Laporan Praktikum Manajemen Pastura Acara Penanaman dan Pemupukan

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN PASTURA

Penanaman dan Pemupukan

 

 

Disusun oleh :

Kelompok X

 

Arif Rahman Pulungan      PT/06425

  1. Anita Puspita Martha PT/06463

Lena Putriana                      PT/06502

Ridwan Yuniawan              PT/06545

Nurus Sobah                                    PT/06587

Mutmainah Siti Sundari     PT/06596

 

Asisten Pendamping : Tias Sandra

 

 

 

LABORATORIUM HIJAUAN MAKANAN TERNAK DAN PASTURA

BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2015


BAB I

PENANAMAN DAN PEMUPUKAN

 

TINJAUAN PUSTAKA

Penanaman

Penanaman adalah kegiatan pembenaman biji pada tanah untuk memperoleh produktivitas tinggi, atau bagian yang digunakan untuk memperbanyak atau mengembangkan tanaman (Anonim, 2015). Penanaman merupakan proses pemindahan benih ke dalam tanah dengan tujuan agar tanaman tumbuh dan berkembang dengan baik. Pertanaman yang baik dapat diperoleh dengan cara sebelum penanaman harus dilakukan pengolahan tanah yang sempurna, penentuan jarak tanam yang tepat, penentuan jumlah benih perlobang tanam dan benih yang akan di tanam adalah benih yang bermutu tinggi. Teknik penanaman diawali dengan pengolahan tanah, pembibitan, penanaman, pemupukkan, pengendalian hama, penyakit, dan gulma, dan diakhiri dengan panen. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktifitas dalam penanaman antara lain lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan, dan gulma (Hanum, 2008).

Cara penanaman harus disesuaikan dengan musim pada saat bibit tersebut akan ditanam. Pada musim kemarau ketika jauh dari tergenangnya air penanaman bibit bermata tunas dua ditanam pada tanah yang datar sedikit condong terbenam sampai buku ruas yang terakhir dengan kedua mata tunas berada di samping (lihat Gambar 1). Hal ini untuk memberi kesempatan yang sama pada kedua mata tunas tersebut untuk bernafas dengan baik. Pada musim penghujan penanaman bibit sama seperti dilakukan musim kemarau tetapi tanah sedikit ditinggikan atau dibuat bedengan dan saluran air (lihat Gambar 2). Cara seperti ini diharapkan bibit terhindar dari kemungkinan tergenang air sehingga terhindar dari bahaya kebusukan. Busuknya bibit dapat pula terjadi pada penanaman bibit yang terlalu dalam, terutama pada tanah yang sangat berat yang pengeringnya tidak sempurna (Kushartono, 1997).

Gambar 1. Cara penanaman pada musim kemarau

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2. Cara penanaman pada musim penghujan

Penanaman rumput gajah dapat dilakukan dengan menggunakan bibit berupa stek atau sobekan rumpun. Stek yang baik adalah yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Penanaman stek yang terlalu tua atau terlalu muda akan mengakibatkan pertumbuhan lambat, bahkan tanaman banyak yang tidak tumbuh. Apabila digunakan stek, maka digunakan stek batang yang panjangnya 25 sampai 30 cm atau paling sedikit mempunyai dua mata tunas. Pemotongan pada bagian pangkal bawah harus miring dan pada pangkal atas datar. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari penanaman stek secara terbalik yang akan menghambat pertumbuhan. Sedangkan bila menggunakan sobekan rumpun maka dipilih rumpun yang muda dan tegap, besar, sehat yang tingginya 20 sampai 25 cm (Lugiyo dan Sumarto, 2000)

Pada penanaman dengan stek harus diperhatikan mata tunas jangan sampai terbalik karena akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Stek ditanam dengan posisi tegak lurus atau miring dengan kedalaman 10 sampai 15 cm. Untuk penanaman dengan sobekan rumpun terlebih dahulu dibuat lubang sedalam 20 cm. Penanaman rumput gajah pada tanah yang miring tidak dibutuhkan pengolahan tanah terlebih dahulu, jadi cukup dibuat lubang-lubang tanam yang sesuai kontur tanahnya, sehingga dapat berfungsi sebagai penahan erosi dan sumber hijauan pakan. Jarak tanam dalam baris untuk tanah miring dianjurkan 50 cm dan jarak antar baris adalah 1 m, sedangkan untuk tanah datar adalah 75×100 m (Lugiyo dan Sumarto, 2000).

