Laporan Praktikum Industri Ternak Potong Acara Kambing dan Domba
LAPORAN PRAKTIKUM
INDUSTRI TERNAK POTONG
Disusun oleh :
Nurus Sobah
13/349268/PT/06587
Kelompok XVI
Asisten Pendamping : Deni Setiadi
LABORATORIUM ILMU TERNAK POTONG, KERJA DAN KESAYANGAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri ternak potong merupakan usaha peternakan yang berskala besar. Usaha ternak potong terdiri dari breeding dan fattening. Breeding merupakan usaha untuk melakukan pengembangbiakan sedangkan fattening merupakan usaha pembesaran atau penggemukan. Kesempatan ini yang akan dibahas tentang usaha ternak potong breeding. Breeding bertujuan untuk pengembangbiakan untuk mendapatkan ternak yang memiliki sifat yang sama dengan induknya. Aspek yang harus diperhatikan dalam melakukan breeding yaitu manajemen kandang, seleksi dan pengadaan bibit, penilaian terhadap tubuh ternak, manajemen pakan, manajemen reproduksi, manajemen perawatan dan penangan limbah. Aspek tersebut sangat diperlukan untuk berlangsungnya usaha ternak potong.
Kambing dan domba merupakan hewan ternak yang menjadi salah satu komoditas utama masyarakat. Masyarakat dari kalangan bawah yang memelihara dalam jumlah kecil sampai kalangan tinggi yakni dalam bentuk industri. Kambing dan domba di Indonesia merupakan hasil persilangan dari negara lain. Domba diternakan di daerah tropika Afika dan Asia terutama untuk produksi dagingnya. Fungsi tambahan lainnya adalah untuk produksi wool, kulit, air susu dan pupuk (manure feaces).
Praktikum acara breeding kambing dan domba diharapkan dapat memanajemen pengelolaan komoditas kambing dan domba skala industri dengan baik. Hal ini meliputi seleksi dan pengadaan bibit, pakan, reproduksi, perawatan dan pengamanan biologis ternak, dan pengolahan limbah.
Tujuan Praktikum
Praktikan mengetahui sistem pemeliharaan ternak potong khususnya komoditas kambing dan domba dengan tujuan pemeliharaan untuk pembibitan (breeding).
Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum sistem pemeliharaan kambing domba adalah menambah keterampilan kerja dalam memelihara ternak, manajemen perkandangan, seleksi dan pengadaan bibit, manajemen pakan, manajemen reproduksi, manajemen perawatan, sanitasi, dan pencegahan penyakit, serta penanganan limbah terkait kegiatan breeding sapi potong dan menambah wawasan serta ilmu pengetahuan.
KEGIATAN PRAKTIKUM
Pemilihan dan Seleksi Ternak
Pemilihan Ternak
Kriteria Bibit Untuk Pembesaran. Pemilihan bibit untuk pembesaran kali ini praktikan melakukan diskusi dan dijelaskan oleh asisten mengenai kriteria bibit untuk pembesaran yang baik. Berdasarkan penjelasan dari asisten didapatkan hasil bahwa kriteria bibit untuk pembesaran yang baik adalah bibit dalam kondisi sehat, lincah atau aktif, kondisi fisik tidak ada yang cacat, dan bobot lahir normal yaitu sekitar 2 kg. Sarwono (2008), menyatakan bahwa bibit yang baik yaitu harus sehat, tampak bersemangat, aktif bergerak, kepala selalu tegak, mata bercahaya, rambut mengkilat, bentuk badan normal, badan besar atau sedang, kaki lurus, jarak antar kaki lebar, tulang rusuk berkembang, khusus untuk betina bentuk ambing besar, rasanya lembut kalau dipegang dan juga mudah dilipat-lipat, puting susu bergantung pada ambing, bentuk ambing besar dan simetris, dan memiliki sifat keibuan. Perbandingan hasil praktikum dengan literatur, pemilihan bibit yang dilakukan dikandang ternak potong sudah cukup baik. Berdasarkan literatur tersebut dapat disimpulkan bahwa kriteria pemilihan bibit untuk pembesaran sudah sesuai dengan literatur dan termasuk baik.
Kriteria Calon Induk dan/ Pejantan. Pemilihan calon induk dan pejantan kali ini praktikan melakukan diskusi dan dijelaskan oleh asisten mengenai kriteria calon induk dan pejantan yang baik. Berdasarkan penjelasan dari asisten didapatkan hasil bahwa kriteria calon indukan yang baik adalah memiliki pinggung lebar, ambing simetris, estrus teratur, tidak silent hit, memiliki kaki belakang dan pertulangan yang kuat, serta memiliki mothering ability yang baik.
Kriteria untuk calon pejantan meliputi testis simetris, memiliki libido yang tinggi, kaki belakang dan pertulangannya kuat, seta dada lebar dan dalam. Sarwono (2008), menyatakan bahwa bibit yang baik yaitu harus sehat, tampak bersemangat, aktif bergerak, kepala selalu tegak, mata bercahaya, rambut mengkilat, bentuk badan normal, badan besar atau sedang, kaki lurus, jarak antar kaki lebar, tulang rusuk berkembang, khusus untuk betina bentuk ambing besar, rasanya lembut kalau dipegang dan juga mudah dilipat-lipat, puting susu bergantung pada ambing, bentuk ambing besar dan simetris, dan memiliki sifat keibuan.
Ngadiyono (2012), menyatakan bahwa pemilihan induk berdasarkan penampilannya yaitu berpostur tubuh baik, kaki kuat dan lurus, ambing atau puting susu normal, halus, kenyal, tidak ada infeksi atau pembengkakan, bulu halus, mata bersinar, nafsu makan baik, alat kelamin normal, tanda-tanda birahi teratur. Ternak dalam kondisi sehat, tidak terlalu gemuk dan tidak cacat, serta umur siap kawin (kurang lebih 2 tahun). Pemilihan pejantan berdasarkan penampilanya yaitu postur tubuh tinggi atau besar, dada lebar dan dalam, kaki kuat, lurus dan mata bersinar, bulu halus, testis simetris dan normal. Libidonya tinggi (agresif), memberikan respon yang baik terhadap induk yang sedang birahi, sehat dan tidak cacat, serta umur dewasa tubuh (lebih dari 2 tahun).
Menurut Mulyono (2005), kriteria bibit baik yang digunakan untuk pejantan adalah tidak memiliki kecacatan fisik, bentuk tubuh baik dan normal, memiliki tanduk yang serasi, kaki kokoh dan otot-otot kuat, telinga kecil hingga sedang, berbulu halus dan bersih, memiliki scrontum yang besar dan tumbuh normal, usia tidak lebih dari 1 tahun, dan berat tubuh sekitar 20 sampai 25 kg. Berdasarkan literatur tersebut, dapat disimpulkan bahwa kriteria pemilihan calon indukan dan pejantan sudah baik.
Kriteria Bakalan untuk Penggemukan. Pemilihan bakalan untuk penggemukan kali ini praktikan melakukan diskusi dan dijelaskan oleh asisten mengenai kriteria bakalan untuk penggemukan yang baik. Berdasarkan penjelasan dari asisten didapatkan hasil bahwa kriteria bakalan untuk penggemukan yang baik adalahternak dalam kondisi sehat, tidak cacat, memiliki tracak dan kaki yang besar, pertulangan tinggi dan kuat, berumur 1,5 tahun keatas, tubuh simetris, memiliki ADG yang tinggi, mulut lebar, dan ternak dalam kedaan kurus tapi sehat. Sarwono (2008), menyatakan bahwa bibit yang baik yaitu harus sehat, tampak bersemangat, aktif bergerak, kepala selalu tegak, mata bercahaya, rambut mengkilat, bentuk badan normal, badan besar atau sedang, kaki lurus, jarak antar kaki lebar, tulang rusuk berkembang, khusus untuk betina bentuk ambing besar, rasanya lembut kalau dipegang dan juga mudah dilipat-lipat, puting susu bergantung pada ambing, bentuk ambing besar dan simetris, dan memiliki sifat keibuan. Perbandingan hasil praktikum dengan literatur, pemilihan bibit yang dilakukan dikandang ternak potong sudah cukup baik. Berdasarkan literatur yang ada, dapat disimpulkan bahwa kriteria bakalan untuk penggemukan di kandang Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan sudah baik.
