Laporan Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak Acara Anatomi Jantan
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU REPRODUKSI TERNAK
ACARA IV
ANATOMI JANTAN
Disusun oleh:
Nurus Sobah
PT/06587
XVI
Asisten: Awin Pinasthika
LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK
BAGIAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
ACARA IV
ANATOMI ORGAN REPRODUKSI JANTAN
TINJAUAN PUSTAKA
Reproduksi merupakan salah satu kemampuan hewan yang sangat penting. Suatu jenis hewan akan segera punah tanpa kemampuan tersebut. Oleh karena itu, perlu dihasilkan sejumlah besar individu baru yang akan mempertahankan jenis suatu hewan. Proses pembentukan individu baru inilah yang disebut reproduksi (Isnaeni, 2006). Organ kelamin jantan umumnya mempunyai bentuk yang hampir bersamaan, terdiri dari testis yang terletak di dalam skrotum, saluran-saluran organ kelamin, penis, dan kelenjar asesoris. Organ kelamin jantan dibagi menjadi organ kelamin primer berupa testis, dan organ kelamin sekunder berbentuk saluran-saluran yang menghubungkan testis dengan dunia luar yaitu ductus eferens, epididimis, ductus deferens, dan penis yang di dalamnya terdapat uretra, dipakai untuk menyalurkan air mani dan cairan asessoris keluar pada waktu ejakulasi (Hardjopranjoto, 1995).
Testis
Organ primer jantan disebut testis. Struktur kecil yang berbentuk oval ini tersokong dalam suatu pounch yang menyerupai kantong yang disebut skrotum. Testis terdapat sejumlah lobus-lobus yang berdesakan, masing-masing mengandung tubulus seminiferus yang berbelit-belit. Sel-sel sertoli ditemukan sepanjang tubulus, tempat di mana sperma tumbuh. Tubulus ini juga menyekresikan sebagian besar cairan seminalis, atau semen, yang merupakan organ transportasi sperma. Sel-sel interstisial testis merupakan sumber dari hormon testosteron (Hamilton, 1995). Testes (testikel) agak bervariasi dari spesies ke spesies dalam hal bentuk, ukuran dan lokasi, tetapi struktur dasarnya adalam sama. Masing-masing testis terdiri dari banyak sekali tubulus seminiferus yang dikelilingi oleh kapsul berserabut atau trabekula melintas masuk dari tunika albuginea untuk membentuk kerangka atau stroma, untuk mendukung tubulus seminiferus. Trabekula bergabung membentuk korda fibrosa, yaitu mediastinum testis (Frandson, 1992).
Epididimis
Epididimis ialah suatu struktur seperti selang yang berbelit-belit dan membentuk tanda koma serta memiliki panjang sekitar 6 meter. Kepala epididimis menutupi aspek superior testis sementara bagian badan dan ekor epididimis terletak di aspek posterolateralis testis. Fungsi epididimis ialah untuk menyimpan dan mentranspor sperma. Sperma yang belum matang dari testis memasuki epididimis, menjadi motil dan fertil selama perjalanan 20 hari. Selama ejakulasi, otot polos di dinding epididimis berkontraksi dan sperma akan dikeluarkan ke dalam ductus deferens (Henderson and Kathleen, 1997).
Ductus deferense
Setiap gerakan epididimis mengalir ke atas melalui duktus seminalis. Ductus ini disebut ductus deferens, yang mempunyai panjang sekitar 18 inci dan membawa semen ke uretra. Pembuluh dan duktus testikuler, saraf, dan limfatik terbungkus di dalam selaput fibrosa, medula spermatik (Hamilton, 1995). Ductus deferens meninggalkan ekor epididimis bergerak melalui kanal inguinal yang merupakan bagian dari korda spermatik dan pada cincin inguinal internal memutar ke belakang, memisah dari pembuluh darah dan saraf dari korda. Dua ductus deferens mendekati uretra, bersatu dan kemudian ke dorso kaudal kandung kencing, serta dalam lipatan peritonium yang disebut lipatan urogenital (genital fold) yang dapat disamakan dengan ligamentum lebar pada betina. Ada yang homolog dengan uterus pada beberapa hewan, yaitu uterus maskulinus yang merupakan lipatan genital di antara dua ductus deferens. Struktur homolog tersebut mempunyai asal usul embriologi yang sama (Frandson, 1992).
Kelenjar Tambahan
Kelenjar vesikularis. Kelenjar vesikularis terdapat sepasang, terletak di kanan dan kiri ampulla ductus deferens. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara ke dalam urethra, umumnya muaranya menjadi satu dengan ampulla sehingga ada 2 muara kiri dan kanan (ostium ejaculatorium). Sekresi kelenjar ini banyak mengandung protein, potasium, fruktosa, asam sitrat, asam askorbut, vitamin dan enzim, warnanya kekuning-kuningan karena banyak mengandung flavin dengan pH 5,7 sampai 6,2 (Widayati et.al., 2008).