 

Faktor produktivitas tanaman

Sari (2012) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas suatu tanaman adalah faktor genetik, kesuburan tanah, iklim, dan manajemen.

Faktor genetik. Beberapa faktor genetik yang mempengaruhi produksi dan kandungan gizi adalah kemampuan berkembangbiak secara vegatatif, kemampuan bersaing dengan tanaman lain, kemampuan untuk tumbuh lagi setelah mendapat injakan dan pengembalaan berat, sifat yang tahan dingin dan kering serta kemampuan untuk menghasilkan biji. Pertumbuhan dan produksi tanaman sangat ditentukan oleh spesies tanaman itu sendiri, semakin baik spesies tanaman maka semakin baik pula pertumbuhan dan produksinya (Sari, 2012).

Faktor kesuburan tanah. Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup dan seimbang bagi pertumbuhan suatu tanaman tertentu disamping faktor lain seperti air dan cahaya. Temperatur, kemasaman tanah, dan keadaan fisik tanah (tekstur, peredaran udara, drainase, dan sebagainya) berada dalam keadaan memungkinkan. Kesuburan tanah ditentukan oleh kesuburan fisik, kesuburan kimia, dan kesuburan biologi. Kesuburan tanah sangat menentukan pertumbuhan rumput, sebab pada tanah yang menyediakan unsur hara yang cukup dan berimbang akan menghasilkan produksi daun optimal. Kemasaman tanah yang dikehendaki tanaman pada umumnya berkisar antara 6 sampai 7 (Sari, 2012).

Faktor iklim. Faktor iklim terkait dengan cahaya, curah hujan, suhu, dan kelembaban. Cahaya matahari dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan, fotosintesis kecepatan tranlokasi atau kehilangan air yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan air tanaman. Curah hujan mempengaruhi pertumbuhan, produksi, dan kualitas hijauan. Hujan yang terlalu tinggi mempercepat pengikisan unsur hara tanah di lahan terbuka, sehingga produktivitas tanaman menjadi rendah. Tingginya suhu lingkungan menyebabkan perubahan warna atau kebakaran pada daun. Hal ini berakibat pada rusaknya zat warna daun (klorofil) serta terhambatnya aktivitas berbagai jenis hormon tanaman, sedangkan bila suhu terlalu rendah maka akan memperlambat proses dan penyebaran hasil fotosintesis (Sari, 2012). Faktor cahaya matahari sangat berpengaruh terhadap pembentukan organ vegetatif tanaman, seperti batang, cabang (ranting), dan daun, serta rgan generatif tanaman seperti bunga dan umbi. Terbentuknya bagian vegetatif dan generatif ini merupakan hasil proses asimilasi atau fotosintesis yang menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energi. Faktor cahaya yang penting untuk pertumbuhan tanaman adalah intensitas cahaya matahari yang dapat diterima tanaman dapat mempercepat proses pertumbuhan tanaman dan pembentukan umbi (Samadi, 1997 dalam Kadarisman et al., 2011).

Faktor manajemen. Faktor manajemen ini menyangkut perlakuan manusia diantaranya perlakuan pemupukan, pengolahan tanah dan pemotongan. Pengolahan tanah yang baik dan teratur dapat meningkatkan kesuburan fisik tanah sedangkan pemupukan yang tepat dapat meningkatkan kesuburan kimia tanah. manajemen yang baik akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan, produksi, dan mutu hijauan. Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan faktor yang mempengaruhi produktifitas tanaman adalah luas lahan, jarak tanam. Pengaturan jarak tanam merupakan salah satu cara untuk menciptakan faktor yang dibutuhkan tanaman sehingga dapat tersedia dan terpenuhi bagi setiap tanaman dan mengoptimalisasi penggunaan faktor yang tersedia sehingga meningkatkan produktivitas tanaman. Peningkatan jarak tanam per satuan luas dapat sampai suatu batas tertentu dapat meningkatkan hasil produk tanaman yang optimal. Sebaliknya pengurangan jarak tanam dapat mempengaruhi hasil yang produk tanaman yang diperoleh.