Penilaian Ternak
Penilaian ternak, praktikan mengamati kondisi ternak secara visual berdasarkan Body Condition Score (BCS). Body Condition Score merupakan metode penilaian secara subjektif melalui teknik penglihatan dan perabaan dalam pendugaan lemak tubuh yang mudah yang dapat digunakan baik pada peternakan komersial maupun penelitian (Saputri et al., 2008). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1. Penilaian kambing dan domba
Bangsa | No. identifikasi | Nilai | Ciri-ciri |
Garut | – | 3 | Sesuai SKT 3 |
DET
PE |
–
– |
3
3 |
Sesuai SKT 3
Sesuai SKT 3 |
Body Condition Score merupakan metode penilaian secara subjektif melalui teknik penglihatan dan perabaan dalam pendugaan lemak tubuh yang mudah yang dapat digunakan baik pada peternakan komersial maupun penelitian (Saputri et. al., 2008). Menurut Purnomoadi (2003), skor 1 memiliki ciri-ciri tidak adanya lemak pada pangkal ekor, iga pendek, ternak terlalu kurus, ternak bermutu rendah, dan mungkin sebelumnya pernah sakit. Skor 2 memiliki ciri-ciri iga pendek dan agak tumpul, pada pangkal ekor terdapat sedikit lemak, ternak bermutu cukup atau sedang. Skor 3 memiliki ciri-ciri iga pendek, sulit dirasakan, dan pangkal ekor mulai gemuk. Skor 4 memiliki ciri-ciri ternak telah mencapai tingkat gemuk sehingga penambahan berat signifikan (cocok digunakan sebagai ternak potong).
Penanganan Ternak Sebelum Program Pemeliharaan
Penanganan ternak sebelum program pemeliharaan kali ini praktikan melakukan dsikusi dan dijelaskan oleh asisten mengenai penanganan ternak sebelum program pemeliharaan yang baik. Berdasarkan penjelasan dari asisten didapatkan hasil bahwa penanganan ternak sebelum program pemeliharaan yang baik adalah ketika ternak datang maka ternak akan dikarantina terlebih dahulu selama 3 sampai 7 hari agar ternak yang baru datang dapat melakukan adaptasi dengan suasana kandang barunya, terutama menyesuaikan dengan pakan yang diberikan. Pemberian obat cacing juga perlu dilakukan untuk mencegah ternak yang baru datang terkena penyakit cacing dan juga menghindari penularan ke ternak lain apabila sudah terkena cacing, lalu kemudian baru dilakukan recording terhadap ternak. Menurut Ngadiyono (2012), penanganan ternak yakni ditimbang. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan pakan yang akan diberikan sesuai dengan berat badan ternak.
Pendataan (Recording)
Tahapan Recording
Tahapan recording, praktikan melakukan diskusi dengan asisten mengenai tahapan recording yang baik. Berdasarkan hasil diskusi diketahui bahwa recording yang baik adalah pengidentifikasian terhadap setiap ternak dan kemudian pengelompokan ternak berdasarkan kriteria-kriteria tertentu seperti umur, jenis kelamin, dan lain-lain.
Macam Recording
Praktikan melakukan diskusi dengan asisten mengenai macam recording yang baik terhadap ternak. Berdasarkan hasil dari praktikum dan diskusi dengan asisten diperoleh data bahwa macam recrording yang sering deilakukan di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan adalah recording pakan yang meliputi identifikasi pakan, jenis pakan, dan kebutuhan pakan. Recording kesehatan yang meliputi identifikasi, riwayat sakit, penanganan ternak ketika sakit, serta obat yang diberikan ketika ternak sedang sakit. Recording kelahiran yang meliputi identifikasi, tanggal kelahiran, serta bobot lahir. Recording kematian yang meliputi identifikasi, tanggal kematian, berat ternak ketika mati, serta penyebab kenapa ternak mati. Recording mutasi yang meliputi identifikasi, tanggal mutasi, serta penyebab ternak dimutasi.
Komposisi dan Struktur Ternak
Pemngamatan komposisi ternak dilakukan dengan mengamati dan menghitung banyaknya ternka yang meliputi ternak anakan (cempe), muda (lepas sapih), dan ternak dewasa derdasarkan dengan bangsa dan jenis kelamin dari ternak tersebut. Berdasarkan hasil dari praktikum diperoleh data bawa komposisi ternak adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Komposisi ternak kambing domba
Bangsa | Anak | Muda | Dewasa | Total | |||
Jantan | Betina | Jantan | Betina | Jantan | Betina | ||
PE | 2 | 4 | – | 11 | 4 | 12 | 33 |
Kejobong | 3 | – | 3 | 2 | 2 | 4 | 14 |
Kacang | – | – | 3 | 2 | 2 | – | 7 |
Bligon | – | – | 2 | 1 | – | – | 3 |
DET | 7 | 7 | 13 | 13 | 3 | 2 | 48 |
Garut | 3 | 2 | 11 | 6 | 4 | 2 | 28 |
Total | 15 | 13 | 34 | 35 | 15 | 20 | 133 |
Komposisi ternak yang terdapat di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan didominasi oleh ternak betina karena tujuan dari pemeliharaannya adalah untuk pemeliharaan dan perbanyakan, bukan sebagai penggemukan. Bangsa kambing-domba yang dipelihara adalah bangsa PE, Kejobong, Kacang, Bligon, DET, dan Garut. Menurut Widi et al.,(2008), komposisi domba untuk industri pembibitan yakni 1 ekor domba jantan untuk mengawini 30 ekor betina. Populasi kambing dipengaruhi oleh angka kelahiran, angka kematian, sistem reproduksi, struktur umur dan sebaran ternak.
Perkandangan
Lokasi
Lokasi dari kandang yang dilakukan praktikum kali ini adalah berada di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kandang di sini berdekatan dengan jalan umum, pemukiman warga, kampus, sumber air, dan juga sumber listrik. Menurut Widi et al., (2008), lokasi kandang harus diperhitungkan baik secara makro (daerah) maupun mikro (area). Secara makro, lokasi kandang harus dekat dengan sumber sarana produksi dan atau tempat pemasaran, sesuai dengan RUTR (Rencana Umum Tata Ruang) daerah setempat, dan berada dalam lingkungan yang mendukung. Lingkungan dalam hal ini meliputi lingkungan sosial maupun alam (iklim). Secara mikro, kandang harus mudah dijangkau sarana transportasi sehingga menghemat biaya dan terpisah dari pemukiman sehingga tidak mengganggu dan terganggu oleh lingkungan sekitar. Kedekatan kandang dengan sumber sarana produksi (bibit/bakalan, pakan, air, dan obat) da atau tempat pemasaran berkaitan erta dengan biaya produksi (dan pemasaran). Kandang harus dibuat di tempat yang diijinkan oleh pemerintah sesuai denagn RUTR-nya karena jika tidak dapat dipastikan kelangsungan usahanya tidak akan terjamin. Berdasarkan literatur yang ada dapat disimpulkan bahwa lokasi kandang yang ada di Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan kurang sesuai karena dekat dengan pemukiman penduduk sehingga memungkinkan terjadinya polusi bagi masyarakat sekitar.