Kelenjar prostata. Kelenjar prostata pada sapi berjumlah sepasang, berbentuk bulat dan tidak berlobus. Kelenjar prostata terdiri dari dua bagian, bagian badan prostata dan bagian prostata yamg cryptik. Sekresinya benyak mengandung ion anorganik (Na, Cl, Ca, Mg). Sekresi kelenjar prostata pada sapi sangat encer dan mempunyai pH yang basa (7,5 sampai 8,2) (Widayati et.al., 2008).
Kelenjar bulbourethralis. Kelenjar bulbourethralis terdapat sepasang, di sebelah kanan dan kiri urethra bulbourethralis, di bawah musculus bulbo spongiosus. Kelenjar bulbourethralis pada sapi sebesar buah kemiri, padat dan mempunyai kapsul. Ukuran kelenjar bulbourethralis pada babi lebih besar (Widayati et al., 2008). Kelenjar bulbourethralis terdapat sepasang, berbentuk bundar, kompak, berselubung tebal dan pada sapi sedikit lebih kecil daripada kelenjar bulbourethralis pada kuda. Kelenjar-kelenjar tersebut terletak di atas urethra dekat jalan keluarnya dari cavum pelvis (Feradis, 2010).
Urethra
Urethra adalah saluran tunggal yang memanjang dari persimpangan ampulla ke ujung penis. Ini berfungsi sebagai saluran ekskretoris baik urin mapupun semen. Selama ejakulasi pada sapi, terdapat campuran lengkap konsentrasi spermatozoa dari vas deferens dan epididimis dengan cairan dari kelenjar aksesori pada bagian pelvis uretra untuk membentuk semen (Yusuf, 2012).
Penis
Penis adalah organ yang berbentuk silindris tempat lewatnya uretra. Penis terdiri dari jaringan erektil spongiosa yang kaya akan pembuluh darah. Penis tergantung dan lemas ketika dalam keadaan relaksasi. Sistem saraf otonom, ruangan darah menjadi membengkak, menyebabkan kekakuan, perbesaran, dan ereksi ketika terdapat rangsangan mental dan fisik. Glans penis merupakan struktur pada bagian ujung distal ditutupi dengan kulit yang melipat dua kali untuk membentuk selubung yang disebut foreksin atau prefisium (Hamilton, 1995).
MATERI DAN METODE
Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum anatomi organ reproduksi hewan jantan antara lain pita ukur, timbangan digital, cutter, penjepit, gunting, dan kertas kerja.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum anatomi organ reproduksi hewan jantan antara lain preparat basah (preparat segar) yang berupa organ reproduksi sapi Limousin jantan berumur 3 tahun dengan berat 530 kg.
Metode
Organ reproduksi sapi jantan diamati untuk kemudian diketahui fungsi dari masing-masing organ reproduksi sapi jantan tersebut. Masing-masing bagian organ reproduksi dibedakan, lalu dilakukan pengukuran dengan seksama menggunakan pita ukur atau mistar ukur pada masing-masing bagiannya. Beberapa organ reproduksi dilakukan pengukuran, organ reproduksi yang berukuran besar ditimbang analitik. Semua hasil pengukuran dicatat pada kertas kerja.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem reproduksi jantan terdiri dari organ kelamin primer, sekunder dan assesori. Organ kelamin primer adalah testis yang belokasi di dalam skrotum yang menggantung secara eksternal di daerah inguinal. Organ kelamin sekunder terdiri dari jaringan-jaringan ductus sebagai transportasi spermatozoa dari testis ke bagian luar, dan termasuk didalamnya ductus efferent, epididimis, ductus deferens, penis dan urethra. Sedangkan organ asesori terdiri dari kelenjar prostata, kelenjar vesikularis dan kelenjar bulbourethralis (Cowper’s) (Yusuf, 2012).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data organ reproduksi sapi Limousin umur 3 tahun dengan berat badan 530 kg adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Data hasil pengukuran organ reproduksi sapi Limousin jantan
Organ | Panjang (cm) | Tebal(cm) | Lebar (cm) | Tinggi (cm) | Berat(gr) | Keliling(cm) |
Testis | 16 | 5,5 | – | – | 195,2 | 19,5 |
Epididimis | – | – | – | – | 33,6 | – |
Ductus deferens | 41 | – | – | – | – | – |
Ampulla ductus deferens | 14 | 2 | – | – | – | – |
Kelenjar vesicularis | 12 | – | 6 | 2 | 65,3 | – |
Kelenjar prostata | 12 | – | 6 | – | – | – |
Kelenjar bulbourethralis | 3,5 | – | 2,5 | 1 | 5 | – |
Penis | 10,5 | – | – | – | – | – |
Gambar 1. Anatomi organ reproduksi sapi jantan
Testis
Testis adalah organ reproduksi primer pada jantan, seperti ovarium yang merupakan organ reproduksi primer pada betina. Testis dikatakan sebagai organ reproduksi primer karena memproduksi gamet jantan (spermatozoa) dan hormon kelamin jantan (androgen) (Yusuf,2012). Testis sebagai organ kelamin primer mempunyai dua fungsi yaitu menghasilkan spermatozoa atau sel kelamin jantan, dan menyekresikan hormon kelamin jantan yaitu testosteron (Feradis, 2010). Secara fungsional testis merupakan organ utama dari sistem reproduksi jantan yang berperan penting dalam spermatogenesis dan steroidogenesis. Spermatogenesis berlangsung pada lapisan epitel tubulus seminiferus testis untuk menghasilkan spermatozoa, sedangkan steroidogenesis berlangsung di sel-sel leydig jaringan interstisial testis untuk mensintesin hormon steroid jantan (androgen) (Senger (2005) dalam Wahyuni et al. (2012)).