 

Proses pemeliharaan

            Hasil yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat pada tanaman rumput memerlukan pemeliharaan dan pemupukan yang teratur, untuk itu perlu diadakan penyiangan. Penyiangan dilakukan saat tanaman masih muda sekitar 1 bulan dan digemburkan pada setiap tanaman habis dipanen (Lugiyo dan Sumarto, 2000). Aspek pemeliharaan tanaman meliputi pembersihan areal penanaman, penyiangan gulma, teknik penggemburan tanah dan aerasi tanah, teknik penyiraman, teknik pemupukan tanaman, serta pamangkasan dan pengendalian hama penyakit. Penyiangan tanaman adalah pengendalian gulma yang bertujuan untuk mengurangi jumlah gulma sehingga populasinya berada di bawah ambang ekologis. Gulma yang diprioritaskan seperti alang-alang, rumput-rumputan dan lainnya. Penyiangan bertujuan untuk memberi ruang tumbuh yang lebih baik bagi tanaman pokok dengan cara memberantas tanaman pengganggu. Tanaman perlu disiangi jika 40 sampai 50% tanaman tertutup oleh gulma atau tumbuhan liar. Penyiangan dilakukan pada waktu musim hujan atau musim kemarau. Penyiangan dihentikan jika tanaman pokok sudah mampu bersaing dengan tanaman liar dalam memperoleh cahaya matahari (over-topping). Penyiangan dapat dilakukan secara manual dengan membersihkan gulma disekitar tanaman (Arifin dan Nurhayati, 2000).

Penyulaman tanaman merupakan tindakan pemeliharaan  untuk meningkatkan presentase tanaman hidup dengan cara menanami kembali pada lubang tanam yang tanamannya mati. Penyulaman dilakukan apabila presentase hidup tanaman kurang dari 80%. Penyulaman pertama dilakukan pada umur satu bulan setelah penanaman. Penyulaman kedua dilakukan pada umur satu tahun setelah penanaman. Penyulaman tanaman harus dilakukan pada waktu musim penghujan sebagaimana waktu layak untuk penanaman. Pendangiran adalah kegiatan penggemburan tanah disekitar tanaman pokok yang bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik tanah (aerasi tanah) sebagai upaya memacu pertumbuhan tanaman. Waktu pendangiran dilakukan pada musim kemarau menjelang musim hujan tiba. Pendangiran dilakukan 1 sampai 2 kali dalam satu tahun, tergantung pada tekstur tanahnya, makin berat teksturnya maka makin sering dilakukan pendangiran. Pendangiran dilakukan pada radius 50 cm dari batang tanaman, namun tergantung pada jarak tanamnya. Cara pendangiran dilakukan dengan menggunakan cangkul. Dihindari cara pencangkulan yang terlalu dalam karena dapat merusak perakaran (Arifin dan Nurhayati, 2000).

Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan untuk menekan populasi hama atau penyakit agar tidak menimbulkan kerusakan yang secara ekonomi merugikan. Secara umum pemberantasan hama hutan dibagi menjadi dua yaitu pemberantasan secara alamiah dan pemberantasan secara kimiawi. Pemberantasan hama secara alamiah dilakukan dengan cara menggunakan predator alami. Pemberantasan secara kimia dapat menggunakan pestisida (Indriyanto, 2000). Penyiraman merupakan suatu proses pengaliran air atau penyaluran air kepada tanah bisa melalui alat penyiraman maupun selokan kecil untuk pengaliran air yang nantinya digunakan untuk keperluan proses pertumbuhan tanaman dan seterusnya sehingga dapat meningkatkan kualitas dan hasil tanaman. Inti dari penyiraman ini adalah untuk membuat tanaman tetap hidup (Rivai, 2014).

Pemangkasan merupakan kegiatan menghilangkan atau memotong pucuk, cabang, atau ranting tanaman dengan tujuan untuk meningkatkan hasil panen. Prinsip dari pemangkasan pucuk akan merangsang tumbuhnya tunas lebih banyak (Daniesen dan Erwin, 1958 dalam Irawati dan Nintya, 2006). Tujuan lain dari pemangkasan adalah agar sinar matahari dapat menyinari seluruh bagian tanaman, sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung sempurna. Pemangkasan juga dapat mengurangi kelembaban sehingga tanaman terhindar dari serangan hama dan penyakit (Sudaryati dan Sugiharti, 1989 dalam Irawati dan Nintya, 2006).