Tata letak kandang
Praktikum tata letak kandang, praktikan memahami tata letak kandang ternak potong Fakultas Peternakan UGM, kemudian digambarkan dalam bentuk layout. Tata letak kandang merupakan suatu penempatan segala bagian kandang yang sesuai, sehingga didapatkan efisiensi pemeliharaan dan tidak mengganggu kegiatan peternakan lainnya. Menurut Yulianto dan Cahyo (2010), agar usaha ternak berjalan dengan baik diperlukan penataan di areal kandang tersebut. Hal ini karena kandang yang dibutuhkan tidak hanya kandang untuk pemeliharaan ternaknya saja, tetapi juga bangunan atau sarana pendukung lainnya.
Layout kandang dibuat dengan tujuan untuk memberikan gambaran tentang tata letak dan kondisi dari kandang tersebut. Kandang ternak yang ada di Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan kondisinya sudah cukup baik dan tertata rapi, selain itu juga kondisi kandang sudah cukup mendapatkan penyinaran matahari, lantai kandang dan kandang mudah dibersihkan, agak jauh dari pemukiman dan memiliki lahan yang lumayan luas untuk memungkinkan melakukan perluasan kandang. Ginting (2009) menyatakan bahwa syarat kandang yang baik adalah berada di tempat yang kering atau tidak mudah tergenang air, harus segar (cukup ventilasi agar pertukaran udara berjalan baik, cukup cahaya matahari, bersih, dan minimal berjarak 5 meter dari rumah), lantai kandang mudah dibersihkan dan lebih tinggi dari tanah sekitarnya, kandang harus kokoh, lahan cukup luas dan udara sekitarnya tidak tercemar, jauh dari keramaian dan lalu lalang orang.
Gambar 1. Layout kandang Fakultas Peternakan UGM
Kandang ternak di Laboratorium Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan memiliki tata letak yang sudah cukup baik dan tertata. Gudang pakan terletak didekat kandang sehingga memudahkan dalam distribusinya kepada ternak. Kandang umbaran terletak di dekat kandang ternak bunting sehingga mempermudah ketika akan melakukan exercise pada ternak. Arisuma (2005), menyatakan bahwa letak kandang harus mudah dijangkau untuk mempermudah manajemen pemeliharaan ternak. Dapat disimpulkan, tata letak ruang didalam peternakan di laboratorium ternak potong sudah baik. Santosa (2006), menyatakan sebelum kandang dibangun perlu dipertimbangkan adanya tempat pengolahan kotoran, gudang, tempat naik turunnya ternak dari kendaraan pengangkut, tempat pengeringan jerami, serta tempat pengolahan pupuk kandang dan limbah cair. Perencanaan pembangunan kandang juga perlu memperhatikan faktor letak dan iklim setempat, bahan bangunan, dan konstruksi kandang. Berdasarkan literatur yang ada, dapat disimpulkan bahwa tataletak kandang yang ada di Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan sudah lumayan bagus karena antara gudang pakan dengan kandang berdekatan sehingga memudahkan untuk memanajemen.
Karakteristik Kandang
Praktikum karakteristik kandang dilakukan dengan mengamati karakteristik kandang yang meliputi jenis kandang, atap kandang, dinding kandang, alas kandang, ukuran lokal kandang, isi ternak, ukuran bangunan kandang, ukuran tempat pakan, ukuran tempat minum, ukuran selokan, kemiringan kandang, kemiringan selokan, dan floor space. Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh data karakteristik kandang yang tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik kandang kambing-domba
Pengamatan | Kandang | |||
1 | 2 | 3 | 4 | |
Jenis kandang | Umbaran | Individu Panggung | Individu Lepas Sapih | Koloni |
Atap | Gable | Gable | Gable | Monitor |
Dinding | Besi | Bambu, kayu | Bambu, kayu | Bambu, kayu |
Alas | Cone block | Kayu | Kayu | Kayu |
Ukuran lokal kandang | p:18,98 m
l:5,75 m |
p:1,1 m
l:2,34 m |
p:1,5 m
l:0,7 m |
p:6,26 m
l:4 m |
Isi ternak | 11 ekor | 41 ekor | 17 ekor | 54 ekor |
Ukuran bangunan kandang | p:5,45 m
l:5,85 m |
p:7,47 m
l:18,25 m |
p:14,35 m
l:6,72 m |
p:26 m
l:10 m |
Ukuran tempat pakan | p:0,8 m
l:0,25 m |
p:0,4 m
l:0,32 m t:0,15 m |
p:0,7 m
l:0,4 m t:0,18 m |
p:2,7 m
l:0,25 m t:0,15 m |
Ukuran tempat minum | d:0,4 m
t:0,8 m |
p:0,3 m
l:0,2 m t:0,12 m |
p:0,26 m
l:0,3 m t:0,25 m |
d:0,43 m
t:0,19 m |
Ukuran selokan | – | p:15 m
t:0,19 m l:0,3 m |
p:1,5 m
l:0,2 m t:0,28 m |
p:0,25 m
l:0,36 m |
Kemiringan kandang | 4% | – | – | – |
Kemiringan selokan | – | 8% | 1% | 1% |
Floor Space | – | – | – | – |
Hasil dari tabel 3 menunjukkan bahwa kandang kambing-domba yang ada di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan terdapat jenis kandang umbaran, individu panggung, individu lepas sapih, dan kandang koloni. Kandang umbaran memiliki jenis atap gable dan dinding terbuat dari besi dengan alasnya terbuat dari cone block. Kandang individu (panggung dan lepas sapih) memiliki jenis atap gable dan dinding terbuat dari bambu atau kayu serta lantainya terbuat dari kayu. Kandang koloni memiliki atap jenis monitor dan dinding terbuat dari bahan bambu atau kayu serta lantainya terbuat dari kayu. Menurut Mulyono (2005), Kandang koloni merupakan kandang yang tidak ada penyekat atau kalu disekat, ukuran kandang relatif luas, untuk memelihara beberapa kambing atau domba sekaligus. Luas kandang disesuaikan dengan umur bakalan dan jumlah ternak yang dipelihara. Bakalan sebanyak 10 ekor umur 3 sampai 7 bulan, diperlukan luas lantai 5 m2, bakalan umur 7 sampai 12 bulan, diperlukan luas lantai 7,5 m2, untuk 10 ekor betina dewasa atau calon induk umur lebih dari 12 bulan, diperlukan luas lantai 10 m2. Kandang individu merupakan kandang yang disekat-sekat sehingga cukup untuk satu ekor kambing atau domba, misalnya berukuran 0,75 m x 1,4 m atau 0,7 m x 1,5 m.
Kandang beranak dan menyusui merupakan kandang yang di khususkan untuk induk yang varu saja melahirkan dan kemudian menyusui anaknya. Masing-masing induk yang mempunyai anak sebelum umur satu bulan, sebaiknya tidak dicampur dengan induk yang beranak lainnya. Ukuran lantai kandang ini paling tidak 1.5 m2 sehingga ukuran kandangnya 1.5 m sampai 2 m x 1 m. Induk yang mempunyai anak berumur lebih. Ukuran lantai kandang ini paling tidak 1,5 m2 sehingga ukuran kandangnya 1.5 m sampai 2 m x 1 m. Induk yang mempunyai anak berumur lebih dari satu bulan, sebenarnya sudah dapt digabungkan dengan dua samapi empat induk dalam satu kandang koloni, misalnya empat induk dengan enam cempe memerlukan luasan lantai kandang 7 m2 sampai 8.5 m2.
Berdasarkan data dari Tabel 3 diketahui bahwa jenis atap pada kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan adalah jenis monitor dan gable. Rasyid dan Hartati (2007), menyatakan bahwa model atap kandang dibagi menjadi empat macam yaitu atap monitor, semi monitor, gable dan shade. Model atap untuk daerah dataran tinggi hendaknya menggunakan shade atau gable, sedangkan untuk dataran rendah adalah monitor atau semi monitor. Atap kandang yang digunakan di kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan adalah model monitor dan gable. Berdasarkan literature, model atap kandang yang digunakan sudah sesuai, karena kandang dibangun pada daerah yang panas.