Berdasarkan data hasil praktikum diperoleh bahwa berat panjang testis 16 cm, tebal testis 5,5 cm, keliling testis 19,5 cm, dan berat testis 195,2 gram. Menurut Yusuf (2012), panjang testis ternak sapi serupa dengan babi yang berkisar antara 10 sampai 13 cm, dengan lebar sekitar 5 sampai 6,5 cm dan berat antara 300 sampai 400 gram, namun lebih kecil pada kambing dan kuda. Menurut Feradis (2012), panjang testis pada sapi dewasa mencapai 12 sampai 16 cm dan diameter 6 sampai 8 cm. Berdasarkan literatur tersebut diketahui bahwa panjang dan tebal testis dalam keadaan normal, tetapi keliling dan berat testis berada di bawah kisaran normal. Faktor yang mempengaruhi perbedaan ukuran testis adalah tergantung pada umur, berat badan, dan bangsa sapi (Feradis, 2010).
Testis berbeda dengan ovarium, dimana testis ini tidak tetap tinggal di dalam rongga tubuh; testis ini menurun dari asalnya di dalam rongga tubuh dekat ginjal melalui inguinalis ke dalam skrotum. Penurunan testis terjadi karena pemendekan gubernaculum, ligamentum yang memanjang dari daerah inguinalis dan melekat pada ekor epididimis. Ini terjadi karena gubernaculum tidak bertumbuh secepat dinding tubuh. Testis tertarik mendekati saluran inguinalis ke dalam skrotum yang dikontrol oleh hormon gonadotropik dan androgen. Penurunan ini terjadi di dalam fetus sapi pada pertengahan kebuntingan dan segera sebelum kelahirna pada kuda. Salah satu atau kedua testis gagal menurun yang disebabkan oleh cacat didalam perkembangannya. Apabila kedua testis tidak turun, ternak tersebut diklasifikasikan sebagai bilaterral crytorchid dan ternak menjadi steril. Jika hanya satu yang menurun, disebut sebagai unilateral cryptochid dan ternak ini biasanya fertil (subur) (Yusuf, 2012). Testis dibungkus oleh kapsul putih mengkilat (tunica albuginea) yang banyak mengandung serabut syaraf dan pembuluh darah yang terlihat berkelok-kelok. Skrotum adalah kantong pembungkus testes. Skrotum terdiri atas kulit yang ditutupi bulu-bulu halus, tunica dartos dan tunica vaginalis propria. Fungsi skrotum adalah mengatur temperatur testis dan epididimis melindungi dan menyokong testis supaya tetap pada temperatur 40 sampai 70 C lebih rendah dari temperatur tubuh (Widayati et.al, 2008). Fungsi skrotum adalah membantu memelihara suhu yang rendah dari testis yaitu 70 F di bawah suhu tubuh, dengan jalan mengadakan pengkerutan dan pengendoran dari dinding skrotum tersebut, dengan demikian proses spermatogenesis dapat berjalan secara sempuna (Hardjopranjoto, 1995). Mekanisme pengaturan panas atau termoregulator dilakukan oleh musculus cremaster externus dan musculus cremaster internus. Kedua musculus ini akan menarik testis ke atas mendekati rongga perut untuk mendapatkan pemanasan. Tunika dartos menarik testis mendekati perut sehingga permukaan testis menjadi lebih kecil dan melipat untuk mencegah pengeluaran panas. Apabila temperatur panas, kedua otot ini relaksasi sehingga testis turun menjauhi perut dan permukaan mengembang untuk mempercepat pengeluaran panas (Widayati et.al., 2008).
Kastrasi merupakan suatu istilah yang biasanya dipakai untuk menghilangkan testis pada hewan jantan, walaupun secara teknis dapat dipakai juga untuk menghilangkan ovari pada hewan betina, yang lazim disebut spaying. Kastrasi dimaksudkan untuk mencegah hewan-hewan dengan kualitas genetik yang rendah untuk bereproduksi. Ini penting dalam meningkatkan semua bangsa ternak. Kastrasi pada mulanya secara efektif meningkatkan kualitas individu-individu hewan yang digunakan untuk dipotong dengan menghambat tanda-tanda kelainan sekunder yang tidak diinginkan dan membuat hewan menjadi jinak (Frandson, 1992).
Rete testis terdiri dari saluran-saluran yang beranastomose dalam mediastinum testis. Saluran-saluran ini terletak di antara tubulus seminiferus dan ductus eferen yang berhubungan dengan ductus epididimis dalam kepala epididimis. Sel leydig menghasilkan hormon kelamin jantan testosteron yang terdapat di dalam jaringan pengikat di antara tubulus seminiferus (Frandson, 1992).