 

Pemupukan

Pemupukan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesuburan tanah. Pemupukan dilakukan karena tanah tidak mampu menyediakan satu atau beberapa unsur hara untuk menjamin tingkat produksi tertentu. Jenis pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk anorganik maupun pupuk organik. Pupuk anorganik merupakan pupuk yang dibuat dengan teknologi khusus di pabrik melalui perubahan-perubahan kimia dari pupuk alam atau dari bahan dasar sederhana seperti pada pembuatan pupuk N. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa makhluk hidup yang dapat berupa pupuk kandang, pupuk hijau, dan lain-lain (Sadikin, 2004).

 

Klasifikasi pupuk

Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai. Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari sisa-sisa tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah. Sesuai dengan namanya, kandungan bahan organik pupuk ini termasuk tinggi. Pupuk anorganik atau pupuk buatan adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki prosentase kandungan hara yang tinggi (Sinaga, 2012).

Pupuk anorganik berdasarkan jenis unsur hara yang dikandungnya dapat dibagi menjadi dua yakni pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pada pupuk tunggal, jenis unsur hara yang dikandungnya hanya satu macam. Biasanya berupa unsur hara makro primer, misalnya urea hanya mengandung unsur nitrogen. Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu jenis unsur hara. Penggunaan pupuk ini lebih praktis karena hanya dengan satu kali penebaran, beberapa jenis unsur hara dapat diberikan. Namun, dari sisi harga pupuk ini lebih mahal. Contoh pupuk majemuk antara lain diamonium phospat yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor.

Pupuk buatan berdasarkan cara pengaplikasiannya dibedakan menjadi dua yaitu pupuk daun dan pupuk akar. Pupuk daun diberikan lewat penyemprotan pada daun tanaman. Contoh pupuk daun adalah Gandasil B dan D, Grow More, dan Vitabloom. Pupuk akar diserap tanaman lewat akar dengan cara penebaran di tanah. Contoh pupuk akar adalah urea, NPK, dan Dolomit (Sinaga, 2012).

Pupuk akar berdasarkan cara melepaskan unsur hara dibedakan menjadi dua yakni pupuk fast release dan pupuk slow release. Jika pupuk fast release ditebarkan ke tanah dalam waktu singkat unsur hara yang ada atau terkandung langsung dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Kelemahan pupuk ini adalah terlalu cepat habis, bukan hanya karena diserap oleh tanaman tetapi juga menguap atau tercuci oleh air. Yang termasuk pupuk fast release antara lain urea, ZA dan KCL. Pupuk slow release atau yang sering disebut dengan pupuk lepas terkendali (controlled release) akan melepaskan unsur hara yang dikandungnya sedikit demi sedikit sesuai dengan kebutuhan tanaman. Dengan demikian, manfaat yang dirasakan dari satu kali aplikasi lebih lama bila dibandingkan dengan pupuk fast release. Mekanisme ini dapat terjadi karena unsur hara yang dikandung pupuk slow release dilindungi secara kimiawi dan mekanis (Sinaga,  2012)

 

Macam-macam pemupukan

Sutedjo (1994) dalam skripsi Mahanani (2003) menyatakan metode pemupukan yang dapat digunakan adalah :

Penyebaran pupuk. Cara ini biasanya menggunakan pupuk yang tidak larut dalam air dan bagian-bagian utamanya terikat secara kimiawi. Cara pemupukannya dengan disebar merata dan dilakukan setelah atau sebelum pengolahan tanah kemudian dibenamkan.

Plow sole placement. Metode ini dilakukan pada saat pengolahan tanah dengan menempatkan pupuk yang diperlukan secara langsung di belakang alat pembajak. Hal ini bertujuan agar pemupukannya dapat merata dan terbenam dalam tanah. Pupuk yang biasa digunakan merupakan pupuk yang tidak mudah larut dalam air.

Side band placement. Metode ini dilakukan dengan menempatkan pupuk pada sebuah sisi atau kedua belah sisi tanaman atau benih yang berjarak 5 sampai 7,5 cm pada kedalaman 2,5 sampai 5 cm dari permukaan tanah.

In the row placement. Cara pemupukan dengan menempatkan pupuk pada lubang-lubang benih atau sepanjang larikan tempat benih yang akan ditanami.