Gambar 2. Macam Model Atap Kandang
(Rasyid dan Hartati, 2007)
Jenis dinding yang ada pada kandang tersebut tersebut terbuat dari bambu, kayu dan juga dari besi. Menurut Yulianto dan Saparinto (2010), dinding kandang dapat terbuat dari tembok, anyaman bambu, papan, lembaran seng, atau kisi-kisi kawat atau bambu. Pembuatan kandang tersebut dikenal adanya dinding kandang tertutup dan setengah terbuka. Dinding kandang tertutup yaitu dinding menutup sisi-sisi kandang secara penuh, sementara dinding kandang setengah terbuka yaitu dinding yang hanya menutup sekitar setengah dari tinggi kandang. Menurut Rianto dan Purbowati (2010), dinding kandang berguna untuk membentengi ternak agar tidak lepas, menahan angin, dan menahan suhu udara agar tetap nyaman.
Lantai dari kandang kambing-domba yang ada di Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan yang terbuat dari cone block memiliki kemiringan kandang sebesar 4%. Menurut Rasyid dan Hartati (2007), lantai kandang harus selalu terjaga drainasenya, sehingga untuk lantai kandang non litter dibuat miring ke belakang untuk memudahkan pembuangan kotoran dan menjaga kondisi lantai tetap kering. Kemiringan lantai berkisar antara 2% sampai 5%, artinya setiap panjang lantai 1 meter maka ketinggian lantai bagian belakang menurun sebesar 2 cm sampai 5 cm.
Gambar 3. Kemiringan Lantai Kandang dan Ukuran Selokan
(Rasyid dan Hartati, 2007).
Fasilitas, Perlengkapan, dan Peralatan Kandang
Fasilitas, perlengkapan, dan peralatan kandang dilakukan dengan mengamati dan kemudian dicatat jenis fasilitas, perlengkapan, dan peralatan kandang beserta jumlah dan fungsinya masing-masing.
Tabel 4. Fasilitas kandang
Fasilitas | Jumlah | Fungsi |
Toilet | 2 | Tempat kamar mandi, BAB dan BAK |
Gudang pakan konsentrat | 1 | Tempat menampung / menyimpan pakan konsntrat |
Ruang asisten | 1 | Tempat istirahat asisten |
Ruang diskusi | 1 | Tempat berdiskusi |
Gudang pakan hijauan | 2 | Tempat menyimpan pakan hijauan |
Ruang istirahat | 1 | Tempat istirahat |
Dapur | 1 | Tempat memasak dan makan |
Parkir | 1 | Tempat parkir mobil dan motor |
Gudang Bading | 1 | Tempat menyimpan alas kandang ternak |
Berdasarkan diskusi dengan asisten, diketahui bahwa fasilitas kandang merupakan sesuatu yang ada pada kandang yang digunakan untuk menunjang aktivitas yang dilakukan di kandang yang meliputi pemberian pakan, perawatan ternak serta pembersihan kandang. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa fasilitas kandang yang ada adalah gudangpakan konsentrat dan hijauan, gudang bading, ruang istirahat, asisten, dan diskusi, kamar mandi, dapur, dan tempat parkir. Menurut Widi et al., (2008), fasilitas yang harus ada dalam suatu peternakan diantaranya adalah kandang ternak, lahan hijauan, gudang pakan, pos keamanan, dan pengolahan limbah.
Tabel 5. Perlengkapan kandang
Perlengkapan | Jumlah | Fungsi |
Tempat pakan | Tempat / wadah pakan ternak | |
Tempat minum | Tempat / wadah minum ternak |
Perlengkapan kandang yang ada di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan terdiri dari tempat pakan dan tempat minum. Berdasarkan hasil diskusi dengan asistendiketahui bahwa perlengkapan kandang merupakan sesuatu yang ada pada kandang yang digunakan untuk membantu memudahkan dalam melakukan perawatan terhadap ternak terutama dalam hal pemeliharaan ternak. Menurut Rasyid dan Hartati (2007), beberapa perlengkapan yang harus ada pada kandang adalah palungan yaitu tempat pakan, tempat minum, saluran drainase, tempat penampungan kotoran, gudang pakan dan peralatan kandang.
Tabel 6. Peralatan kandang
Peralatan | Jumlah | Fungsi |
Troli | 1 | Untuk mengangkut feses dan sampah |
Sekop | 3 | Untuk mengambil dan membersihkan feses |
Ember | 4 | Membantu membawa dan mengambil air |
Selang air | 1 | Membantu membersihkan kandang dan selokan kandang |
Serok pakan | 2 | Mengambil dan membersihkan pakan |
Sapu lidi | 1 | Menyapu sampah dan pakan yang terbuang |
Chopper | 1 | Mencacah hijauan agar menjadi lebih kecil |
Mobil | 1 | Mengangkut bahan pakan dan ternak |
Timbangan | 1 | Menimbang ternak |
Peralatan yang ada pada kandang meliputi troli, sekop, ember kecil dan besar, selang air, serok pakan dan feses, sapu serta copper. Berdasarkan diskusi dengan asisten, diketahui bahwa peralatan kandang merupakan sesuatu yang ada pada kandang yang berfungsi untuk membantu memudahkan perawatan baik ternak maupun kandang agar kandang tetap dalam kondisi bersih sehingga ternak tidak mudah terjangkit penyakit. Menurut Yulianto dan Saparinto (2010), adapun peralatan kandang yang diperlukan sebagai berikut: alat suntik, vaksinasi, dan pengobatan; sekop untuk membersihkan kotoran dan mengaduk pakan konsentrat; ember plastik atau logam untuk mengangkut air, pakan, atau memandikan ternak; sapu lidi untuk membersihkan kandang; garu kecil untuk membersihkan sisa pakan dan kotoran; selang untuk saluran air; sikat untuk menggosok badan ternak; kereta dorong/gerobak untuk mengangkut sisa kotoran, sampah, sprayer untuk memberantas ektoparasit pada sapi; tali untuk mengikat dan keperluan lainnya.
Suhu dan Kelembaban Kandang
Suhu dan kelembaban kandang diukur dengan menggunakan alat thermohygrometer yaitu alat untuk mengukur suhu dan kelembaban sekaligus. Produksi ternak di daerah tropis dipengaruhi oleh iklim, baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu dengan mempengaruhi lingkungannya (Widi et al., 2008). Hasil yang diperoleh dari pengukuran suhu dan kelembaban tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Suhu dan kelembaban kandang
Waktu | Suhu (0C) | Kelembaban (%) | THI |
Pagi | 26,7 | 84 | 80,64 |
Siang | 32,9 | 61 | 84,48 |
Sore | 26,9 | 90 | 81,84 |
Menurut Ngadiyono (2012), temperatur idela untuk ternak adalah 17ᵒC sampai dengan 27ᵒC sedangkan kelembaban lingkungan yang ideal berkisar antara 60% sampai dengan 70%. Temperatur dan kelembaban keduanya saling mempunyai keterkaitan. Temperatur dan kelembaban lingkungan akan mempengaruhi frekuensi respirasi, frekuensi pulsus, dan temperatur rektal. Tinggi tempat mempengaruhi tinggi rendahnya kelembaban udara yang sangat berpengaruh terhadap hilangnya panas dari tubuh hewan sehingga penting untuk mengimbangi rata-rata hilangnya panas dari tubuh. Menurut Abidin (2006), tingkat kelembapan tinggi (basah) cenderung berhubungan dengan tingginya peluang bagi tumbuh dan berkembangnya parasit dan jamur. Sebaliknya, kelembapan rendah (kering) menyebabkan udara berdebu, yang merupakan pembawa penyakit menular. Kelembapan ideal bagi sapi potong adalah 60% sampai 80%.