Gambar 2. Anatomi testis sapi
Epididimis
Epididimis merupakan saluran berkelok-kelok yang menghubungkan testis dengan ductus deferens. Epididimis terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian kepala (caput epididimis), bagian badan (corpus epididimis), dan bagian ekor (cauda epididimis) (Hardjopranjoto, 1995). Menurut Frandson (1992), epididimis merupakan pipa panjang dan berkelok-kelok yang menghubungkan vasa eferensia pada testis dengan ductus deferens (vas deferens). Epididimis merupakan saluran spermatozoa yang panjang dan berbelit, terbagi atas caput, corpus, dan cauda epididimidis, melekat erat pada testis dan dipisahkan oleh tunika albugenia (Dyce et al., 1996 dalam Wahyuni et al., 2012). Organ tersebut berperan penting pada proses absorpsi cairan yang berasal dari tubulus seminiferus testis, pematangan, penyimpanan dan penyaluran spermatozoa ke ductus deferens sebelum bergabung dengan plasma semen dan diejakulasikan ke dalam saluran reproduksi betina (Wrobel dan Bregmann, 2006 dalam Wahyuni et al., 2012). Epididimis adalah saluran eksternal pertama dari testis, yang menyatu secara longitudinal pada permukaan testis dan terbungkus dalam tunika vaginalis bersama dengan testis. Caput (kepala) dari epididimis adalah daerah datar di puncak testis, di mana 12 sampai 15 saluran (ductus) kecil, ductus eferens, menyatu menjadi satu ductus. Corpus (badan) memanjang sepanjang sumbu longitudinal dari testis dan satu saluran tunggal yang terhubung sampai pada cauda (ekor). Panjang total saluran berbelit-belit ini adalah sekitar 34 meter pada sapi dan lebih panjang lagi pada ram, babi hutan, dan kuda (Yusuf, 2012).
Berdasarkan data hasil praktikum diketahui bahwa berat epididimis pada sapi Limousin adalah 33,6 gram. Menurut Menezes et.al. (2014), sapi memiliki epididimis seberat sekitar 30 gram. Berdasarkan literatur tersebut, diketahui bahwa epididimis berada di bawah kisaran normal. Faktor yang mempengaruhi perbedaan ukuran epididimis adalah umur, berat tubuh, dan bangsa sapi. Epididimis merupakan saluran reproduksi yang amat penting karena saluran sangat menentukan kemampuan fertilitas sperma yang dihasilkan (Foote, 1969 dalam Soeroso dan Duma, 2006). Sperma melewati epididimis berkisar antara 9 sampai 13 hari yang dialirkan oleh cairan testes, aktivitas silia epitel dari ductus eferent dan oleh kontraksi otot dinding saluran epididimis (Soeroso dan Duma, 2006).
Epididimis mempunyai empat fungsi utama yaitu pengangkutan atau transportasi, konsentrasi atau pengentalan, maturasi dan penyimpanan spermatozoa (Feradis, 2010). Epididimis berfungsi untuk mengangkut spermatozoa. Beberapa faktor berkontribusi terhadap gerakan spermatozoa melalui epididimis. Salah satu faktor adalah tekanan dari produksi spermatozoa. Spermatozoa diproduksi dalam tubulus seminiferus, dimana spermatozoa ini dipaksa keluar melalui rete testis dan ductus eferens ke epididymis. Lapisan epididimis berisi beberapa sel epitel bersilia, tetapi peran dari silia ini dalam memfasilitasi pergerakan spermatozoa dibantu oleh ejakulasi. Selama ejakulasi, kontraksi peristaltik yang melibatkan lapisan otot polos epididimis dan tekanan negatif sedikit (tindakan mengisap) dibuat oleh kontraksi peristaltik dari ductus deferens dan urethra aktif bergerak spermatozoa dari epididimis ke dalam ductus deferens dan urethra. Fungsi kedua dari epididumis adalah konsentrasi spermatozoa. Spermatozoa masuk ke dalam epididimis dari testis berkonsentrasi relatif sekitar 100 juta spermatozoa/ml. Epididimis konsentrasinya meningkat sekitar 4 x 109 (4 miliar) spermatozoa per ml. Konsentrasi terjadi sebagai cairan, yang menangguhkan spermatozoa di testis, yang diserap oleh sel-sel epitel dari epididimis. Penyerapan cairan ini terutama di caput dan ujung proksimal dari corpus. Fungsi ketiga dari epididimis adalah penyimpanan spermatozoa. Kebanyakan spermatozoa disimpan dalam cauda epididimis dari mana spermatozoa terkonsentrasi yang dikemas ke dalam epididimis lumen. Epididimis sapi dewasa mengandung kira-kira 50 sampai 74 miliar spermatozoa. Kapasitas spesies lainnya belum dilaporkan. Kondisi yang optimal dalam cauda dibutuhkan untuk kelangsungan hidup spermatozoa selama penyimpanan. pH rendah, viskositas tinggi, konsentrasi karbon dioksida tinggi, rasio kalium-natrium tinggi, pengaruh testosteron, dan kemungkinan kombinasi beberapa-faktor lainnya berkontribusi ke tingkat metabolisme rendah dan memperpanjang daya hidup. Fungsi keempat epididimis adalah pematangan spermatozoa. Spermatozoa baru terbentuk masuk ke caput dari ductus efferens, spermatozoa tersebut tidak memiliki kemampuan motilitas ataupun kesuburan. Ketika spermatozoa melewati epididimis spermatozoa memperoleh kemampuan untuk menjadi motil dan subur. Jika cauda yang diikat di setiap akhir, spermatozoa paling dekat dengan corpus meningkat kesuburannya hingga 25 hari. Selama periode yang sama, spermatozoa terdekat ductus deferens berkurang kemampuan kesuburannya. Oleh karena itu, tampak bahwa kemampuan spermatozoa menjadi subur di cauda dan kemudian menjadi matang namun akan menurun kesuburannya apabila tidak dikeluarkan. Selama di epididimis, spermatozoa kehilangan droplet sitoplasma yang terbentuk pada leher masing-masing spermatozoa selama spermatogenesis. Makna fisiologis droplet sitoplasma belum diketahui, namun telah digunakan sebagai indikator kematangan spermatozoa di dalam epididimis. Jika persentase yang tinggi dari spermatozoa segar yang diejakulasikan dan mempunyai droplet sitoplasma, maka dianggap spermatozoa tersebut belum matang dan memiliki kapasitas kesuburan yang rendah (Yusuf, 2012).