Top dressed (side dressed placement). Metode ini dilakukan dengan menempatkan pupuk di atas permukaan tanah di sekitar tempat tumbuh tanaman. Pemupukan dengan cara ini sebaiknya dilakukan menjelang musim hujan dan minggu pertama sesudah musim hujan. Hal ini bertujuan agar pencucian atau pengangkutan pupuk oleh air dapat dihindarkan.

Penyemprotan (sistem irigasi). Penyemprotan hanya dapat dilakukan dengan pupuk yang mudah larut dalam air agar unsur-unsur yang terkandung dalam larutan pupuk buatan dapat diserap oleh daun atau batang tanaman. Cara pemupukan dengan penyemprotan merupakan cara yang efektif karena biayanya murah. Distribusi nutrisi ke tanaman lebih cepat, waktu pengaplikasiannya setiap saat, dan kehilangan unsur hara akibat pencucian bisa dikurangi.

 


 

MATERI DAN METODE

 

Materi

            Alat. Alat yang digunakan pada praktikum penanaman dan pemupukan adalah cangkul, ember, tali rafia, dan patok.

            Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum penanaman dan pemupukan adalah batang rumput gajah (Pennisetum purpureum), pupuk organik, dan air.

 

Metode

Bahan yang akan ditanam ke dalam lubang pada petak berukuran 1×1 m yang telah disediakan adalah batang (stek) rumput gajah. Lahan digemburkan terlebih dahulu menggunakan cangkul sebelum ditanami. Parit kecil dibuat mengelilingi petak lahan yang akan ditanami. Pemupukan kemudian dilakukan dengan cara mencampurkan pupuk organik ke dalam tanah yang sudah digemburkan kemudian diaduk hingga merata ke semua bagian lahan yang akan ditanami. Batang rumput gajah kemudian ditanam dengan dua perlakuan berbeda, ditimbun dengan tanah (perlakuan 1) dan batang ditancapkan ke tanah (perlakuan 2). Patok dan rafia kemudian dipasang di sekeliling lahan sebagai penanda. Pertumbuhan dan perkembangan rumput gajah diamati meliputi jumlah tunas dan tinggi tunas.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Rumput gajah (Pennisetum purpureum) merupakan salah satu jenis tanaman pakan yang banyak digunakan oleh para peternak karena rumput gajah pertumbuhannya sangat mudah dan juga produksi hijauannya cukup tinggi. Lugiyo dan Sumarto (2000) menjelaskan bahwa budidaya rumput gajah (Pennisetum purpureum) adalah lebih mudah dan lebih fleksibel dibandingkan dengan King grass. Rumput gajah adaptasinya sangat luas yakni mulai jenis tanah struktur ringan, sedang, sampai berat. Pertumbuhannya baik, dari dataran rendah sampai dataran tinggi dan curah hujan cukup sekitar 1000 mm/tahun atau lebih. Sedangkan King grass menyukai tanah yang subur dan gembur di daerah dataran rendah dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun antara 1000 sampai 2500 mm/tahun. Pada tanah yang subur dan dikelola dengan baik, King grass menghasilkan hijauan rumput lebih tinggi daripada produksi hijauan rumput gajah. Tetapi pada tanah yang kurang subur dan dikelola kurang baik pertumbuhan King grass lebih jelek daripada pertumbuhan rumput gajah.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan,  data yang diambil meliputi hari bertunas, jumlah tunas, dan tinggi tunas.

 