Pakan
Bahan Pakan
Bahan pakan yang digunakan pada peternakan kambing domba di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan diketahui dengan cara mengamati bahan pakan apa saja yang diberikan kepada ternak tersebut. Menurut Mulyono (2005), bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat ternak makan, tidak membahayakan bagi ternak, dan menghasilkan energi. Pakan sangat penting diperlukan untuk pertumbuhan ternak karena mengandung zat gizi, oleh karena itu pakan harus tersedia terus. Pakan yang umum diberikan berupa hijauan, tetapi pada saat ketersediaan hijauan berkurang maka perlu dilakukan pengawetan atau penambahan pakan penguat. Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa bahan pakan yang digunakan di peternakan kambing domba di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan adalah sebagai berikut :
Tabel 8. Bahan pakan
Bahan pakan | BK (%) | PK (%) | Harga/kg (Rp) | Asal |
Kleci | 3700 | Imogiri | ||
Nutrifeed | 2000 – 3000 | Klaten | ||
Gamal | Gratis | Kebun IHMT | ||
Rumput Gajah | Gratis | Kebun IHMT |
Bahan pakan yang diberikan pada ternak kambing domba adalah jenis bahan pakan konsentrat dan hijauan. Jenis konsentrat yang diberikan adalah berasal dari kleci dan nutrifeed yang masing-masing didapatkan dari daerah Imogiri dan Klaten, sedangkan untuk yang hijauan berasal dari daun Gamal (Gliricidea maculata) dan Rumput Gajah (Penisetum purpureum cv Gajah) yang keduanya didapatkan dari kebun Ilmu Hijauan dan Makanan Ternak. Daun Gamal diberikan kepada ternak kambing karena disesuaikan dengan kebiasaan kambing dalam mencari makan dengan browsing atau kebiasaan memanjat untuk mendapatkan pakan hijauan. Pakan konsentrat diberikan dimaksudkan sebagai sumber pelengkap nutrien yang dibutuhkan oleh ternak tersebut. Menurut Santosa (2006) bahan pakan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu konsentrat dan bahan berserat. Konsentrat berupa bijian dan butiran serta bahan berserat yaitu jerami dan rumput yang merupakan komponen penyusun ransum. Menurut Cahyo (2003), pakan merupakan salah satu unsur yang sangat vital dalam pemeliharaan ternak. Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat menyebabkan defisiensi makanan sehingga tenak mudah terserang penyakit. Oleh karena itu, penyediaan dan pemberian pakan harus diupayakan secara terus menerus sesuai dengan standar gizi menurut tingkatan umur ternak. Abidin (2006) menjelaskan bahwa bahan pakan yang baik adalah bahan pakan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta tidak mengandung racun yang dapat membahayakan ternak yang mengkonsumsinya.
Proses Penyusunan Pakan
Bahan pakan sebelum diberikan ke ternak terlebih dahulu harus disusun agar lebih efisien dan pakan lebih mudah dikonsumsi oleh ternak tersebut. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa proses penyusunan bahan pakan untuk konsentrat dengan cara mencampurkan kleci dan nutrifeed menjadi satu dengan perbandingan kleci 1,5 karung dan nutrifeed 2 karung. Proses penyusunan bahan pakan hijauan dengan cara hijauan yang sudah diambil terlebih dahulu diangin-anginkan dengan tujuan untuk mengurangi kadar air yang ada baru kemudian hijauan yang berupa daun Gamal dan Rumput Raja dicacah dengan menggunakan mesin chopper.
Metode Pemberian
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, metode pemberian konsentrat diberikan dalam bentuk kering dan pakan hijauan diberikan dalam bentuk cacahan yang sudah dicacah dengan menggunakan chopper. Menurut Ngadiyono (2012) pemberian pakan konsentrat dilakukan dengan metode kering, yaitu konsentrat disusun dan diberikan dengan tidak menambahkan air dalam racikan konsentrat. Pakan hijauan diberikan dengan cara chopping terlebih dahulu hijauan yang akan diberikan untuk memudahkan sapi dalam mengonsumsi pakan. Ngadiyono (2012) menyatakan bahwa konsentrat yang baik adalah dalam bentuk kering, dan apabila digenggam dan kemudian dilepaskan, tidak menggumpal. Penggunaan pakan (misalnya ampas tahu, ampas ketela) dalam keadaan basah dapat dilakukan, namun harus segera dimakan habis, sehingga tidak terjadi pembusukan yang dapat menggangu kesehatan ternak.
Pakan yang diberikan pada ternak ketika pagi hari berupa konsentrat dari campuran kleci dan nutrifeed yang diberikan sebanyak satu wadah bak besar, sedangkan ketika sore hari ternak diberikan hijauan berupa rumput gajah dan daun gamal yang sudah diangin-anginkan dan kemudian dicacah dengan menggunakan chopper lalu diberikan kepada ternak sebanyak satu wadah bak besar. Pemberian pakan pada sapi potong dapat dilakukan secara ad libitum dan restricted (dibatasi). Pemberian secara ad libitum sering kali tidak efisien karena akan menyebabkan bahan pakan banyak terbuang dan pakan yang tersisa menjadi busuk sehingga ditumbuhi jamur dan sebagainya yang akan membahayakan ternak bila termakan (Santosa, 2006). Menurut Siregar (2008) teknik pemberian ransum yang baik untuk mencapai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi pada peternakapenggemukan adalah dengan mengatur jarak waktu antara pemberian konsentrat dengan hijauan. Pemberian konsentrat dapat dilakukan dua kali dalam sehari atau tiga kali dalam sehari semalam. Cara pemberian pada ternak yang digemukkan, sebaiknya dihindari pemberian yang sekaligus dan dalam jumlah yang banyak. Pemberian hijauan yang demikian ini akan berakibat pada banyaknya hijauan yang terbuang dan yang tidak dimakan oleh ternak. Berdasarkan literatur yang ada, dapat disimpulkan bahwa metode pemberian pakan yang dilakukan sudah baik.
Reproduksi
Deteksi Birahi
Praktikum deteksi birahi dilakukan dengan cara mengamati ciri-ciri ternak yang sedang birahi. Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengamati langsung ke ternak atau secara visual. Pengamatan secara visual menurut menurut Rismayanti (2010), dilihat dari ternak yang mengalami estrus adalah gelisah, ribut dan nafsu makan berkurang, mencoba menaiki ternak lain, menggerak-gerakan ekor dan sering kencing, berusaha menaiki pejantan dan yang penting mau atau diam bila dikawini pejantan, alat kelamin bagian luar sedikit membengkak, memerah dan kadang-kadang sedikit mengeluarkan lendir.
Tabel 9. Deteksi birahi
Metode : Visual | |||
Bangsa | No. ID | Kandang | Ciri-ciri |
PE | HP4 | Individu | Gelisah, 3A, keluar lendir |
DET | Koloni | 3A, gelisah |
Berdasarkan data di tabel tersebut diketahui bahwa ciri-ciri dari kambing domba yang sedang birahi adalah ternak merasa gelisah, keluar lendir dari vulva dan juga memiliki ciri-ciri 3A yaitu Abang, Aboh, Anget (vulva berwarna merah, membengkak, dan hangat). Menurut Mulyono (2005), kambing atau domba betina yang mengalami birahi dapat dilihat dari tanda-tanda seperti vulva mengalami oedema, kemerahan, dan sering keluar lendir, kemaluannya terasa hangat bila disentuh, tingkah laku libido meningkat, terlihat dari seringnya menggosok-gosokkan pantat atau menaiki hewan lainnya, selalu gelisah, mengembek terus, nafsu makan turun, kalau didekati, dinaiki, dan dikawini pejantan, akan diam, serta ekor selalu digerak-gerakkan.