Gambar 3. Anatomi Epididimis
Ductus deferens
Ductus deferens adalah sepasang saluran dari ujung distal cauda masing-masing epididimis yang ujungnya didukung oleh lipatan peritoneum, melewati sepanjang korda spermatika, melalui canalis inguinalis ke daerah panggul, dimana kemudian menyatu dengan urethra (Yusuf, 2012). Ductus deferens (vas deferens) merupakan saluran lurus yang mengarah ke atas dan merupakan lanjutan dari epididimis. Ductus deferens tidak menempel pada testis dan ujung salurannya terdapat di dalam kelenjar prostat. Ductus deferens berfungsi sebagai saluran tempat jalannya sperma dari epididimis menuju vesikula seminalis. Menurut Frandson (1992), ductus deferens (vas deferens) adalah pipa berotot yang pada saat ejakulasi mendorong spermatozoa dari epididimis ke ductus ejakulatoris dalam uretra prostatik. Menurut Bahr dan Bakst (1993) dalam Johari et.al. (2009), ductus deferens adalah saluran yang melekat disepanjang medio ventral permukaan ginjal. Ductus deferens mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan spermatozoa sebelum diejakulasikan.
Berdasarkan data hasil praktikum diketahui bahwa panjang ductus deferens adalah 41 cm, dan ampulla ductus deferens memiliki panjang 14 cm dan lebar 2 cm. Menurut Widayati et.al. (2008), sapi dewasa ampulla berdiameter 10 sampai 15 cm dengan ketebalan 1 cm, pada kuda diameter 20 cm dengan ketebalan 2 cm, dan pada kambing diameter 7 cm dengan ketebalan 0,2 sampai 0,5 cm. Kambing dan domba memiliki ukuran ampulla yang sama. Menurut Feradis (2010), ampulla pada sapi mempunyai panjang 10 sampai 14 cm, diameter 1 sampai 1,5 cm. Berdasarkan literatur tersebut, diketahui bahwa ampulla ductus deferens berada pada kisaran normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan ukuran ampulla ductus deferens adalah umur, berat badan, dan bangsa sapi.
Ujung ductus deferens yang membesar dekat urethra adalah ampula. Ductus deferens memiliki lapisan tebal otot polos di dinding dan tampaknya memiliki fungsi tunggal trasportasi spermatozoa. Beberapa berpendapat bahwa ampulla berfungsi sebagai depot penyimpanan jangka pendek untuk semen. Namun, spermatozoa matang hanya dalam waktu singkat di dalam ampulla. Spermatozoa berenang di dalam ampulla selama ejakulasi sebelum memasuki urethra (Yusuf, 2012).
Vasectomi dilakukan dengan cara pembedahan atau pemotongan ductus deferens, sehingga spermatozoa tidak dapat melanjutkan perjalanannya dari epididimis menuju ke sistem urogenitalis. Kegunaan dari vasectomi adalah domba yang divasectomi berguna untuk menentukan estrus pada domba betina (pemacek), dan menggertak estrus pada domba betina pada waktu laktasi atau pada saat bukan musim kawin. Kerugian dari vasectomi adalah vasectomi dijalankan dengan pembedahan dan untuk dapat menjalankan pembedahan ini dengan baik maka diperlukan latihan khusus, kemungkina dapat terjadi penyambungan saluran kembali secara alamiah apabila epididimis tidak cukup panjang yang dipotong, sesudah vasectomi dilakukan seharusnya diadakan uji terhadap semen pejantan apakah mengandung spermatozoa motil atau tidak, diperlukan identifikasi yang tepat bagi hewan yang telah divasectomi, bila tidak hal ini akan membingungkan dan program pemuliaan ternak akan kacau (Feradis, 2010).