Hari bertunas

Tunas terbentuk akibat adanya proses morfogenesis menyangkut interaksi pertumbuhan dan diferensiasi oleh beberapa sel yang emacu terbentuknya organ. Pembentukan tunas sangatlah penting sebab tahap awal pembentukan primordia daun dimana daun merupakan organ tanaman yang memiliki jumlah klorofil terbesar yang berfungsi sebagai terjadinya proses fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat sebagai sumber makanan (Febriana, 2009). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa tunas pada rumput gajah dengan perlakuan 1 tumbuh pada hari ke 8 sedangkan rumput gajah pada perlakuan 2 tumbuh pada hari pertama. Stek pada perlakuan 2 lebih cepat bertunas disebabkan karena pada stek 2 mendapatkan cahaya matahari lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan penanaman dengan cara ditimbun. Perlakuan penanaman dengan cara vertikal (ditancapkan) juga dapat menyebabkan pertumbuhan akar lebih cepat dibandingkan perlakuan horizontal (ditimbun). Samadi, 1997 dalam Kadarisman et al., (2011) menjelaskan bahwa fFn dan pembentukan umbi ( berhubungan dengan perlakuan praktikumnmu mengapa??, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011.Prosidaktor cahaya matahari sangat berpengaruh terhadap pembentukan organ vegetatif tanaman, seperti batang, cabang (ranting), dan daun, serta organ generatif tanaman seperti bunga dan umbi. Terbentuknya bagian vegetatif dan generatif ini merupakan hasil proses asimilasi atau fotosintesis yang menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energi. Faktor cahaya yang penting untuk pertumbuhan tanaman adalah intensitas cahaya matahari yang dapat diterima tanaman dapat mempercepat proses pertumbuhan tanaman. Subandi (2009) menyatakan untuk masa pertanaman musim hujan, stek yang ditanam vertikal dan miring memberikan pengaruh sama terhadap jumlah tanaman yang tumbuh. Wargiono et al., (2006) dalam Subandi (2009) menyatakan penanaman stek dengan posisi vertikal dapat memacu pertumbuhan akar dan menyebar merata di lapis olah tanah.

Prastowo et al., (2006) dalam Sparta et al., (2011), tunas terbentuk karena adanya proses morfogenesis yang menyangkut interaksi pertumbuhan dan diferensiasi oleh beberapa sel yang memacu terbentuknya organ. Pertumbuhan tunas pada stek dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan seperti bahan stek yang digunakan, lingkungan tumbuh dan perlakuan yang diberikan terhadap bahan stek. Berdasarkan literatur tersebut dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan tunas pada tanaman dipengaruhi oleh faktor cahaya dan cara penanaman pada tanaman tersebut.

 

Jumlah tunas

            Pengamatan jumlah tunas yang tumbuh dilakukan pada bibit yang baru ditanam hingga berumur 30 hari masa tanam untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan bentuk penanaman stek terhadap jumlah tunas yang tumbuh. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data jumlah tunas tertera pada Tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil pengamatan penanaman dan pemupukan jumlah tunas

Hari Ke- Jumlah Tunas
Perlakuan 1 Perlakuan 2
1 2
2 2
3 2
4 2
5 2
6 2
7 3
8 5
9 1 5
10 1 5
11 1 5
12 1 5
13 1 6
14 1 9
15 1 9
16 3 9
17 3 9
18 3 9
19 3 9
20 3 9
21 3 9
22 3 9
23 4 9
24 4 9
25 4 9
26 4 9
27 4 9
28 4 9
29 4 9
30 4 9

Gambar 3. Jumlah tunas yang muncul

Berdasarkan data pada Tabel 1, diketahui bahwa jumlah tunas pada perlakuan 1 pada awal tumbuh tunas pada hari ke 8 sebanyak 1 tunas, kemudian pada hari ke 16 tumbuh tunas baru sehingga jumlah tunasnya menjadi 3, dan pada hari ke 23 tumbuh tunas baru lagi menjadi sejumlah 4 tunas. Jumlah tunas pada perlakuan ke 2 sejak hari pertama sudah tumbuh tunas sebanyak 2 tunas, kemudian pada hari ke 7 tumbuh tunas baru menjadi 3 tunas dan hari ke 8 tumbuh tunas baru lagi menjadi 5 tunas, dan pada hari ke 13 tumbuh tunas baru menjadi sebanyak 6 tunas dan pada hari ke 14 tunas yang tumbuh menjadi sejumlah 9 tunas. Jumlah tunas pada perlakuan 2 lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan 1 karena pada perlakuan 2 lebih dulu tumbuh tunas jadi dimungkinkan pada perlakuan 2 pertumbuhan akarnya sudah baik sehingga penyerapan nutrien dari dalam tanah dapat berlangsung optimal. Nutrien yang ada dapat digunakan untuk proses metabolisme dalam tanaman dan pembongkaran unsur-unsur hara dan senyawa-senyawa organik dalam tubuh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Subandi (2009) menyatakan bahwa untuk masa pertanaman musim hujan, stek yang ditanam vertikal dan miring memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap jumlah tanaman yang tumbuh, hasil, dan kadar pati tanaman daripada posisi stek horizontal. Widodo (1996) dalam Hayati et al., (2012), menyatakan bahwa perakaran yang berkembang baik dan didukung oleh bahan organik dalam tanah yang cukup maka tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan baik pada fase vegetatif maupun generatif.

