalam keadaan estrus sehingga pejantan siap untuk mengawini.
Sarwono (2008), menyatakan bahwa bibit yang baik yaitu harus sehat, tampak bersemangat, aktif bergerak, kepala selalu tegak, mata bercahaya, rambut mengkilat, bentuk badan normal, badan besar atau sedang, kaki lurus, jarak antar kaki lebar, tulang rusuk berkembang, khusus untuk betina bentuk ambing besar, rasanya lembut kalau dipegang dan juga mudah dilipat-lipat, puting susu bergantung pada ambing, bentuk ambing besar dan simetris, dan memiliki sifat keibuan. Perbandingan hasil praktikum dengan literatur, pemilihan bibit yang dilakukan dikandang ternak potong sudah cukup baik. Ngadiyono (2012), menyatakan bahwa pemilihan induk berdasarkan penampilannya yaitu berpostur tubuh baik, kaki kuat dan lurus, ambing atau puting susu normal, halus, kenyal, tidak ada infeksi atau pembengkakan, bulu halus, mata bersinar, nafsu makan baik, alat kelamin normal, tanda-tanda birahi teratur. Ternak dalam kondisi sehat, tidak terlalu gemuk dan tidak cacat, serta umur siap kawin (kurang lebih 2 tahun). Pemilihan pejantan berdasarkan penampilanya yaitu postur tubuh tinggi atau besar, dada lebar dan dalam, kaki kuat, lurus dan mata bersinar, bulu halus, testis simetris dan normal. Libidonya tinggi (agresif), memberikan respon yang baik terhadap induk yang sedang birahi, sehat dan tidak cacat, serta umur dewasa tubuh (lebih dari 2 tahun). Berdasarkan literatur yang ada, dapat disimpulkan bahwa pemilihan calon pejantan maupun indukan sudah baik.
Kriteria Bakalan untuk Penggemukan. Pemilihan bakalan untuk penggemukan kali ini praktikan melakukan diskusi dan dijelaskan oleh asisten mengenai kriteria bakalan untuk penggemukan yang baik. Berdasarkan penjelasan dari asisten didapatkan hasil bahwa kriteria bakalan untuk penggemukan yang baik adalah dipilih bakalan yang berjenis kelamin jantan karena bakalan jantan lebih cepat gemuk daripada betina dan juga kualitas daging lebih bagus yang jantan karena memiliki lemak yang lebih sedikit dibandingkan betina, memiliki rangka panjang, lebar, dan dada dalam karena memungkinkan ternak tersebut akan memiliki badan yang gemuk lebih besar, memiliki kulit yang lentur karena untuk pertumbuhan daging maksimal maka kulit harus lentur, memiliki BCS 2 sampai 3 karena memungkinkan bakalan tersebut memiliki pertulangan yang besar, memiliki ADG yang baik karena ADG yang baik maka ternak tersebut lebih cepat gemuk, dan memiliki FCR yang rendah sehingga pakan yang diberikan lebih efisien sehingga dapat menghemat pakan.
Sarwono (2008), menyatakan bahwa bibit yang baik yaitu harus sehat, tampak bersemangat, aktif bergerak, kepala selalu tegak, mata bercahaya, rambut mengkilat, bentuk badan normal, badan besar atau sedang, kaki lurus, jarak antar kaki lebar, tulang rusuk berkembang, khusus untuk betina bentuk ambing besar, rasanya lembut kalau dipegang dan juga mudah dilipat-lipat, puting susu bergantung pada ambing, bentuk ambing besar dan simetris, dan memiliki sifat keibuan. Perbandingan hasil praktikum dengan literatur, pemilihan bibit yang dilakukan dikandang ternak potong sudah cukup baik. Berdasarkan literatur yang ada, dapat disimpulkan bahwa bakalan yang dipilih untuk penggemukan sudah baik.
Metode Seleksi Ternak. Metode seleksi ternak kali ini praktikan melakukan diskusi dan dijelaskan oleh asisten mengenai metode dalam menyeleksi ternak yang baik. Berdasarkan penjelasan dari asisten didapatkan hasil bahwa metode seleksi ternak yang baik adalah melalui 2 tahap, yaitu seleksi dan culling. Seleksi adalah sebuah metode memilih ternak berdasarkan kriteria yang dibutuhkan, sedangkan culling adalah pengafkiran atau pemisahan ternak yang tidak lulus dalam proses seleksi.
Penilaian Ternak. Penilaian ternak, praktikan mengamati kondisi ternak secara visual berdasarkan Body Condition Score (BCS). Body Condition Score merupakan metode penilaian secara subjektif melalui teknik penglihatan dan perabaan dalam pendugaan lemak tubuh yang mudah yang dapat digunakan baik pada peternakan komersial maupun penelitian (Saputri et al., 2008). Praktikan mengamati Body Condition Score (BCS) dari ternak tersebut yang meliputi 5 kriteria penilaian. Skor kondisi tubuh 1 apabila tulang pada daerah rusuk, pantat, dan paha kelihatan sangat menonjol. Skor kondisi tubuh 2 apabila tulang rusuk yang menonjol kurang dari tiga, daerah rusuk, pantat dan paha terlihat tipis. Skor kondisi tubuh 3 apabila untuk kondisi kurus, tetapi tidak ada lagi tulang rusuk yang menonjol. Skor kondisi tubuh 4 apabila kondisi tubuh sedang, daerah rusuk, pantat, dan paha terlihat sudah berisi. Skor kondisi tubuh 5 apabila kondisi gemuk, induk terlihat bulat berisi dan daerah perut dan paha padat penuh dengan daging.
Penilaian ternak sapi dapat dilihat dari 4 cara yaitu pandangan samping, pandangan belakang, pandangan depan, dan perabaan. Penilaian pandangan samping dapat dilakukan dengan penilaian yang dilakukan pada jarak 3 m sampai 4.5 m dan memperhatikan kedalaman tubuh sapi, keadaan lutut, kekompakan bentuk tubuh, ketebalan legok lapar, pinggul dan kaki. Penilaian pandangan belakang dapat dilakukan dengan penilaian yang dilakukan pada jarak kurang lebih 3 m dan memperhatikan kelebaran pantat, kedalaman otot, kelebaran dan kepenuhan pantat serta keserasian berdiri pada tumpuan kaki-kakinya. Penilaian pandangan depan dapat dilakukan dengan penilaian pada jarak kurang lebih 3 m dan memperhatikan bentuk dan ciri-ciri kepala, kebulatan bagian rusuk, kedalaman dada, dan keadaan pertulangan serta keserasian kaki depan. Penilaian dengan cara perabaan untuk menentukan tingkat dan kualitas akhir melalui perabaan yang dirasakan melalui ketipisan, kerapatan dan kelunakan kulit serta perlemakannya Purwadi et al., (2005). Berikut adalah data Body Condition Score (BCS) yang dilakukan di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan berdasarkan sampel sapi secara acak :
Tabel 1. Penilaian Ternak
Bangsa | No. identifikasi | Nilai | Ciri-ciri |
Jawa | – | 3 | Sesuai SKT 3 |
PO
Jawa |
–
– |
2
4 |
Sesuai SKT 2
Sesuai SKT 4 |
Berdasarkan data tabel tersebut, diketahui bahwa sapi Jawa memiliki nilai 3 dengan ciri-ciri kondisi kurus, tetapi tidak ada lagi tulang rusuk yang menonjol. Sapi PO memiliki BCS dengan nilai 2 dengan ciri-ciri tulang rusuk yang menonjol kurang dari tiga, daerah rusuk, pantat dan paha terlihat tipis. Sapi jawa memiliki BCS dengan nilai 4 dengan ciri-ciri kondisi tubuh sedang, daerah rusuk, pantat, dan paha terlihat sudah berisi. Penilaian pada ternak dapat dilakukan berdasarkan BCS (Body Condition Score) sangat berhubungan antara kandungan nutrisi ransum dan cadangan energi tubuh induk mempengaruhi munculnya estrus (Winugroho, 2002) dan dapat dievaluasi melalui Body Condition Score (BSC) (Moraes, et al., 2007; Bridges et al., 2006). Indikator BCS sangat penting untuk mengevaluasi pengelolaan dan dapat digunakan sebagai alat untuk mengoptimasikan produksi, mengevaluasi kesehatan dan status nutrisi (Neary, 2007). Eversole et al. (2009) menjelaskan bahwa secara visual skor kondisi tubuh dari sapi dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1. BCS pada sapi
Eversole et al. (2009)
Penanganan ternak sebelum program pembibitan.