Berdasarkan data hasil berdiskusi dengan asisten, diketahui bahwa ternak kambing domba di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan biasanya dikawinkan pada umur 1,5 sampai 2 tahun untuk ternak betina dan umur 2 tahun untuk ternak jantan. Penentuan pada saat mengawinkan ternak yaitu untuk ternak betina adalah ketika mengalami estrus tepatnya 12 sampai 24 jam setelah ternak mengalami estrus, sedangkan untuk ternak jantan adalah ketika sudah mengalami dewasa kelamin karena apabila sudah dewasa kelamin maka ternak tersebut sudah siap untuk mengawini meskipun belum mengalami dewasa tubuh. Metode perkawinan yang biasa dilakukan di kandang kambing domba Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan adalah dengan menggunakan perkawinan alami dengan mencampurkan ternak jantan ke kandang ternak betina. Menurut Rudiah (2008) perkawinan secara alami diduga menghasilkan tingkat kebuntingan yang rendah karena kurangnya kontrol terhadap manajemen estrus, ratio ternak jantan dan betina yang tidak seimbang, adanya beberapa ekor ternak betina yang tidak mampu untuk bunting dan lain-lain. Estrus domba sekitar 12 sampai 18 jam sesudah pertama kali terlihat birahi, hal ini merupakan waktu yang terbaik untuk fertilisasi dan berlangsungnya proses pembuahan. Hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan pemeliharaan dan meningkatkan keefisien waktu dan biaya.
Menurut Mulyono (2005), untuk menghindari kegagalan, sebaiknya ternak betina dan pejantan dalam satu kandang. Apabila dicampurkan terjadi kegagalan, ulangi perkawinan ini pada siklus berikutnya (kira-kira 19 hari). Dalam kondisi baik, pejantan dapat dipakai sebagai pemacek 2 sampai 3 kali seminggu. Jangan mengawinkan antara induk dan pejantan yang masih ada hubungan darah (kembaran, induk, ayah, adik, kakak, dan sebagainya) karena akan menurunkan kualitas genetic (depresi in breeding). Untuk meningkatkan keuntungan dalam memperoleh bakalan, sebaiknya dibuat pola produksi. Pola ini yang terpenting adalah mengatur interval (selang waktu) kelahiran. Keadaan organ reproduksi siap untuk gestasi lagi setelah 2 bulan melahirkan. Apabila peternak menyapih bakalan pada umur kira-kira 3 bulan maka induk tersebut dapat dikawinkan pada saat birahi sebelum penyapihan. Dengan demikian, selang beranak dapat diperpendek, induk yang melahirkan sekali setahun (cara tradisional) dapat diintensifkan menjadi tiga kali melahirkan setiap 2 tahun.
Deteksi Kebuntingan
Deteksi kebuntingan pada praktikum kali ini adalah dengan pengamatan secara visual yaitu mengamati langsung kondisi ciri-ciri ternak yang sedang bunting. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh data ternak bunting sebagai berikut :
Tabel 10. Deteksi kebuntingan
Metode : Visual | |||
Bangsa | No. ID | Kandang | Ciri-ciri |
DET | 4 | Koloni | Ambing dan perut membesar |
DET | 10 | Koloni | Ambing dan perut membesar |
DET | 17 | Koloni | Ambing dan perut membesar |
Berdasarka pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa ternak yang sedang dalam keadaan bunting memiliki ciri-ciri yang sama yaitu ambing dan perutnya membesar. Tanda-tanda kebuntingan yang nampak pada ternak yaitu membesarnya perut bagian kanan karena letak kebuntingan pada sapi biasanya di daerah perut bagian kanan. Hal ini disebabkan kerja ovarium kanan lebih aktif dan besar dibandingkan dengan kiri. Tanda-tanda lainnya adalah terjadi pembengkakan pada ambing, pantat nampak membesar dan vulva membengkak (Kusawardana, 2010). Lama kebuntingan kambing berlangsung selam 150 sampai 154 hari atau rata-rata 152 hari. Pada bulan pertama kebuntingan sangat sulit diketahui secara visual. Tanda-tanda yang mudah diketahui bahwa kambing mulai bunting adalah tidak timbulnya birahi lagi, akan tetapi tidak timbulnya birahi lagi tidak selalu positif adanya kebuntingan, sebab ada hal-hal pathologis pada uterus atau ovarium yang dapat meniadakan sama sekali gejala birahi. Umumnya kambing yang mengalami kebuntingan memperlihatkan gejala-gejala yaitu kambing menjadi lebih tenang; dalam kelanjutan kebuntingan terlihat adanya pertambahan besar pada dinding perut; bagi kambing yang baru pertama kali mengalami kebuntingan akan terlihat sangat mencolok adanya perkembangan ambing pada usia kebuntingan 2 sampai 3 bulan; adanya kecenderungan kenaikan berat tubuh; adakalanya pada usia kebuntingan, gerak dari fetus dapat terlihat dari luar, terutama pada kambing yang kurus. Gerakan ini dapat dilihat pada bagian perut sebelah bawah , sisi kanan belakang (Mulyono, 2005).
Penanganan Kelahiran
Proses kelahiran melibatkan beberapa proses fisiologis yang digunakan untuk mengeluarkan anak dan plasenta fetus yang sudah tidak digunakan melalui jalan peranakan (Widayati et al., 2008). Penanganan kelahiran yang dilakukan di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan meliputi penanganan ternak sebelum kelahiran, saat kelahiran, dan sesudah kelahiran. Penanganan ternak sebelum kelahiran meliputi ternak dipindahkan ke dalam kandang beranak, kandang diberi bading dan juga ternak diberikan minum air gula. Penanganan ternak pada saat kelahiran meliputi apabila ternak bisa melahirkan secara normal maka ternak dibiarkan saja, tetapi apabila tidak normal, maka perlu dibantu oleh peternaknya agar proses kelahiran dapat berjalan lancar. Penanganan ternak sesudah kelahiran meliputi apabila induk tidak menjilati lendir yang ada pada anaknya yang baru lahir maka perlu dikasih garam pada lendir anaknya tersebut, tetapi jika masih tidak dijilatin maka perlu dibersihkan sendiri dengan mengelap menggunakan lap yang sudah dibasahi dengan air hangat, kemudian tali pusar dipotong dan dikasih iodium agar tidak infeksi, dikasih kolostrum dan kemudian dilakukan recording pada ternak yang baru lahir. Agar kelahiran berlangsung lancar dan selamat, diperlukan beberapa persiapan,yaitu: pembersihan kandang, lantai diberi alas atau tilam dari bahanbahan yang empuk seperti jerami kering atau serbuk gergaji, dan penyediaan iodium tincture (obat merah) atau betadine untuk dioleskan pada bekas potongan tali pusar. Jika anak sudah lahir segera oleskan jodium tincture pada bekas potongannya untuk mencegah infeksi. Induk biasanya akan langsung berdiri untuk membersihkan lendir yang menutup tubuh anak domba. Jika induk tidak mau menjilati anaknya, bersihkan cairan yang menempel dengan menggunakan kain lap yang bersih dan kering. Setelah anak lahir beberapa saat kemudian anak bisa langsung berdiri dan belajar menyusu untuk mendapatkan kolostrum. Apabila induk tidak mau menyusui anaknya, maka sebaiknya induk dipaksa dengan cara memegangnya agar anak dapat menyusu (Rismayanti, 2010). Langkah yang perlu diperhatikan penanganan segera setelah melahirkan adalah setelah melahirkan biarkan induk menjilat anak untuk membangun hubungan (kontak) induk-anak, sehingga induk akan mau merawat anak dengan baik dan untuk membersihkan dan mengeringkan tubuh anak dari cairan yang melekat agar dapat bernafas secara normal; pembersihan dapat dibantu menggunakan kain yang bersih; anak yang normal akan mampu berdiri dan menyusu dalam waktu 1 jam setelah dilahirkan; pastikan bahwa anak segera menyusui induk dalam 4 jam pertama setelah melahirkan, anak yang menyusui induk dalam kurun waktu 4 jam pertama setelah melahirkan akan mendapat kolostrum yang akan menguatkan daya tahan anak terhadap serangan penyakit, apabila anak yang baru lahir lemah sehingga tidak mampu menyusu, perlu dibantu menyusukan ke induk atau gunakan botol susu atau tabung alat suntik (tanpa jarum) berisi kolostrum yang diperah dari induknya (Ginting, 2009). Berdasarkan literatur yang ada, dapat disimpulkan bahwa metode penanganan ternak sebelum, saat, dan setelah kelahiran sudah baik.