Gambar 4. Anatomi Ductus deferens
Kelenjar tambahan
Kelenjar vesikularis. Kelenjar vesikularis (kadang-kadang disebut vesicula seminalis) adalah sepasang kelenjar lobular yang mudah didentifikasi karena bentuk yang menonjol (Yusuf, 2012). Kelenjar vesicularis dahulu disebut vesicula seminalis karena disangka reservior semen. Kelenjar vesicularis pada sapi terdapat sepasang, jelas lobulasinya dan berada di dalam lipatan urogenital lateral dari ampulla (Feradis, 2010). Kelenjar vesikularis yang sepasang bersifat sebagai kelenjar tubulus majemuk atau tubuloalveolar (Dellmann and Brown, 1992).
Berdasarkan data hasil praktikum diketahui bahwa kelenjar vesikularis memiliki panjang 12 cm, lebar 6 cm, tinggi 2 cm, dan berat 65,3 gram. Menurut Feradis (2010), kelenjar vesikularis pada sapi berukuran panjang 10 sampai 15 cm dan diameter 2 sampai 4 cm. Menurut Yusuf (2012), kelenjar vesikularis pada sapi, babi hutan, dan kuda panjangnya adalah 13 sampai 15 cm, tapi lebar dan ketebalan kelenjar vesikular sapi kira-kira setengah dari babi dan kuda. Berdasarkan literatur tersebut, diketahui bahwa kelenjar vesikularis pada sapi Limousin berada pada kisaran normal. Faktor yang mempengaruhi perbedaan ukuran dai kelenjar vesikularis adalah umur, berat badan, dan bangsa sapi.
Sekresi kelenjar vesikularis merupakan cairan keruh dan lengket yang mengandung protein, kalium, asam sitrat, fruktosa, dan beberapa enzim yang konsentrasinya tinggi, kadang-kadang berwarna kuning karena mengandung flavin. pH-nya berkisar 5,7 sampai 6,2. Sekresi kelenjar vesikularis membentuk 50 persen dari volume ejakulasi normal pada sapi (Feradis, 2010). Kelenjar vesikularis pada sapi memberikan kontribusi lebih dari setengah dari volume total cairan semen, dan tampaknya memberikan kontribusi yang besar pada spesies lain. Senyawa organik yang ditemukan di sekresi kelenjar vesikuler adalah unik dan tidak ditemukan dalam jumlah besar di tempat lain di dalam tubuh. Dua senyawa ini, fruktosa dan sorbitol, merupakan sumber utama energi untuk spermatozoa sapi dan babi hutan tetapi konsentrasinya lebih rendah pada babi dan kuda. Kedua fosfat dan karbonat buffer ditemukan dalam sekresi dan penting dalam melindungi perubahan pH semen. Perubahan pH tersebut merugikan spermatozoa (Yusuf, 2012).
Gambar 5. Anatomi kelenjar vesikularis
Kelenjar prostata. Prostata adalah kelenjar tunggal yang terletak di sekitar dan sepanjang urethra dibagian posterior saluran ekskretoris dari kelenjar vesikularis. Bagian prostata terlihat dalam saluran dipotong dan dapat teraba sapi dan kuda. Semua prostata pada domba tertanam dalam otot urethra seperti bagian dari jaringan kelenjar pada sapi dan babi hutan (Yusuf, 2012). Kelenjar prostata sapi mengelilingi urethra dan terdiri dari dua bagian, badan prostata (corpus prostatae) dan prostata disseminata atau prostata yang cryptik (pars disseminata prostatae). Sekresi kedua bagian ini berjalan melalui saluran kecil dan banyak yang bermuara ke dalam urethra pada beberapa deretan (Feradis, 2010).
Berdasarkan data hasil praktikum diketahui bahwa kelenjar prostata bagian corpus prostata memiliki panjang 12 cm dan lebar 6 cm. Kelenjar prostata berkontribusi kecil untuk volume cairan semen di sebagian besar spesies. Kontribusi dari kelenjar prostata lebih substatial dibandingkan dengan kelenjar vesikularis pada prostata babi. Prostata babi lebih besar daripada sapi. Sekresi prostata yang tinggi ion anorganik dengan natrium, klor, kalsium, dan semua magnesium dalam larutan (Yusuf, 2012). Menurut Widayati et.al. (2008), sekresi kelenjar prostata banyak mengandung ion anorganik (Na, Cl, Ca, Mg). Sekresi pada sapi sangat encer dan mempunyai pH yang basa (7,5 sampai 8,2).
Gambar 6. Anatomi kelenjar prostata
Kelenjar bulbourethralis. Kelenjar bulbourethralis berjumlah sepasang, terdapat di sebelah kanan dan kiri urethra bulbourethralis, di bawah muskulus bulbo spongiosus. Kelenjar bulbourethralis pada sapi sebesar buah kemiri, padat, dan mempunyai kapsul, dan pada babi ukuran kelenjar bulbourethralis lebih besar (Widayati et al., 2008). Kelenjar bulbourethralis adalah sepasang kelenjar yang terletak di sepanjang urethra dekat titik luar dari panggul. Ukuran dan bentuknya seperti kenari pada sapi, tetapi jauh lebih besar pada babi. Pada sapi, kelenjar ini melekat pada otot bulbospongiosum, berkontribusi sangat sedikit untuk volume cairan semen (Yusuf, 2012).