Penanganan ternak sebelum program pembibitan kali ini praktikan melakukan diskusi dan dijelaskan oleh asisten mengenai penanganan ternak sebelumprogram pembibitan yang baik. Berdasarkan penjelasan dari asisten didapatkan hasil bahwa penanganan ternak sebelum program pembibitan yang baik adalah ketika ternak datang maka ternak akan dikarantina terlebih dahulu selama kurang lebih 1 minggu, karantina ini bertujuan agar ternak yang baru datang tersebut dapat melakukan adaptasi dengan suasana barunya terutama menyesuaikan dengan pakan yang diberikan. Ternak terlebih dahulu diberi pakan jerami, setelah itu baru diberikan pakan sesuai dengan pakan yang ada di peternakan tersebut dengan ditambahkan vitamin B kompelks agar kondisi ternak tetap sehat. Recording baru dilakukan ketika ternak sudah bisa beradaptasi. Recording yang dilakukan meliputi identifikasi ternak yang meliputi kelahiran, mutasi ternak, berat badan, umur, dan kondisi kesehatan ternak.
Siregar (2008), menyatakan bahwa sapi betina yang terlalu kurus umumnya akan menghasilkan anak yang kondisinya lemah karena kekurangan nutrisi, sementara induk yang terlalu gemuk akan mengalami kesulitan ketika melahirkan di samping itu pemberian vitamin dan pengadaptasian ternak juga faktor penting untuk penanganan ternak sebelum program pembibitan dilaksanakan. Ngadiyono (2012), menjelaskan bahwa penanganan ternak yakni ditimbang. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan pakan yang akan diberikan sesuai dengan berat badan ternak. Fikar dan Ruhyadi (2010), menyatakan bahwa hal-hal yang perlu dilakukan pada pedet yang baru lahir adalah membersihkan pedet dan memotong tali pusar, mengukur berat lahir, pemberian tanda atau identifikasi pedet, sedangkan penanganan untuk pedet lepas sapih adalah pemberian konsentrat ditambah dan diberi obat cacing. Berdasarkan literatur yang ada, dapat disimpulkan bahwa penanganan ternak sebelum pembibitan sudah dibilang baik.
Pendataan (Recording)
Tahapan recording.
Tahapan recording, praktikan melakulan diskusi dan dijelaskan oleh asisten mengenai tahapan recording yang baik. Tahapan recording yang baik berdasarkan hasil diskusi dan dijelaskan oleh asisten adalah pengidentifikasian ternak dan kemudian pengelompokan ternak berdasarkan jenis ternak, umur ternak. Jenis kelamin, dan juga apakah ternak tersebut bunting atau tidak.
Macam recording.
Praktikum macam recording, praktikan melakukan diskusi dan dijelaskan oleh asisten mengenai macam recording yang baik. Berdasarkan diskusi dan penjelasan dari asisten, diketahui bahwa macam recording yang dilakukan meliputi recording pakan yang meliputi sisa pakan, pakan yang diberikan, dan jenis atau bahan pakan. Recording kelahiran yang meliputi berat pedet lahir, berat induk, bangsa, dan jenis kelamin. Recording kematian yang meliputi penyebab kematian, jenis penyakit, dan tanggal kematian. Recording kesehatan yang meliputi jenis penyakit, jenis obat yang diberikan, gejala penyakit, penyebab penyakit, penanganan yang dilakukan, reproduksi ternak, Inseminasi Buatan (IB), dan siklus estrus. Recording mutasi ternak yang meliputi penyebab ternak dipindahkan, asal ternak, bangsa ternak, dan berat badan ternak.
Kegiatan rekording sapi di negara yang sudah maju, umumnya terdiri dari dua tahapan utama, yaitu kegiatan pencatatan performans ternak dengan melakukan pengisian kartu rekording untuk masing-masing individu ternak; dan mengirimkan informasi dalam catatan kepada pusat data yang akan diproses menggunakan komputer. Oleh karena itu catatan yang dilibatkan meliputi registrasi kelahiran bagi semua sapi, menggunakan Cattle Pasport Center (CPC). Setiap peternak harus melakukan registrasi ternaknya yang lahir dalam waktu 20 hari setelah lahir, memberikan nomor, dan melaporkan ke CPC dalam waktu 7 hari setelah registasi, rekording mutasi ternak, dengan mencatat dan melaporkan perpindahan ternaknya dalam waktu 7 hari setelah kejadian. Catatan ini meliputi kelahiran, kematian, kedatangan atau pengiriman ternak; dan catatan kematian bagi semua ternak harus segera dilaporkan ke CPC dalam waktu 7 hari dengan menyerahkan kembali kartu ternak (Hakim et al., 2010). Berdasarkan literatur tersebut, dapat disimpulkan bahwa recording yang dilakukan sudah baik.
Komposisi dan Struktur Ternak
Pengamatan komposisi ternak dilakukan dengan mengamati dan menghitung banyaknya ternak yang meliputi ternak anakan (pedhet), muda (lepas sapih), dan ternak dewasa berdasarkan dengan jenis kelamin ternak dan bangsa dari ternak tersebut. Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data bahwa komposisi ternak tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi ternak sapi
Bangsa | Anak | Muda | Dewasa | Total | |||
Jantan | Betina | Jantan | Betina | Jantan | Betina | ||
Jawa | 1 | 1 | – | 2 | – | 4 | 8 |
PO | – | – | – | 2 | – | 2 | 4 |
Total | 1 | 1 | – | 4 | – | 6 | 12 |
Komposisi ternak yang terdapat di tempat ini didominasi oleh ternak betina. Ternak betina lebih banyak karena tujuan dari pemeliharaan ternak. Di Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan di Fakultas Peternakan bertujuan pembibitan, bukan penggemukan. Bangsa sapi yang dipelihara di tempat ini adalah jenis sapi Jawa dan sapi Peranakan Ongole (PO). kedua bangsa sapi ini dipilih karena kemampuan sapi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baik. Widi et al (2008), menyatakan bahwa jumlah ternak betina jauh lebih banyak dibanding ternak jantan dapat diindikasikan tujuan pemeliharaan ternak tersebut adalah untuk Breeding (penyedia bakalan). Berdasarkan hasil yang diperoleh, komposisi ternak sudah sesuai dengan literatur.
Perkandangan
Lokasi.
Lokasi dari kandang yang dilakukan praktikum kali ini adalah berada di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kandang di sini berdekatan dengan jalan umum, pemukiman warga, kampus, sumber air, dan juga sumber listrik. Fikar dan Dadi (2010) menyatakan bahwa syarat lokasi pembibitan sapi yaitu akses jalan yang baik, ketersediaan air bersih mencukupi, sirkulasi udara baik, serta keamanan dan kondisi sosial masyarakat baik. Persyaratan lokasi peternakan sapi berdasarkan peraturan Menteri Pertanian Nomor 54/Permentan/OT.140/10/Tahun 2006 tentang beternak sapi yang baik yaitu tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD) setempat, mempunyai potensi sebagai sumber bibit sapi potong dan dapat ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit ternak, terkonsentrasi di satu kawasan atau satu Village Breeding Center (VBC) atau satu unit pembibitan ternak.
Tata letak kandang.
Praktikum tata letak kandang, praktikan memahami tata letak kandang ternak potong Fakultas Peternakan UGM, kemudian digambarkan dalam bentuk layout. Tata letak kandang merupakan suatu penempatan segala bagian kandang yang sesuai, sehingga didapatkan efisiensi pemeliharaan dan tidak mengganggu kegiatan peternakan lainnya. Menurut Yulianto dan Cahyo (2010) agar usaha ternak berjalan dengan baik diperlukan penataan di areal kandang tersebut. Hal ini karena kandang yang dibutuhkan tidak hanya kandang untuk pemeliharaan ternaknya saja, tetapi juga bangunan atau sarana pendukung lainnya.