Perawatan dan Kesehatan Ternak
Perawatan Ternak
Perawatan ternak di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan diketahui dengan melakukan diskusi dengan asisten mengenai perawatan ternak mulai dari ternak masuk, pemeliharaan ternak sampai ternak keluar. Berdasarkan hasil diskusi dengan asisten diketahui bahwa perawatan ternak ketika baru masuk adalah ternak diidentifikasi untuk dilakukan recording terhadap ternak tersebut lalu kemudian dilakukan penimbangan dan diberikan obat cacing. Perawatan ternak ketika pemeliharaan meliputi pemberian pakan dan minum secara teratur, dilakukan sanitasi untuk mencegah ternak terkena penyakit, dilakukan pengecekan kesehatan secara berkala, dan juga diberikan obat cacing setiap 3 bulan sekali. Perawatan ternak ketika ternak keluar hanya dilakukan penimbangan saja.
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Pengamatan tentang pencegahan dan pengendalian penyakit dilakukan dengan cara diskusi dengan asisten. Hasil diskusi diketahui bahwa kegiatan pencegahan yang dilakukan meliputi sanitasi kandang dan ternak, pemberian obat cacing, pengecekan kesehatan, dan pemberian vitamin. Kegiatan pengendalian penyakit dilakukan dengan cara memberikan obat ketika ternak sedang sakit dan ternak dimasukkan ke dalam kandang isolasi untuk menghindari penularan penyakit baik ke ternak lain maupun ke peternaknya sendiri. Menurut Abidin (2006), upaya pencegahan penyakit bisa dilakukan dengan berbagai cara yaitu pemanfaatan kandang karantina, menjaga kebersihan sapi bakalan beserta kandangnya, dan vaksinasi berkala. Santosa (2006) menyatakan bahwa pencegahan agar hewan terhindar dari penyakit, yaitu dengan cara menjauhkan hewan sehat dari hewan sakit, menjaga kebersihan kandang, mengarantina hewan yang sudah terkena penyakit agar tidak berbaur dengan yang sehat, memeriksa kesehatan hewan secara teratur, dan melakukan vaksinasi secara teratur. Menurut Agus (2001), tindakan pencegahan penyakit yang baik adalah ternak yang dimasukan ke dalam area peternakan harus sehat dan bebas dari penyakit, kandang harus bebas dari genangan air, pemberian vaksinas secara teratur, sanitasi kandang, masuknya cahaya matahari ke kandang, ventilasi kandang yang baik, pemberian pakan yang baik, dan penggembalaan ternak sangat dianjurkan agar ternak dapat berolahraga dan mengendurkan otot-otot sehingga ternak menjadi sehat dan bugar. Ternak yang baru datang juga seharusnya dilakukan pengecekan kesehatan dan dilakukan karantina demi mencegah penyebaran penyakit yang kemungkinan dibawa. Berdasarkan literatur yang ada, dapat disimpulkan bahwa pencegahan dan pengendalian penyakit yang dilakukan sudah baik.
Pemantauan Ternak
Praktikum pemantauan ternak dilakukan dengan metode pemantauan secara visual yaitu mengamati kondisi ternak secara langsung, kemudian dilakukan diskusi dengan asisten menganai ciri-ciri ternak yang sehat dan ciri-ciri ternak yang sedang sakit. Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan dengan asisten diketahui bahwa ciri-ciri ternak yang sehat adalah ternak aktif, mata bersinar, nafsu makan baik, dan kulit bersih mengkilat. Ciri-ciri ternak yang sedang sakit adalah ternak pasif atau tidak aktif, mata sayu, nafsu makan menurun, dan kulit terlihat kusam. Menurut Widi et al., (2008) pemantauan kesehatan dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, status kesehatan ternak dapat dilihat dari kondisi fisik, fisiologisnya, tingkah laku dan feses. Secara tidak langsung status kesehatan ternak dapat dilhat berdasarkan data dan pemeriksaan sampel. Santosa (2006), ciri-ciri ternak sehat yaitu makan teratur, pernafasan tenang dan teratur, hewan tidak kurus, kulit mulus tidak ada luka, mata jernih dan terang, tidak ada pembengkakan di sekitar mata, kulit elastis dan lemas, anus bersih, dan feses normal. Ciri-ciri ternak yang sakit yaitu, nafsu makan menurun, lesu, pernafasan cepat, kepala terkulai, hewan kurus, hidung dan mulut berdarah atau bernanah, mata buram dan merah, terdapat luka di mulut dan pucat, bulu kusam dan kotor, ada luka di permukaan kulit, kulit tidak lemas dan elastis, anus kotor, feses berlendir ada darah dan cacing, dan ada bengkak di bagian tubuh. Berdasarkan literatur yang ada dapat disimpulkan bahwa metode pemantauan ternak yang dilakukan sudah baik.
Penyakit yang Sering Muncul
Penyakit yang sering muncul pada ternak diketahui dengan melakukan diskusi dengan asisten. Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan diketahui bahwa penyakit yang sering muncul pada ternak adalah sebagai berikut :
Tabel 11. Penyakit yang sering muncul
Nama Penyakit | Gejala | Penyebab |
Cascado | Mata berair | Penguapan suhu tubuh tidak baik |
Diare | Feses cair | Pekan mengandung kadar air tinggi, bakteri E. Coli |
Akses | Luka benjol di tubuh | Salah suntik, suntik tidak steril |
Miasis | Luka dikerubungi lalat, terdapat belatung | Luka dan dikerubungi lalat |
Scabies | Gatal, bentol-bentol seperti jamur | Sacraptes scabies |
Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa penyakit yasng sering muncul pada ternak kambing domba yang ada di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan adalah cascado, diare, akses, miasis, dan scabies.