Hidayat et al., (2012) menyatakan bahwa pertambahan jumlah tunas dipengaruhi oleh faktor salah satunya jumlah nitrogen yang ada didalam tanah. Nitrogen berfungsi untuk membentuk klorofil dan protein, dengan meningkatnya jumlah klorofil maka aktifitas fotosintesis akan meningkat dan fotosintesis yang dihasilkan akan meningkat. Meningkatnya fotosintesis akan menyediakan energi yang lebih yang dapat memacu hormon pertumbuhan untuk membentuk tunas baru. Sitompul dan Guritno (1995) dalam Irawati dan Nintya (2006) menyatakan bahwa jumlah ruas batang merupakan salah satu faktor yang menentukan jumlah cabang, hal ini disebabkan karena pada ruas batang tersebut akan tumbuh tunas lateral yang nantinya akan mengganti cabang. Tanaman yang memiliki jumlah ruas lebih banyak dimungkinkan akan memiliki tunas lateral lebih banyak pula.

 

Tinggi tunas

Pengamatan tinggi tunas yang tumbuh dilakukan pada stek yang baru ditanam hingga berumur 30 hari masa tanam untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan bentuk penanaman stek terhadap tinggi tunas yang tumbuh. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data tinggi tunas tertera pada Tabel 2. sebagai berikut :

 

 

Tabel 2. Hasil pengamatan penanaman dan pemupukan rata-rata tinggi tunas

Hari Ke- Rata-rata Tinggi Tunas
Perlakuan 1 (cm) Perlakuan 2 (cm)
1 0,5
2 0,5
3 0,5
4 0,5
5 0,5
6 0,5
7 0,75
8 1
9 1
10 0,5 3
11 1 4
12 2,5 5
13 3 5
14 3,4 4,2
15 4 5
16 3 5,1
17 5 5,1
18 6 5,1
19 7,97 5,1
20 9,2 5,4
21 10,8 5,4
22 11,5 5,4
23 11,25 5,6
24 12 7,2
25 12 8,8
26 12,4 9,5
27 13 13,1
28 13,3 15,7
29 13,7 15,9
30 14 16,2

 

Gambar 4. Rata-rata tinggi tunas

Berdasarkan data hasil praktikum yang tertera pada tabel 2, diketahui bahwa tinggi tunas perlakuan 1 pada awal bertunas adalah sebesar 0,5 cm, kemudian terus bertambah hingga pada hari ke 16 rata-rata tinggi tunas berkurang dari 4 cm menjadi 3 cm dikarenakan tumbuh tunas baru, begitu juga pada hari ke 23 rata-rata tinggi tunas menurun dari 11,5 cm menjadi 11,25 cm. Rata-rata tinggi tunas pada perlakuan 2 saat awal bertunas sebesar 0,5 cm dan terus bertambah hingga pada hari ke 14 rata-rata tinggi tunas berkurang dari 5 cm menjadi 4,2 cm dikarenakan pada perlakuan 2 tumbuh tunas baru yang memiliki tinggi lebih pendek dibanding tunas yang sudah ada sehingga rata-rata tinggi tunas akan berkurang. Rata-rata tinggi tunas pada perlakuan 2 lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan 1, hal ini dapat disebabkan karena perakaran pada perlakuan 2 lebih dalam dibandingkan pada perlakuan 1 yang cara penanamannya hanya ditaruh di atas tanah sehingga menyebabkan kemampuan akar dalam menyerap nutrien dari dalam tanah sedikit terhambat. Terhambatnya penyerapan nutrien dari dalam tanah dapat menyebabkan proses metabolisme dalam tanaman dan pembongkaran unsur-unsur hara dan senyawa-senyawa organik dalam tubuh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat.