Layout kandang dibuat dengan tujuan untuk memberikan gambaran tentang tata letak dan kondisi dari kandang tersebut. Kandang ternak yang ada di Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan kondisinya sudah cukup baik dan tertata rapi, selain itu juga kondisi kandang sudah cukup mendapatkan penyinaran matahari, lantai kandang dan kandang mudah dibersihkan, agak jauh dari pemukiman dan memiliki lahan yang lumayan luas untuk memungkinkan melakukan perluasan kandang. Ginting (2009) menyatakan bahwa syarat kandang yang baik adalah berada di tempat yang kering atau tidak mudah tergenang air, harus segar (cukup ventilasi agar pertukaran udara berjalan baik, cukup cahaya matahari, bersih, dan minimal berjarak 5 meter dari rumah), lantai kandang mudah dibersihkan dan lebih tinggi dari tanah sekitarnya, kandang harus kokoh, lahan cukup luas dan udara sekitarnya tidak tercemar, jauh dari keramaian dan lalu lalang orang.
Gambar 2. Layout kandang Fakultas Peternakan UGM
Kandang ternak di Laboratorium Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan memiliki tata letak yang sudah cukup baik dan tertata. Gudang pakan terletak didekat kandang sehingga memudahkan dalam distribusinya kepada ternak. Kandang umbaran terletak di dekat kandang ternak bunting sehingga mempermudah ketika akan melakukan exercise pada ternak. Arisuma (2005), menyatakan bahwa letak kandang harus mudah dijangkau untuk mempermudah manajemen pemeliharaan ternak. Dapat disimpulkan, tata letak ruang di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan sudah baik. Santosa (2006), menyatakan sebelum kandang dibangun perlu dipertimbangkan adanya tempat pengolahan kotoran, gudang, tempat naik turunnya ternak dari kendaraan pengangkut, tempat pengeringan jerami, serta tempat pengolahan pupuk kandang dan limbah cair. Perencanaan pembangunan kandang juga perlu memperhatikan faktor letak dan iklim setempat, bahan bangunan, dan konstruksi kandang. Berdasarkan literatur yang ada, dapat disimpulkan bahwa tataletak kandang yang ada di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan sudah baik.
Karakteristik kandang.
Praktikum karakteristik kandang dilakukan dengan mengamati karakteristik kandang yang meliputi jenis kandang, atap kandang, dinding kandang, alas kandang, ukuran lokal kandang, isi ternak, ukuran bangunan kandang, ukuran tempat pakan, ukuran tempat minum, ukuran selokan, kemiringan kandang, kemiringan selokan, dan floor space. Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh data karakteristik kandang yang tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik kandang sapi
Pengamatan | Kandang | |||
1 | 2 | 3 | ||
Jenis Kandang | Kandang indivdu | Kandang umbaran | Kandang individu | |
Atap | Monitor | Gable | Monitor | |
Dinding | Semen | Besi | Semen | |
Alas | Cone block | Cone block | Cone block | |
Ukuran Lokal Kandang | p = 15,25 m
l = 9,25 m |
p = 24,35 m
l = 6,1 m |
p = 23,75 m
l = 3,7 m |
|
Isi Ternak | – | 4 ekor | 7 ekor | |
Ukuran Bangunan Kandang | p = 27,83 m
l = 11,8 m |
p = 4,4 m
l = 5,1 m |
p = 25,4 m
l = 10,25 m |
|
Ukuran Tempat Pakan | p = 86 cm
l = 61 cm |
p = 75 cm
l = 58 cm t = 40 cm |
p = 76 cm
l = 58 cm t = 23 cm |
|
Ukuran Tempat Minum | p = 36 cm
l = 62 cm t = 28 cm |
p = 60 cm
l = 58 cm t = 40 cm |
p = 93 cm
l = 58 cm t = 23 cm |
|
Ukuran Selokan | p = 30 m
l = 4,8 cm |
– | p = 28,8 m
l = 30 cm |
|
Kemiringan Kandang | 3% | – | 3% | |
Kemiringan Selokan | 4% | – | 1% | |
Floor Space | p = 3,75 m
l = 1,5 m |
– | p = 3,7 m
l = 2,8 m |
Hasil dari tabel 3 menunjukkan bahwa kandang 1 merupakan jenis kandang individu dengan jenis atap monitor dan dinding terbuat dari semen serta alasnya terbuak dari cone block. Ukuran lokal kandang tersebut memiliki panjang 15,25 m dan lebar 9,25 m serta ukuran bangunan kandang memiliki panjang 27,83 m dan lebar 11,8 m dengan kemiringan kandang sebesar 3% serta floor space kandang tersebut panjangnya 3,75 m dan lebar 1,5 m. Ukuran tempat pakan memiliki panjang 86 cm dan lebar 62 cm dan ukuran tempat minum memiliki panjang 36 cm, lebar 62 cm dan kedalaman 28 cm. panjang dari selokan yang ada dari kandang tersebut adalah 30 m dan lebarnya 4,8 cm dengan kemiringan selokan sebesar 4%. Menurut Ngadiyono (2012) kandang individu adalah kandang yang hanya diisi satu ekor ternak pada setiap petak. Luas kandang atau petak yang dibutuhkan adalah 3 m2 sampai 4 m2 per ekor.
Kandang 2 merupakan jenis kandang umbaran dengan jenis atap gable dan dinding terbuat dari besi serta alasnya terbuak dari cone block. Ukuran lokal kandang tersebut memiliki panjang 24,35 m dan lebar 6,1 m serta ukuran bangunan kandang memiliki panjang 5,1 m dan lebar 4,4 m dengan berisikan sebanyak 4 ekor ternak. Ukuran tempat pakan memiliki panjang 75 cm, lebar 58 cm dan kedalaman 40 cm serta ukuran tempat minum memiliki panjang 60 cm, lebar 58 cm dan kedalaman 40 cm. Ngadiyono (2012) menyatakan bahwa kandang kelompok adalah kandang yang diisi oleh lebih dari satu ekor ternak pada setiap petak. Sapi yang dipelihara dengan sistem lepas dan berkelompok membutuhkan luasan kandang yang lebih fleksibel, yang penting sapi dapat makan dan tidaur secara bersama-sama pada saat yang sama. Menurut Yulianto dan Saparinto (2010), kandang koloni merupakan kandang dengan model yang dapat ditempati populasi sapi tanpa adanya sekat. Sapi dapat bergerak bebas kemanapun selama masih berada di areal kandang. Kandang koloni hanya terdiri dari satu bangunan atau ruangan, tetapi digunakan untuk ternak dalam jumlah banyak. Sebuah kandang koloni yang berukuran 7 m x 9 m dapat menampung 20 sampai 24 ekor sapi.
Kandang 3 merupakan jenis kandang individu dengan jenis atap monitor dan dinding terbuat dari semen serta alasnya terbuak dari cone block. Ukuran lokal kandang tersebut memiliki panjang 23,75 m dan lebar 3,7 m serta ukuran bangunan kandang memiliki panjang 25,4 m dan lebar 10,25 m dengan kemiringan kandang sebesar 3% serta floor space kandang tersebut panjangnya 3,7 m dan lebar 2,8 m dan ditempati sebanyak 7 ekor ternak sapi. Ukuran tempat pakan memiliki panjang 76 cm, lebar 58 cm dan kedalaman 23 cm serta ukuran tempat minum memiliki panjang 93 cm, lebar 58 cm dan kedalaman 23 cm. Panjang dari selokan yang ada dari kandang tersebut adalah 28,8 m dan lebarnya 30 cm dengan kemiringan selokan sebesar 1%. Kandang individual/tunggal merupakan pemeliharaan ternak disuatu areal terbatas dan ruang gerak ternak dibatasi hingga sulit bergerak. Pembatasnya dapat berupa sekat-sekat. Ada beberapa cara menempatkan sapi dalam kandang individual diantaranya stall tunggal, stall ganda face to face, stall ganda tail to tail. Kandang dengan sistem paduan merupakan usaha ternak sapi yang dilakukan dengan digembalakan dan dikandangkan (Yulianto dan Saparinto, 2010). Mulyono (2005) menyatakan kandang beranak dan menyusui merupakan kandang yang di khususkan untuk induk yang varu saja melahirkan dan kemudian menyusui anaknya. Masing-masing induk yang mempunyai anak sebelum umur satu bulan, sebaiknya tidak dicampur dengan induk yang beranak lainnya.