Berdasarkan data hasil praktikum, diketahui bahwa kelenjar bulbourethralis pada sapi Limousin memiliki panjang 3,5 cm, lebar 2,5 cm, tinggi 1 cm, dan berat 5 gram. Menurut Feradis (2010), kelenjar bulbourethralis pada sapi sedikit lebih kecil daripada kelenjar bulbourethralis pada kuda yang berukuran tebal 2,5 sampai 5 cm. Saluran-saluran sekretoris dari setiap kelenjar bergabung membentuk satu saluran ekskretoris yang panjangnya 2 sampai 3 cm. Berdasarkan literatur tersebut diketahui bahwa kelenjar bulbourethralis pada sapi Limousin dalam masih kisaran normal. Faktor yang mempengaruhi perbedaan dari ukuran kelenjar bulbourethralis adalah umur, berat badan, dan bangsa sapi.
Hasil sekresi yang bersifat mukus dan mirip protein kelenjar bulbourethralis, disekresikan mendahului proses ejakulasi pada ruminansia, berperan menetralisasikan lingkungan urethra dan melumasi urethra serta vagina. Hasil sekresi mukus pada babi jantan kaya akan asam sialik (sialic acid) merupakan sebagian dari ejakulat (15% sampai 30%) dan kemungkinan ikut membantu menutup cervix dalam menghindari kehamilan mani. Hasil sekresi kucing jantan bersifat mukus dan mengandung glikogen. Bila kelenjar vesikularis tidak ada, glikogen dari kelenjar bulbourethralis dapat menjadi sumber fruktosa pada mani kucing. Bahan ini menjadi sumber metabolisme spermatozoa untuk memperoleh energi (Dellmann and Brown, 1992). Sekresi pada sapi merupakan residu urin dari urethra sebelum ejakulasi. Sekresi ini dipandang sebagai penggiring dari preputium sebelum kopulasi. Sekresinya pada babi menjelaskan bahwa sebagian dari semen babi yang menggumpal. Selama kawin alami, benjolan putih yang dibentuk oleh koagulasi dapat mencegah sperma mengalir kembali melalui leher rahim ke dalam vagina babi betina (Yusuf, 2012).
Gambar 7. Anatomi kelenjar bulbourethralis
Urethra
Urethra adalah saluran tunggal yang memanjang dari persimpangan ampulla ke ujung penis. Ini berfungsi sebagai saluran ekskretoris baik urin mapupun semen. Selama ejakulasi pada sapi, terdapat campuran lengkap konsentrasi spermatozoa dari ductus deferens dan epididimis dengan cairan dari kelenjar tambahan pada bagian pelvis urethra untuk membentuk semen (Yusuf, 2012). Urethra masculinus atau canalis urogenitalis adalah saluran ekskretoris bersama untuk urin dan semen. Urethra membentang dari daerah pelvis ke penis dan berakhir pada ujung glans sebagai urificium urethrae externa (Feradis, 2010).
Menurut letaknya, urethra dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pars pelvina, pars bulbourethralis, dan pars penis (Widayati et al., 2008). Bagian pelvis (pars pelvina) merupakan suatu saluran silindrik dengan panjang 15 sampai 20 cm dan diselubungi oleh otot urethra yang kuat dan terletak pada lantai pelvis. Bagian bulbourethralis (pars bulbourethralis) adalah bagian yang melengkung seputar arcus ischiadicus. Bagian penis (pars penis) merupakan termasuk dari kelengkapan penis (Feradis 2010). Bagian belakang dari vesica urinaria terdapat bangunan kecil (colicullus seminalis). Bagian depannya adalah muara bersama dari ampulla dan saluran kelenjar vesikularis (Widayati et al., 2008).
Gambar 8. Anatomi urethra
Penis
Penis adalah organ kopulasi jantan, mempunyai tugas ganda yaitu pengeluaran urin dan perletakan semen ke dalam saluran reproduksi betina. Penis terdiri dari akar, badan, dan ujung bebas yang berakhir pada glans penis (Feradis, 2010). Penis merupakan organ kopulasi pada hewan jantan, berbentuk silinder panjang dan bersifat fibroelastik (kenyal). Penis membentang ke depan dari arcus ischiadicus pelvis sampai ke daerah umbilikus pada dinding ventral perut. Penis ditunjang oleh fascia dan kulit. Penis terdiri akar atau pangkal, badan penis dan ujung penis (Widayati et al., 2008).
Berdasarkan data hasil praktikum, diketahui bahwa panjang penis dari sapi Limousin dalah 10,5 cm. Menurut Peters and Ball (1995), anterior dari glans penis memiliki panjang 8 cm atau lebih dan biasanya terletak di dalam selubung atau preputium. Selama ereksi, penis akan diekstrusi sepanjang 55 cm dari preputium. Berdasarkan literatur tersebut, diketahui bahwa ukuran penis berada di atas kisaran normal. Faktor yang mempengaruhi perbedaan ukuran penis adalah umur, berat badan, dan bangsa sapi.