Obat yang Sering Digunakan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dan diskusi dengan asisten, diketahui bahwa obat yang sering digunakan untuk mengobati ternak sakit di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan adalah sebagai berikut :
Tabel 12. Obat yang sering digunakan
Nama Obat | Kandungan | Fungsi | Dosis |
Vermiprazol | Albendazol 10% | Obat cacing dan menyerang nematode | 2 – 3 ml per ekor |
Vitamin B kompleks | Vitamin B kompleks | Meningkatkan nafsu makan | 1 – 2 ml per hari. |
Becombion syrup | Vitamin B kompleks | Meningkatkan nafsu makan | 1 ml per ekor. |
Calcidex plus | Ca, gluconatem MgCl, dan boric acid | Memenuhi kebutuhan kalsium ternak | 2 – 3 ml per ekor. |
Novaldon | Metampiron, Piramidon, dan Lidokain | Menghilangkan rasa sakit | 10% dair berat badan |
Aquaprim | Karbon aktif | Obat diare | 6 – 9 tablet |
Colibact | Sulfadiazina dan Trimethoprim | Penurunan demam dan penanganan diare | 10% dari berat badan |
Norit | Karbon aktif | Menyerap racun | 4 tablet per ekor |
Diambung | Karbon aktif | Menyerap racun | 4 tablet per ekor |
Biosolamine | ATP dan mineral | Penguat otot | 10% dari berat badan |
Medoxy-L, | Oxytetracycline lidokain | Obat untuk saluran penceranaan, pernapasan, dan reproduksi | 10% dari berat badan |
Penstrep 400 | Penicillin dan dihidrostreptomycin | Obat untuk saluran penceranaan, pernapasan, dan reproduksi | 10% dari berat badan |
Erlamycetin | Dexametasol dan phosphate | Obat tetes mata | 2-3 tetes untuk setiap mata
|
Gusanex | Dichlofention 1% ww | Membasmi lalat | Secukupnya |
Carbasunt | Carbonat, Counapos, Sulfamide | Membasmi parasit | Secukupnya |
Ternak yang dipelihara dapat terserang penyakit. Apabila ada ternak yang sakit, maka segera mungkin ternak tersebut dipisahkan dari ternak yang sehat untuk mendapatkan perawatan yang optimal. Ternak yang menderita penyakit menular disarankan untuk dipindah ke kandang karantina. Apabila ternak mengalami luka pada anggota tubuh dianjurkan luka tersebut dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran yang melekat. Pencucian disarankan dengan air hangat yang dicampur desinfektan, kemudian dilumuri salep atau sulfanilamide untuk luka bernanah, sedangkan untuk luka baru dapat diberi bubuk antibiotik atau betadin (Noviandi et al., 2006). Penanganan penyakit lainnya pada ternak yaitu, untuk penyakit scabies dengan diberi invomen diberikan secara injeksi dibagian subkutan, penyakit borok dapat diobati dengan disemprot obat megasunt atau gusanex yang berfungsi anti larva, iodine dan antiseptic digunakan untuk ternak yang luka atau memotong tali pusar pedet. Carbasunt digunakan untuk obat kaskado dengan cara dioleskan, penanganan penyakit cacingan dengan cara diberi ivervet, dan vermiprazol. Obat untuk penanganan penyakit lainnya yaitu novaldon untuk analgesic atau penghilang rasa nyeri karena kekurangan mineral, medoxy-l untuk mengobati penyakit pada saluran pernapasan, biosolamine untuk penguat otot dan sebagai penguat daya tahan tubuh. Diare pada ternak dapat diobati dengan pemberian aquaprin dan norit. Colme chloramphenicol digunakan sebagai obat tetes mata, calsiject untuk injeksi atau infuse pada ternak yang kekurangan ion kalsium. Alcohol digunakan untuk sterilisasi pada luka. Vitamin yang dapat diberikan pada ternak antara lain injectamin untuk multivitamin, vitamin B complex sebagai vitamin B serta biosamine (Rianto dan Purbowati, 2010).
Limbah Peternakan
Macam Limbah yang Dihasilkan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa limbah yang dihasilkan di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan diantaranya adalah untuk limbah padat berupa feses dan sisa pakanm sedangkan untuk limbah cair berupa urin, dan sisa air minum. Menurut Rianto dan Purbowati (2010), kotoran ternak terdiri dari feses dan sisa pakan yang tidak habis dimakan oleh ternak. Limbah yang ada akan menimbulkan permasalahan jika ada dalam jumlah banyak dan tidak diolah. Macam permasalahan yang muncul antara lain dapat menyebabkan polusi bagi lingkungan, seperti pencemaran udara, pencemaran tanah, dan pencemaran air.
Penanganan Limbah yang Dihasilkan
Penanganan limbah yang ada di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan masih hanya sebatas ditampung untuk yang limbah padat dan dialirkan ke selokan untuk yang limbah cair. Limbah tersebut tidak dimanfaatkan atau dibuang begitu saja sehingga kurang menambah nilai guna dari limbah dan hanya menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan, baik itu pencemaran air, tanah, maupun udara. Menurut Bambang (2003), penanganan limbah padat dapat diolah menjadi kompos, yaitu dengan menyimpan atau menumpuknya, kemudian diaduk-aduk atau dibalik-balik. Perlakuan pembalikan ini akan mempercepat proses pematangan serta dapat meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan lalu dilakukan pengeringan untuk beberapa waktu sampai kira-kira terlihat kering. Penanganan limbah cair dapat diolah secara fisik, kimia dan biologi. Penanganan secara fisik digunakan untuk memisahkan partikel-partikel padat di dalam limbah. Pengolahan secara kimia digunakan untuk mengendapkan bahan-bahan berbahaya yang terlarut dalam limbah cair menjadi padat. Pengolahan secara biologi merupakan tahap akhir dari pengolahan kimia bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair.
PERMASALAHAN DAN SOLUSI
Permasalahan
Permasalahan yang ada di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan yaitu belum adanya pengolahan limbah tingkat lanjut sehingga feses yang ada hanya ditumpuk di tempat penampungan limbah. Manajemen reproduksi tidak dilakukan ketika praktikum berlangsung sehingga praktikan tidak mengetahui secara langsung proses reproduksi yang terjadi di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan.
Solusi
Solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan terutama penanganan limbah adalah dilakukan penanganan limbah yang lebih intensif sehingga dapat mengurangi polusi dan meningkatkan nilai ekonomi peternakan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa manajemen pemilihan dan seleksi ternak untuk pengadaan bibit, calon induk/pejantan dan bakalan, manajemen rerecording, manajemen perkandangan, manajemen pakan, manajemen reproduksi, serta manajemen perawatan dan kesehatan ternak di kandang Ternak Potong sudah sesuai dengan literatur. Manajemen penanganan limbah di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan belum sesuai dengan literatur karena belum ada penanganan pengolahan limbah yang bagus di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan.
Saran
Perlu dilakukan optimalisasi pengolahan limbah ternak. Adanya ternak pejantan sehingga dapat dilakukan untuk pengamatan pejantan unggul yang digunakan untuk breeding dan juga memudahkan peternak dalam melakukan deteksi birahi dengan menggunakan pejantan sehingga memudahkan dalam melakukan IB..
DAFRAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2006. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Agus, Bambang. 2001. Memelihara Domba. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Arisuma, O. D. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Potong di PT. Widodo Makmur Perkasa Bogor Jawa Barat. Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Bambang, Cahyo. 2003. Pemeliharaan Ternak Sapi. BP.IPWI. Jakarta.
Ginting S.P. 2009. Pemeliharaan Induk dan Anak Kambing Masa Pra-Sapih. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Galang Deli Serdang. Sumatera Utara.
Kusawardana, Chandra. 2010. Manajemen Breeding Sapi Potong di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sragen. Jurnal Program Studi Diploma III Agribisnis Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Mulyono S. 2005. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Ngadiyono, N. 2012. Beternak sapi, PT. Citra Aji Parama.Yogyakarta.
Noviandi, Cuk T., dkk 2006. Modul Pencegahan dan Penanganan Penyakit pada Kambing. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Purnomoadi, Agung. 2003. Ilmu Ternak potong dan Kerja. Universitas Diponrgoro. Semarang.
Rasyid, Ainur dan Hartati. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. PT Penebar Swadaya, Anggota IKAPI. Jakarta.
Rismayanti, Yayan. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya Ternak Domba. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian RI. Jawa Barat.
Rudiah. 2008. Pengaruh Metode Perkawinan terhadap Keberhasilan Kebuntingan Domba Lokal Palu. Journal Agroland Fakultas Pertanian Universitas Tadulako. Sulawesi Tengah.
Santosa, Undang. 2006. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Saputri I. W., P. Surjowardojo, dan E. Setyowati. 2008. Journal of The Influence of Body Condition score on Steaming Up Period Toward Colostrum’s Amount and A Long Time of Colostrum Production of friesien Holstein Breed. Fakultas Peternakan Universitas Brawaijaya. Malang.
Sarwono B. 2008. Beternak Kambing Unggul. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Widayati, D. T., Kustono, Ismaya, Sigit, B. 2008. Bahan Ajar Mata Kuliah Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Widi, T.M., A. Agus, A. Pertiwiningrum, dan T. Yuwanta. 2008. Road Map Pengembangan Ternak Sapi Potong Provinsi D.I. Yogyakarta. Penerbit Ardana Media. Yogyakata.
Yulianto, P. dan S. Cahyo. 2010. Pembesaran Ternak Secara Intensif. PT Penebar Swadaya. Jakarta.