Karakteristik kandang meliputi spesifikasi kandang, ukuran kandang, dan perlengkapan kandang. Sebelum membahas mengenai ketiga unsur karakteristik kandang diatas, perlu diketahui dulu persyaratan umum tentang kandang. Persyaratan kandang yang baik dan sehat antara lain luas ruangan sesuai dengan bangsa sapi, umur, jenis kelamin, dan jumlah sapi yang dipelihara, spesifikasi disesuaikan dengan kondisi daerah setempat, bahan yang digunakan dipilih dari bahan yang relatif kuat, tidak terkontaminasi bahan beracun atau bibit penyakit dan tahan lama, biaya relatif mudah, memiliki sistem ventilasi yang baik dan menjamin lancarnya arus pergantian udara, cukup mendapat sinar mathari, khususnya sinar matahari pagi, dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat untuk minum sesuai dengan kebutuhan ternak, bahan dan alat yang digunakan tidak menyulitkan dalam pembersihan dan sanitasi, kandang ganda perlu dilengkapi dengan lorong yang cukup lebar dan menjamin kemudahan bagi lalu lintas kegiatan (Rianto dan Purbowati, 2010).
Berdasarkan data dari Tabel 3 diketahui bahwa jenis atap pada kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan adalah jenis monitor dan gable. Rasyid dan Hartati (2007) menyatakan bahwa model atap kandang dibagi menjadi empat macam yaitu atap monitor, semi monitor, gable dan shade. Model atap untuk daerah dataran tinggi hendaknya menggunakan shade atau gable, sedangkan untuk dataran rendah adalah monitor atau semi monitor. Atap kandang yang digunakan di kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan adalah model monitor dan gable. Berdasarkan literature, model atap kandang yang digunakan sudah sesuai, karena kandang dibangun pada daerah yang panas.
Gambar 2. Macam Model Atap Kandang
(Rasyid dan Hartati, 2007)
Jenis dinding yang ada pada kandang tersebut tersebut terbuat dari semen dan juga dari besi. Menurut Yulianto dan Saparinto (2010), dinding kandang dapat terbuat dari tembok, anyaman bambu, papan, lembaran seng, atau kisi-kisi kawat atau bambu. Pembuatan kandang tersebut dikenal adanya dinding kandang tertutup dan setengah terbuka. Dinding kandang tertutup yaitu dinding menutup sisi-sisi kandang secara penuh, sementara dinding kandang setengah terbuka yaitu dinding yang hanya menutup sekitar setengah dari tinggi kandang. Menurut Rianto dan Purbowati (2010), dinding kandang berguna untuk membentengi ternak agar tidak lepas, menahan angin, dan menahan suhu udara agar tetap nyaman.
Lantai dari kandang sapi yang ada di Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan terbuat dari cone block dengan kemiringan kandang sebesar 3%. Menurut Rasyid dan Hartatik (2007), lantai kandang harus selalu terjaga drainasenya, sehingga untuk lantai kandang non litter dibuat miring ke belakang untuk memudahkan pembuangan kotoran dan menjaga kondisi lantai tetap kering. Kemiringan lantai berkisar antara 2% sampai 5%, artinya setiap panjang lantai 1 meter maka ketinggian lantai bagian belakang menurun sebesar 2 cm sampai 5 cm.
Gambar 4. Kemiringan Lantai Kandang dan Ukuran Selokan
(Rasyid dan Hartati, 2007).
Ukuran dan jenis tempat pakan serta tempat minum dari tiap kandang berbeda, ada tempat pakan yang berbentuk kotak serta ada juga yang berbentuk tabung. Menurut Yulianto dan Saparinto (2010), tempat pakan dan minum harus didiesain agar ternak tidak mudah masuk dan menginjak-injak pakan atau minumnya, mudah dibersihkan, dan terbuat dari bahan yang tidak berbahaya. Ukuran tempat pakan ideal adalah lebar 60 cm, tinggi 60 cm, dan panjang sepanjang tempat ternak. Tempat minum biasanya berukuran sepertiga bagian dari tempat pakan. Sebaiknya tempat pakan dan tempat minum satu dengan lainnya dibuat bersekat untuk mencegah penyebaran penyakit.
Gambar 3. Tempat Pakan dan Tempat Minum
(Rasyid dan Hartati, 2007).
Fasilitas, perlengkapan, dan peralatan kandang.
Fasilitas, perlengkapan, dan peralatan pendukung kandang dilakukan dengan diamati dan kemudian dicatat jenis fasilitas, perlengkapan dan peralatan yang ada beserta jumlah dan juga fungsi dari masing-masing.
Tabel 4. Fasilitas kandang
Fasilitas | Jumlah | Fungsi |
Toilet | 2 | Tempat kamar mandi, BAB dan BAK |
Gudang pakan | 1 | Tempat menampung / menyimpan pakan |
Ruang asisten | 1 | Tempat istirahat asisten |
Ruang diskusi | 1 | Tempat berdiskusi |
Gudang jerami | 2 | Tempat menyimpan pakan jerami |
Ruang istirahat | 1 | Tempat istirahat |
Fasilitas kandang dibuat dengan tujuan untuk lebih menunjang aktivitas yang dilakukan di kandang yang meliputi pemberian pakan, perawatan ternak serta pembersihan kandang. Menurut Rasyid dan Hartati, (2007), beberapa perlengkapan kandang untuk sapi potong meliputi: palungan yaitu tempat pakan, tempat minum, saluran drainase, tempat penampungan kotoran, gudang pakan dan peralatan kandang. Disamping itu harus dilengkapi dengan tempat penampungan air yang terletak diatas (tangki air) yang dihubungkan dengan pipa ke seluruh kandang. Menurut Widi et al., (2008), fasilitas yang harus ada dalam suatu peternakan diantaranya adalah kandang ternak, lahan hijauan, gudang pakan, pos keamanan, dan pengolahan limbah.
Tabel 5. Perlengkapan kandang
Perlengkapan | Jumlah | Fungsi |
Tempat pakan | 21 | Tempat / wadah pakan ternak |
Tempat minum | 18 | Tempat / wadah minum ternak |
Timbangan | 1 | Untuk menimbang ternak |
Perlengkapan kandang yang ada di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan terdiri dari tempat pakan, tempat minum, dan timbangan. Perlengkapan kandang berfungsi untuk membantu memudahkan dalam melakukan perawatan terhadap ternak terutama dalam hal pemeliharaan ternak. Menurut Rasyid dan Hartati (2007), beberapa perlengkapan kandang untuk sapi potong meliputi: palungan yaitu tempat pakan, tempat minum, saluran drainase, tempat penampungan kotoran, gudang pakan dan peralatan kandang.
Tabel 6. Peralatan kandang
Peralatan | Jumlah | Fungsi |
Troli | 1 | Untuk mengangkut feses dan sampah |
Sekop | 3 | Untuk mengambil dan membersihkan feses |
Ember kecil | 4 | Membantu membawa dan mengambil air |
Ember besar | 5 | Membantu membawa dan mengambil pakan |
Selang air | 1 | Membantu membersihkan kandang dan selokan kandang |
Serok pakan | 2 | Mengambil dan membersihkan pakan |
Serok feses | 2 | Membersihkan, mengumpulkan dan mengambil feses |
Sapu | 1 | Menyapu sampah dan pakan yang terbuang |
Copper | 1 | Mencacah hijauan agar menjadi lebih kecil |
Peralatan yang ada pada kandang meliputi troli, sekop, ember kecil dan besar, selang air, serok pakan dan feses, sapu serta copper. Peralatan kandang berfungsi untuk membantu memudahkan perawatan baik ternak maupun kandang agar kandang tetap dalam kondisi bersih sehingga ternak tidak mudah terjangkit penyakit. Menurut Yulianto dan Saparinto (2010), adapun peralatan kandang yang diperlukan sebagai berikut: alat suntik, vaksinasi, dan pengobatan; sekop untuk membersihkan kotoran dan mengaduk pakan konsentrat; ember plastik atau logam untuk mengangkut air, pakan, atau memandikan ternak; sapu lidi untuk membersihkan kandang; garu kecil untuk membersihkan sisa pakan dan kotoran; selang untuk saluran air; sikat untuk menggosok badan ternak; kereta dorong/gerobak untuk mengangkut sisa kotoran, sampah, sprayer untuk memberantas ektoparasit pada sapi; tali untuk mengikat dan keperluan lainnya.