Hartman et al., (1981) dalam Irawati dan Nintya (2006) menyatakan bahwa di dalam tanaman terdapat hubungan yang erat antara pertumbuhan tunas dan akar. Pertumbuhan tunas yang baik akan menyebabkan pembentukan daun yang baik, sehingga proses fotosintesis meningkat, dengan demikian karbohidrat yang dihasilkan lebih banyak dan dapat digunakan untuk pembentukan akar. Pertumbuhan akar yang baik memungkinkan tanaman dapat menghasilkan energi yang banyak untuk keperluan proses metabolisme maupun untuk proses pertumbuhan lebih lanjut. Hasil pengamatan jika dibandingkan literatur menunjukkan perbedaan tinggi rata-rata tunas pada tanaman disebabkan karena faktor kemampuan akar dalam menyerap nutrien di dalam tanah. .


 

KESIMPULAN

 

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hari awal bertunas, jumlah tunas, serta tinggi tunas pada perlakuan 2 lebih baik dibandingkan dengan perlakuan 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tunas diantaranya faktor cahaya dan juga cara penanaman sehingga akar dapat menyerap nutrien di dalam tanah dengan maksimal.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Petunjuk Lapangan (PETLAP) Penanaman. Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Pusat Pelatihan Pertanian. Jakarta.

Arifin H. S. dan Nurhayati. 2000. Pemeliharaan Taman. Penebar Swadaya. Jakarta.

Febriana, S. 2009. Pengaruh konsentrasi zpt dan panjang stek terhadap pembentukan akar dan tunas pada stek apokad (Persea americana Mill). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hanum, C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.

Hayati, E., Sabaruddin., dan Rahmawati. 2012. Pengaruh jumlah mata tunas dan komposisi media tanam terhadap pertumbuhan setek tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Jurnal Agrista Vol. 16 No. 3, 2012.

Hidayat, N. S. 2012. Studi produksi dan kualitas rumput gajah (Pennisetum purpureum) varietas thailand yang dipupuk dengan kombinasi organik-urea. Fakultas Peternakan. Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto.

Indriyanto. 2000. Pengaruh beberapa cara penyiangan terhadap pertumbuhan sengon. Prosiding Seminar Nasional III Pengembangan Wilayah Lahan Kering. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Irawati, H., dan N. Setiari. 2006. Pertumbuhan tunas lateral tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) setalah dilakukan pemangkasan pucuk pada ruas yang berbeda. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unversitas Diponegoro. Semarang.

Kadarisman, N., A. Purwanto., D. Rosana. 2011. Peningkatan laju pertumbuhan dan produktivitas tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) melalui spesifikasi variabel fisis gelombang akustik pada pemupukan daun (melalui perlakuan variasi peak frekuensi). Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011.

Kushartono, B. 1997. Teknik Penanaman Rumput Raja (King grass) Berdasarkan Prinsip Penanaman Tebu. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Ciawi.

Lugiyo dan Sumarto, 2000. Teknik Budidaya Rumput Gajah cv Hawaii (Penisetum purpureum). Balai Penelitian Ternak Bogor. Bogor.

Mahanani, C. L. R. 2003. Pengaruh media tanam dan pupuk NPK terhadap produksi tanaman pak-choi (Brassica chinensis) varietas green pak-choi. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rivai, A. 2014. Pemeliharaan Tanaman Obat dengan Penyiraman. http://expandxi.com/2014/11/pemeliharaan-tanaman-obat-dengan-penyiraman/. Diakses pada tanggal 09 Desember 2015 pukul 05.55 WIB.

Sadikin, S. 2004. Pengaruh dosis pupuk N dan jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.). Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sari, R. M. 2012. Produksi dan nilai nutrisi rumput gajah (Pennisetum purpureum) cv. taiwan yang diberi dosis pupuk N, P, K berbeda dan  CMA pada lahan kritis tambang batubara. Thesis. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang.

Sinaga, A. R. 2012. Pengaruh Kitosan Sebagai Bahan Penyalut pada Pupuk NPK untuk Memperlambat Larut dalam Air. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sitompul, S. M., dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sparta, A., M. Andini., T. Rahman. 2011. Pengaruh berbagai panjang stek terhadap pertumbuhan bibit buah naga (Hylocereus polyryzus). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. Bengkulu.

Subandi. 2009. Teknologi budidaya untuk meningkatkan produksi ubi kayu dan keberlanjutan usaha tani. Jurnal Iptek Tanaman Pangan. 4(2): 131-153.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published.