Suhu dan kelembaban kandang.
Suhu dan kelembaban kandang diukur dengan menggunakan alat thermohygrometer, yaitu alat untuk mengukur suhu dan kelembaban sekaligus. Produksi ternak di daerah tropis dipengaruhi oleh iklim, baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu dengan mempengaruhi lingkungannya (Widi et al., 2008). Hasil yang diperoleh dari pengukuran suhu dan kelembaban tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Suhu dan kelembaban kandang
Waktu | Suhu (0C) | Kelembaban (%) | THI |
Pagi | 27,2 | 98 | |
Siang | 33,8 | 55 | |
Sore | 30,8 | 68 |
Menurut Ngadiyono (2012), temperatur idela untuk ternak sapi adalah 17ᵒC sampai dengan 27ᵒC sedangkan kelembaban lingkungan yang ideal berkisar antara 60% sampai dengan 70%. Temperatur dan kelembaban keduanya saling mempunyai keterkaitan. Temperatur dan kelembaban lingkungan akan mempengaruhi frekuensi respirasi, frekuensi pulsus, dan temperatur rektal. Tinggi tempat mempengaruhi tinggi rendahnya kelembaban udara yang sangat berpengaruh terhadap hilangnya panas dari tubuh hewan sehingga penting untuk mengimbangi rata-rata hilangnya panas dari tubuh. Menurut Abidin (2002), tingkat kelembapan tinggi (basah) cenderung berhubungan dengan tingginya peluang bagi tumbuh dan berkembangnya parasit dan jamur. Sebaliknya, kelembapan rendah (kering) menyebabkan udara berdebu, yang merupakan pembawa penyakit menular. Kelembapan ideal bagi sapi potong adalah 60% sampai 80%.
PAKAN
Bahan pakan.
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat ternak makan, tidak membahayakan bagi ternak, dan menghasilkan energi. Pakan sangat penting diperlukan untuk pertumbuhan ternak karena mengandung zat gizi, oleh karena itu pakan harus tersedia terus. Pakan yang umum diberikan berupa hijauan, tetapi pada saat ketersediaan hijauan berkurang maka perlu dilakukan pengawetan atau penambahan pakan penguat (Mulyono, 2005). Bahan pakan atau yang dulu disebut bahan makanan ternak (feed) adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, dapat dicerna sebagian atau seluruhnya, dan tidak mengganggu kesehatan pemakannya. Bahan pakan diklasifikasikan menjadi 8 kelas, yaitu kelas 1 hijauan kering, kelas 2 hijauan segar, kelas 3 silase, kelas 4 sumber energi, kelas 5 sumber protein, kelas 6 sumber mineral, kelas 7 sumber vitamin, kelas 8 aditif pakan (Winugroho, 2002).
Tabel 7. Bahan pakan
Bahan pakan | BK (%) | PK (%) | Harga/kg (Rp) | Asal |
Kleci | 3700 | Imogiri | ||
Nutrifeed | 2000 – 3000 | Klaten | ||
Pollar | Jogja | |||
Hijauan | Gratis | Kebun |
Pakan utama sapi adalah hijauan, tetapi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak perlu diberikan konsentrat. Konsentrat dan pakan lain yang dimaksudkan sebagai penguat tidak boleh diberikan terlalu banyak. Konsentrat yang diberikan pada ternak merupakan campuran kleci dan nurisifeed yang didapat dari Imogiri dan Klaten. Pakan hijauan diambil dari kebun dekat kandang Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan, hijauan yang diberikan berupa rumput Gajah (Penisetum purpureum cv Gajah) yang telah dicacah dengan menggunakan copper untuk kemudian diberikan ke ternak. Menurut Santosa (2006) bahan pakan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu konsentrat dan bahan berserat. Konsentrat berupa bijian dan butiran serta bahan berserat yaitu jerami dan rumput yang merupakan komponen penyusun ransum. Menurut Cahyo (2003), pakan merupakan salah satu unsur yang sangat vital dalam pemeliharaan ternak. Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat menyebabkan defisiensi makanan sehingga tenak mudah terserang penyakit. Oleh karena itu, penyediaan dan pemberian pakan harus diupayakan secara terus menerus sesuai dengan standar gizi menurut tingkatan umur ternak. Abidin (2006) menjelaskan bahwa bahan pakan yang baik adalah bahan pakan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta tidak mengandung racun yang dapat membahayakan ternak yang mengkonsumsinya.
Metode pemberian.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, metode pemberian konsentrat diberikan dalam bentuk kering dan pakan rumput gajah diberikan dalam bentuk cacahan yang sudah dicacah dengan menggunakan copper. Menurut Ngadiono (2012) pemberian pakan konsentrat dilakukan dengan metode kering, yaitu konsentrat disusun dan diberikan dengan tidak menambahkan air dalam racikan konsentrat. Pakan hijauan diberikan dengan cara chopping terlebih dahulu hijauan yang akan diberikan untuk memudahkan sapi dalam mengonsumsi pakan. Ngadiyono (2012) menyatakan bahwa konsentrat yang baik adalah dalam bentuk kering, dan apabila digenggam dan kemudian dilepaskan, tidak menggumpal. Penggunaan pakan (misalnya ampas tahu, ampas ketela) dalam keadaan basah dapat dilakukan, namun harus segera dimakan habis, sehingga tidak terjadi pembusukan yang dapat menggangu kesehatan ternak.
Pakan yang diberikan pada ternak ketika pagi hari berupa konsentrat dari campuran kleci, nutrifeed dan pollar dan diberikan sebanyak satu wadah bak besar, sedangkan ketika sore hari ternak diberikan hijauan berupa rumput gajah yang sudah diangin-anginkan dan kemudian dicacah dengan menggunakan copper lalu diberikan kepada ternak sebanyak satu wadah bak besar. Pemberian pakan pada sapi potong dapat dilakukan secara ad libitum dan restricted (dibatasi). Pemberian secara ad libitum sering kali tidak efisien karena akan menyebabkan bahan pakan banyak terbuang dan pakan yang tersisa menjadi busuk sehingga ditumbuhi jamur dan sebagainya yang akan membahayakan ternak bila termakan (Santosa, 2010) teknik pemberian ransum yang baik untuk mencapai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi pada penggemukan sapi potong adalah dengan mengatur jarak waktu antara pemberian konsentrat dengan hijauan. Pemberian konsentrat dapat dilakukan dua kali dalam sehari atau tiga kali dalam sehari semalam. Cara pemberian hijauan pada sapi yang digemukkan, sebaiknya dihindari pemberian yang sekaligus dan dalam jumlah yang banyak. Pemberian hijauan yang demikian ini akan berakibat pada banyaknya hijauan yang terbuang dan yang tidak dimakan sapi.
REPRODUKSI
Deteksi birahi.
Deteksi birahi dilakukan dengan cara mengamati ciri-ciri ternak birahi. Pengamatan dilakukan dengan cara visual. Pengamatan secara visual menurut Rismayanti (2010) dilihat dari ternak yang mengalami estrus adalah gelisah, ribut dan nafsu makan berkurang, mencoba menaiki ternak lain, menggerak-gerakan ekor dan sering kencing, berusaha menaiki pejantan dan yang penting mau atau diam bila dikawini pejantan, alat kelamin bagian luar sedikit membengkak, memerah dan kadang-kadang sedikit mengeluarkan lendir. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, ternak di kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan tidak terdapat ternak yang mengalami ciri-ciri seperti literature, sehingga tidak ditemukan ternak yang sedang birahi.
Deteksi birahi adalah keterampilan dalam melihat tanda birahi ternak sapi betina cukup berperan penting dalam menentukan keberhasilan perkawinan ternak sapi. Metode yang paling tepat untuk mengetahui sapi betina yang sedang birahi adalah dengan menggunakan bantuan sapi jantan. Hanya sapi jantan yang dapat mengetahui dengan pasti sapi betina yang sedang birahi. Sapi betina yang sedang birahi biasanya akan terus-menerus diikuti oleh sapi jantan dan berusaha untuk dinaiki sehingga terjadi proses perkawin. Deteksi birahi dapat juga dilakukan dengan menggunakan alat sensor dan disimpan di dalam kantung (pouch) yang pemasangannya direkatkan dengan plester pada bagian pinggul atas dekat pangkal ekor sapi betina. Alat sensor birahi ini akan mengirimkan sinyal melalui antenna yang terpasang pada menara yang berada disekitar lokasi pemeliharaan. Selanjutnya, sinyal ini ditransmisikan kekomputer sehingga dapat diketahui dengan akurat sapi betina mana yang sedang mengalami birahi (Santosa, 2010). Menurut Ngadiyono (2012), tanda-tanda birahi pada sapi betina adalah alat kelamin luar bengkak, jika dibuka tampak merah, basah, dan hangat, ekor digerakan sambil diangkat, jika pagkal ekor dipegang diam dan ekornya diangkat, menaiki sapi lainya atau diam bila dinaiki pejantan, gelisah (menguak/mengeluh) dan nafsu makan menurun, kadang-kadang keluar cairan putih bening dari vulva atau ada bekasnya disekitar paha dan ekor, dan sapi sering mengalami birahi tenang (silent heat), yakni tidak menunjukan gejala birahi tetapi mau dikawini.
Berdasarkan data hasil berdiskusi dengan asisten, diketahui bahwa ternak sapi biasanya dikawinkan pertama kali ketika berumur 18 bulan. Sapi baru dikawinkan pada umur 18 bulan karena selain sudah dewasa kelamin juga sudah dewasa tubuh sehingga lebih siap untuk bunting. Menurut Ngadiyono (2012), ketentuan dalam perkawinan sapi antara lain adalah umur mulai dikawinkan sapi betina pertama kali yaitu umur 1,5 sampai 2 tahun.
Ternak sapi biasanya baru mau melakukan perkawinan apabila sedang mengalami estrus, karena pada waktu itu serviks akan mengendur dan membuka sehingga memungkinkan untuk masuknya sperma ke dalam saluran reproduksi betina sehingga fertilisasi dapat terjadi. Menurut Ngadiyono (2012), ketentuan dalam perkawinan sapi adalah umur mulai dikawinkan, sapi betina pertama kali kawin umur 1,5 sampai 2 tahun, sapi jantan (pejantan) pertama kali mengawini umur 2,5 sampai 3 tahun. Perkawinan sesudah beranak, setelah anaknya umur 3 sampai 4 bulan atau setelah anak disapih. Perkawinan sebaiknya dengan kawin suntik (IB), jika dengan kawin alam, harus dengan pejantan yang baik. Perkawinan hanya dapat berhasil jika dilakukan pada saat betina birahi. Pedoman mengawinkan sapi yaitu apabila beirahi tampak pada pagi hari, maka harus dikawinkan pada hari itu juga, jika ditunda ampai hari berikutnya sudah terlambat. Apabila birahi tampak pada sore hari, maka harus dikawinkan pada pagi hari berikutnya, tidak lebih dari jam 11.00. Pejantan dapat digunakan sebagai pemacek 1 sampai 2 kali seminggu. Jika 18 sampai 24 hari setelah dikawinkan betina masih minta kawin lagi, perlu dikawinkan lagi. Keberhasilan perkawinan secara alam ditandai dengan hentakan dari pejantan seakan-akan mau melompati betina atau adanya bekas atau sisa sperma pada vulva sapi betina.
Metode perkawinan yang biasanya digunakan adalah dengan menggunakan metode Inseminasi Buatan (IB). Menurut Ngadiyono (2012), perkawinan sebaiknya dilakukan dengan IB, kerena jika dengan kawin alami maka harus dengan pejantan yang baik. Kawin suntik (Inseminasi buatan, IB) dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ternak sapi melalui penggunaan pejantan pilihan. Rianto dan Purbowati (2010) menyatakan keuntungan dari IB adalah penularan penyakit dari pejantan ke betina dapat dihindari, sperma yang diambil dari pejantan dapat diencerkan beberapa kali lipat sehingga dapat melayani banyak betina, mempermudah persilangan antar ras. Kawin dengan cara IB mempunyai nilai tambah seperti penyebaran bibit unggul bisa dilakukan dengan cepat, pejantan yang tidak bisa mengawini dapat diambil spermanya, dan ternak bertubuh kecil dapat dikawinkan dengan mudah. Sementara kelemahan dari IB adalah apabila pemilihan pejantan tidak tepat, penyebaran bibit jelek juga akan berlangsung dengan cepat. Pelaksanaan IB yang tidak hati-hati dapat mengakibatkan penyebaran penyakit cepat meluas. Terlalu banyak ternak yang mempunyai keturunan sama.
Deteksi kebuntingan.
Kebuntingan adalah suatu periode sejak terjadinya fertilisasi sampai terjadi kelahiran (Widayati et al., 2008). Berdasarkan hasil pengamatan pada saat praktikum, ditemukan sapi yang sedang bunting yang bernama Mince dengan ciri-ciri perut kanan membesar, tenang, ambing membesar, mother ability tinggi dan keluar lendir kental dari vulva. Sudarmono dan Sugeng (2011) menyatakan bahwa tanda-tanda awal terjadi kebuntingan pada ternak yaitu birahi berikutnya tidak muncul lagi, perilaku lebih tenang, tidak ingin mendekati atau didekati pejantan, nafsu makan meningkat, bobot badan bertambah, pada pertengahan kebuntingan perut sebelah kanan tampak semakin membesar, dan ambing membesar, sedangkan menurut dan Mulyono dan Sarwono (2008), beberapa tanda awal kebuntingan ketika ternak tidak menunjukkan birahi lagi, yaitu penampilannya tenang dan tidak suka didekati pejantan, pada pertengahan kebuntingan, perut sebelah kanan membesar diikuti dengan turunnya posisi ambing.
Deteksi kebuntingan dini pada ternak sangat penting bagi sebuah manajemen reproduksi sebagaimana ditinjau dari segi ekonomi. Mengetahui bahwa ternaknya bunting atau tidak mempunyai nilai ekonomis yang perlu dipertimbangkan sebagai hal penting bagi manajemen reproduksi yang harus diterapkan. Pemilihan metode tergantung spesies, umur kebuntingan, biaya, ketepatan dan kecepatan diagnose. Secara umum, diagnose kebuntingan dini diperlukan dalam hal yaitu, mengidentifikasi ternak yang tidak bunting segera setelah perkawinana atau inseminasi buatan, sehingga waktu produksi yang telah hilang karena infertilitas dapat ditekan dengan penanganan yang tepat, sebagai pertimbangan apabila ternak harus dijual atau di culling, untuk menekan biaya pada program pembibitan menggunakan teknik hormonal yang mahal, serta membantu manajemen ternak yang ekonomis (Fikar dan Ruhyadi, 2010).
Penanganan kelahiran
Proses kelahiran melibatkan beberapa proses fisiologis yang digunakan untuk mengeluarkan anak dan plasenta fetus yang sudah tidak digunakan melalui jalan peranakan (Widayati et al., 2008). Penanganan kelahiran yang dilakukan di kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangann meliputi penanganan ternak sebelum kelahiran, saat kelahiran, dan sesudah kelahiran. Penanganan ternak sebelum kelahiran meliputi pemberian pakan lebih intensif dengan kandungan nutrisi tinggi, dan alas kandang dilapisi dengan menggunakan jerami. Penanganan ternak pada saat kelahiran meliputi membantu ternak ketika melahirkan dengan membantu menarik fetus ketika induk sedang berkontraksi apabila induk tersebut melahirkannya tidak normal, dan setelah itu pengambilan plasenta dari dalam uterus induk. Penanganan ternak setelah kelahiran meliputi pembersihan lendir yang ada pada pedhet dengan diusap menggunakan kain yang sudah dibasuh dengan air hangat apabila induk tersebut memiliki mother ability yang jelek, kemudian diberikan kolostrum atau memandu pedhet untuk menuju ke ambing induknya, dan juga tali pusar yang ada pada pedhet segera dipotong dan diberikan iodine agar cepat kering dan menghindari infeksi.
Agar kelahiran berlangsung lancar dan selamat, diperlukan beberapa persiapan,yaitu: pembersihan kandang, lantai diberi alas atau tilam dari bahanbahan yang empuk seperti jerami kering atau serbuk gergaji, dan penyediaan iodium tincture (obat merah) atau betadine untuk dioleskan pada bekas potongan tali pusar. Jika anak sudah lahir segera oleskan jodium tincture pada bekas potongannya untuk mencegah infeksi. Induk biasanya akan langsung berdiri untuk membersihkan lendir yang menutup tubuh anak domba. Jika induk tidak mau menjilati anaknya, bersihkan cairan yang menempel dengan menggunakan kain lap yang bersih dan kering. Setelah anak lahir beberapa saat kemudian anak bisa langsung berdiri dan belajar menyusu untuk mendapatkan kolostrum. Apabila induk tidak mau menyusui anaknya, maka sebaiknya induk dipaksa dengan cara memegangnya agar anak dapat menyusu (Rismayanti, 2010). Langkah yang perlu diperhatikan penanganan segera setelah melahirkan adalah setelah melahirkan biarkan induk menjilat anak untuk membangun hubungan (kontak) induk-anak, sehingga induk akan mau merawat anak dengan baik dan untuk membersihkan dan mengeringkan tubuh anak dari cairan yang melekat agar dapat bernafas secara normal; pembersihan dapat dibantu menggunakan kain yang bersih; anak yang normal akan mampu berdiri dan menyusu dalam waktu 1 jam setelah dilahirkan; pastikan bahwa anak segera menyusui induk dalam 4 jam pertama setelah melahirkan, anak yang menyusui induk dalam kurun waktu 4 jam pertama setelah melahirkan akan mendapat kolostrum yang akan menguatkan daya tahan anak terhadap serangan penyakit, apabila anak yang baru lahir lemah sehingga tidak mampu menyusu, perlu dibantu menyusukan ke induk atau gunakan botol susu atau tabung alat suntik (tanpa jarum) berisi kolostrum yang diperah dari induknya (Ginting, 2009).
PERAWATAN DAN KESEHATAN TERNAK
Perawatan ternak.
Berdasarkan pengamatan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa perawatan ternak yang dilakukan di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan meliputi perawatan ketika ternak masuk, ketika pemeliharaan, dan ketika ternak keluar. Perawatan ketika ternak baru masuk meliputi ternak dikarantina terlebih dahulu dengan tujuan agar ternak tersebut bisa beradaptasi dengan suasana yang baru, kemudian diberikan vitamin B kompleks agar ternak tetap dalam kondisi sehat serta diberikan air gula untuk menggantikan energi dari ternak tersebut. Perawatan ketika pemeliharaan meliputi sanitasi yang mencakup sanitasi kandang, tempat pakan, dan tempat minum, kemudian pemberian pakan dan juga pemberian obat cacing setiap 3 bulan sekali untuk menghindari ternak terkena penyakit cacing. Perawatan ternak ketika keluar meliputi penimbangan ternak terlebih dahulu kemudian diberikan vitamin agar ternak tetap dalam kondisi sehat.
Pencegahan dan pengendalian penyakit
Pengamatan tentang pencegahan dan pengendalian penyakit dilakukan dengan cara diskusi dengan asisten. Hasil diskusi diketahui bahwa kegiatan pencegahan yang dilakukan meliputi sanitasi kandang dan ternak, pemberian obat cacing, dan pemantauan. Kegiatan pengendalian penyakit dilakukan dengan cara memberikan obat ketika ternak sedang sakit. Menurut Abidin (2002), upaya pencegahan penyakit bisa dilakukan dengan berbagai cara yaitu pemanfaatan kandang karantina, menjaga kebersihan sapi bakalan beserta kandangnya, dan vaksinasi berkala. Santosa (2006) menyatakan bahwa pencegahan agar hewan terhindar dari penyakit, yaitu dengan cara menjauhkan hewan sehat dari hewan sakit, menjaga kebersihan kandang, mengarantina hewan yang sudah terkena penyakit agar tidak berbaur dengan yang sehat, memeriksa kesehatan hewan secara teratur, dan melakukan vaksinasi secara teratur. Menurut Agus (2001), tindakan pencegahan penyakit yang baik adalah ternak yang dimasukan ke dalam area peternakan harus sehat dan bebas dari penyakit, kandang harus bebas dari genangan air, pemberian vaksinas secara teratur, sanitasi kandang, masuknya cahaya matahari ke kandang, ventilasi kandang yang baik, pemberian pakan yang baik, dan penggembalaan ternak sangat dianjurkan agar ternak dapat berolahraga dan mengendurkan otot-otot sehingga ternak menjadi sehat dan bugar. Ternak yang baru datang juga seharusnya dilakukan pengecekan kesehatan dan dilakukan karantina demi mencegah penyebaran penyakit yang kemungkinan dibawa.
Pemantauan ternak
Pemantauan ternak, praktikan mengamati kondisi kesehatan ternak secara visual kemudian didiskusikan dengan asisten tentang ciri-ciri ternak yang sehat dan ternak yang sakit. Berdasarkan diskusi yang dilakukan diketahui bahwa ciri-ciri ternak yang sehat meliputi ternak tersebut aktif, nafsu makan tinggi, mata bersinar, rambut halus, kulit bersih mengkilat, dan lendir pada hidung tidak berlebihan. Ciri-ciri ternak yang sakit berdasarkan hasil diskusi meliputi ternak pasif atau tidak aktif, nafsu makan menurun, mata sayu atau tidak bersinar, rambut kasar, kulit kusam, dan lendir pada hidung banyak. Santosa (2006), ciri-ciri ternak sehat yaitu makan teratur, pernafasan tenang dan teratur, hewan tidak kurus, kulit mulus tidak ada luka, mata jernih dan terang, tidak ada pembengkakan di sekitar mata, kulit elastis dan lemas, anus bersih, dan feses normal. Ciri-ciri ternak yang sakit yaitu, nafsu makan menurun, lesu, pernafasan cepat, kepala terkulai, hewan kurus, hidung dan mulut berdarah atau bernanah, mata buram dan merah, terdapat luka di mulut dan pucat, bulu kusam dan kotor, ada luka di permukaan kulit, kulit tidak lemas dan elastis, anus kotor, feses berlendir ada darah dan cacing, dan ada bengkak di bagian tubuh.
Penyakit yang sering muncul
Berdasarkan diskusi yang dilakukan dengan asisten tentang penyakit yang sering muncul pada ternak yang ada di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan diperoleh data bahwa penyakit yang sering muncul sebagai berikut :
Tabel . Penyakit yang sering muncul
Nama Penyakit | Gejala | Penyebab |
Diare | Feses cair | Pakan mengandung kadar air tinggi |
Cascado | Mata berair berwarna coklat | Lalat mengerubungi luka di mata |
Kembung | Perut membesar dan kembung | Hijauan terlalu segar dengan kadar air lebih dari 14% |
Luka | Terdapat luka | Tergores |
Abses | Kulit benjol besar berisi nanah | Luka bekas suntikan |
Dari tabel tersebut diketahui bahwa penyakit yang sering muncul pada ternak sapi yang ada di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan adalah diare, cascado, kembung, luka, dan abses. Penyakit-penyakit pada sapi antara lain anaplasmosis, anthrax, black leg, bloat (kembung), brucellosis (penyakit bang), diare (white scour), difteri (soremouth), penyakit mulut dan kuku, foot rot, founder, goiter (gondok), tetani rumput, penyakit Johne, ketosis, leptospirosis, lumpy jaw, edema malignan, mastitis, demam susu, pink eye, pneumania, penyakit red water dan vibriosis Siregar (2008).
Obat yang sering digunakan
Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan dengan asisten tentang obat yang sering digunakan untuk mengobati ternak sakit diperoleh data bahwa obat yang sering digunakan adalah sebagai berikut :
Tabel . Obat yang sering digunakan
Nama obat | Kandungan | Fungsi | Dosis |
Vermiprazol | Albendazol | Obat cacing | 10% BB |
Norit | Carbon aktif | Obat mencret | 8 – 9 butir |
Biosalamine | ATP | Penambah energi | 1 ml/10 kg BB |
Vit B Kompleks | Vit B kompleks | Penambah nafsu makan | 5 ml (dewasa) |
Gusanex | Dichlovention | Anti parasit | Secukupnya |
Penstreep | Penisilin, Dihidro Streptomicin Sulfat | Mastitis, gastrointestinal | 1 ml/ 20 kg BB |
Penanganan penyakit pada sapi yaitu, untuk penyakit scabies dengan diberi invomen diberikan secara injeksi dibagian subkutan, penyakit borok dapat diobati dengan disemprot obat megasunt atau gusanex yang berfungsi anti larva, iodine dan antiseptic digunakan untuk ternak yang luka atau memotong tali pusar pedet. Carbasunt digunakan untuk obat cascado dengan cara dioleskan, penanganan penyakit cacingan dengan cara diberi ivervet, dan vermiprazol. Obat untuk penanganan penyakit lainnya yaitu novaldon untuk analgesic atau penghilang rasa nyeri karena kekurangan mineral, medoxy-l untuk mengobati penyakit pada saluran pernapasan, biosolamine untuk penguat otot dan sebagai penguat daya tahan tubuh. Diare pada ternak dapat diobati dengan pemberian aquaprin dan norit. Colme chloramphenicol digunakan sebagai obat tetes mata, calsiject untuk injeksi atau infuse pada ternak yang kekurangan ion kalsium. Alkohol digunakan untuk sterilisasi pada luka. Vitamin yang dapat diberikan pada ternak antara lain injectamin untuk multivitamin, vitamin B kompleks sebagai vitamin B serta biosalamine.
LIMBAH PETERNAKAN
Macam Limbah
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa limbah yang dihasilkan di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan diantaranya adalah untuk limbah padat berupa feses dan sisa pakanm sedangkan untuk limbah cair berupa urin, sisa air minum, dan air hasil buangan dari pemandian sapi. Menurut Rianto dan Endang (2010), kotoran ternak terdiri dari feses dan sisa pakan yang tidak habis dimakan oleh ternak. Limbah yang ada akan menimbulkan permasalahan jika ada dalam jumlah banyak dan tidak diolah. Macam permasalahan yang muncul antara lain dapat menyebabkan polusi bagi lingkungan, seperti pencemaran udara, pencemaran tanah, dan pencemaran air.
Penanganan Limbah
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diketahui bahwa penanganan limbah yang ada di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan masih hanya sebatas ditampung untuk yang limbah padat dan dialirkan ke selokan untuk yang limbah cair. Limbah tersebut tidak dimanfaatkan atau dibuang begitu saja sehingga kurang menambah nilai guna dari limbah dan hanya menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan, baik itu pencemaran air, tanah, maupun udara. Menurut Bambang (2003), penanganan limbah padat dapat diolah menjadi kompos, yaitu dengan menyimpan atau menumpuknya, kemudian diaduk-aduk atau dibalik-balik. Perlakuan pembalikan ini akan mempercepat proses pematangan serta dapat meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan lalu dilakukan pengeringan untuk beberapa waktu sampai kira-kira terlihat kering. Penanganan limbah cair dapat diolah secara fisik, kimia dan biologi. Penanganan secara fisik digunakan untuk memisahkan partikel-partikel padat di dalam limbah. Pengolahan secara kimia digunakan untuk mengendapkan bahan-bahan berbahaya yang terlarut dalam limbah cair menjadi padat. Pengolahan secara biologi merupakan tahap akhir dari pengolahan kimia bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair.
PERMASALAHAN DAN SOLUSI
Permasalahan
Permasalahan yang ada di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan yaitu belum adanya pengolahan limbah tingkat lanjut sehingga feses yang ada hanya ditumpuk di tempat penampungan limbah. Manajemen reproduksi tidak dilakukan ketika praktikum berlangsung sehingga praktikan tidak mengetahui secara langsung proses reproduksi yang terjadi di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan.
Solusi
Solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan terutama penanganan limbah adalah dilakukan penanganan limbah yang lebih intensif sehingga dapat mengurangi polusi dan meningkatkan nilai ekonomi peternakan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa manajemen pemilihan dan seleksi ternak untuk pengadaan bibit, calon induk/pejantan dan bakalan, manajemen rerecording, manajemen perkandangan, manajemen pakan, manajemen reproduksi, serta manajemen perawatan dan kesehatan ternak di kandang Ternak Potong sudah sesuai dengan literatur. Manajemen penanganan limbah di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan belum sesuai dengan literatur karena belum ada penanganan pengolahan limbah yang bagus di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan.
Saran
Perlu dilakukan optimalisasi pengolahan limbah ternak. Adanya ternak pejantan sehingga dapat dilakukan untuk pengamatan pejantan unggul yang digunakan untuk breeding dan juga memudahkan peternak dalam melakukan deteksi birahi dengan menggunakan pejantan sehingga memudahkan dalam melakukan IB..
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2006. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Agus, Bambang. 2001. Memelihara Domba. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Arisuma, O. D. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Potong di PT. Widodo Makmur Perkasa Bogor Jawa Barat. Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Bambang, Cahyo. 2003. Pemeliharaan Ternak Sapi. BP.IPWI. Jakarta.
Eversole D., M. F. Browne, J. B. Hall, and R. E. Dietz. 2009. Body Condition Scoring Beef Cows. VirginiaTech Virginia State University. Virginia.
Fikar, Samsul dan Dadi Ruhyadi. 2010. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Potong. PT Agro Media Pustaka. Jakarta.
Ginting S.P. 2009. Pemeliharaan Induk dan Anak Kambing Masa Pra-Sapih. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Galang Deli Serdang. Sumatera Utara.
Hakim, L., G. Ciptadi., V. M. A. Nurgiartiningsih. 2010. Model Rekording Data Performans Sapi Potong Likal di Indonesia. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. J. Ternak Tropika Vol. 11 No.2:-61-73.
Mulyono S. 2005. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Neary, M., 2007. Body Condition Scoring in Farm Animals. Department of Animal Sciences, Purdue University.
Ngadiyono, N. 2012. Beternak sapi, PT. Citra Aji Parama.Yogyakarta.
Purwadi A., N. Delly, K. Karim, M.B.M. Amin, dan H. Natalie. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Sapi. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan. Palembang.
Rasyid, Ainur dan Hartati. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Rismayanti, Yayan. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya Ternak Domba. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian RI. Jawa Barat.
Santosa, Undang. 2006. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Saputri I. W., P. Surjowardojo, dan E. Setyowati. 2008. Journal of The Influence of Body Condition score on Steaming Up Period Toward Colostrum’s Amount and A Long Time of Colostrum Production of friesien Holstein Breed. Fakultas Peternakan Universitas Brawaijaya. Malang.
Sarwono B. 2003. Beternak Kambing Unggul. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Soedarmono, A. S dan Sugeng, Y. B. 2008. Sapi Potong. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Widayati, D. T., Kustono, Ismaya, Sigit, B. 2008. Bahan Ajar Mata Kuliah Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Widi, T.M., A. Agus, A. Pertiwiningrum, dan T. Yuwanta. 2008. Road Map Pengembangan Ternak Sapi Potong Provinsi D.I. Yogyakarta. Penerbit Ardana Media. Yogyakata.
Winugroho, M., 2002. Strategi Pemberian Pakan Tambahan untuk Memperbaiki Efisiensi Reproduksi Induk Sapi. Jurnal Litbang Pertanian, 21(1): 19-23.
Yulianto, P. dan S. Cahyo. 2010. Pembesaran Ternak Secara Intensif. PT Penebar Swadaya. Jakarta.