Menurut Feradis (2010), bagian ujung atau glans penis terletak bebas dalam preputium. Badan penis terdiri dari corpus cavernosum penis yang relatif besar dan diselaputi oleh suatu selubung fibrosa tebal berwarna putih, tunica albuginea. Bagian ventral terdapat corpus cavernosum urethra, suatu struktur yang relatif lebih kecil yang mengelilingi urethra. Kedua corpora cavernosa bersifat seperti spons dan terbagi atas rongga-rongga yang dapat dianggap sebagai kapiler-kapiler yang sangat membesar dan bersambung dengan venae penis. Ereksi penis umumnya disebabkan oleh pembesaran rongga-rongga ini oleh darah yang berkumpul. Akar penis dibentuk oleh dua cabang, crus penis kanan dan kiri, yang mempertautkan penis pada kedua sisi arcus ischiadicus. M. Ischio cavernosus atau erector penis adalah sepasang otot pendek yang timbul dari tuber ischii dan ligamnetum sacroischiadicum dan bertaut pada crura dan corpus penis. Ia menyebabkan ereksi dengan daya pompa dan penekanan terhadap bagian bulbus corpus cavernosum penis yang terletak di bawah otot tersebut. M. Retractor penis adalah suatu otot licin yang bertaut pada vertebrae coccygea pertama dan kedua, berpisah dan bertemu kembali di bawah anus. Pasangan otot ini berjalan sepanjang permukaan ventrocaudal penis dan bertaut pada tunica albuginea penis. Ia berfungsi menarik kembali penis ke dalam preputium sesudah ejakulasi dan mempertahankan posisi ini pada keadaan tidak ereksi (Feradis, 2010).
Jaringan penis bersifat fibroelastik dan agak kaku walaupun dalam keadaan tidak ereksi. Sebagian besar penis dalam keadaan tidak ereksi berbentuk huruf S yang disebut flexura sigmoidea (Widayati et al., 2008). Sapi, babi hutan, dan domba memiliki flexura sigmoidea, sebuah lengkungan berbentuk S pada penis yang memungkinkan untuk ditarik kembali sepenuhnya ke dalam tubuh. Ketiga spesies tersebut dan kuda memiliki otot retractor penis, sepasang otot polos yang relaks yang memudahkan perpanjangan penis dan kontraksi untuk menarik penis kembali ke dalam tubuh. Otot retractor penis ini dari vertebra di daerah ekor dan menyatu ke ventral penis pada anterior ke flexura sigmoidea. Glans penis, yang merupakan ujung bebas dari penis, disuplai dengan saraf sensorik yang merupakan homolog dari clitoris betina. Sebagian besar spesies, penis adalah fibroelastis, mengandung sejumlah kecil jaringan ereksi. Penis kuda mengandung jaringan ereksi yang lebih banyak dibandingkan dengan sapi, babi hutan, babi, dan kambing atau domba (Yusuf, 2012).
Gambar 9. Bentuk penis pada mamalia (Yusuf, 2012)
Berbagai golongan ternak memiliki bentuk glans penis yang bervariasi. Sapi memiliki glans penis agak gepeng dan lancip. Domba memiliki glans penis kecil dan urethranya sebagian dapat keluar dari glans penis, bagian urethra ini disebut dengan processus urethralis. Waktu domba mulai terangsang dan semen akan diejakulasikan maka processus urethralisnya bergetar dengan cepat dan semen disemprotkan ke semua arah dengan tidak menentu dalam vagina. Babi memiliki glans penis berbentuk seperti pencabut gabus (tutup botol) dan pada waktu ereksi memutar beberapa kali. Gerakan ini membantu penis menembus cervix babi betina. Kuda memiliki tipe penis vascular yang berarti mengandung banyak pembuluh darah dibandingkan dengan tipe fibroelastis. Selain banyak mengandung pembuluh darah, tipe penis ini juga mempunyai jaringan otot, tetapi tidak mempunyai flexura sigmoidea. Penis tetap lemas pada keadaan biasa, tetapi pada keadaan ereksi penis akan dapat menampung banyak sekali darah sehingga ukurannya meningkat baik panjang maupun diameternya (Feradis, 2010).
Preputium adalah suatu invaginasi berganda dari kulit yang berisi dan menyelubungi bagian bebas penis sewaktu tidak ereksi dan menyelubungi badan penis caudal dari glans penis sewaktu ereksi. Preputum melindungi penis dari pengaruh luar dan kekeringan. Fornix preputii adalah daerah dimana preputii bertaut dengan penis tepat caudal dari glans penis (Widayati et al., 2008). Preputium merupakan invaginasi kulit yang tertutup pada ujung penis. Ini memiliki asal embrio sama dengan labia minora pada betina. Hal ini dapat dibagi ke dalam bagian prepenile, yang merupakan lipatan luar, dan bagian penis, atau lipatan dalam. Lubang kulit preputium ini dikelilingi oleh rambut preputial panjang (Yusuf, 2012).
Gambar 10. Anatomi penis
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut, disimpulkan bahwa organ reproduksi sapi jantan memiliki ukuran normal kecuali pada penis yang memiliki ukuran di atas normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran masing-masing alat reproduksi ternak jantan adalah umur, berat badan, dan bangsa. Bagian-bagian dari alat kelamin jantan dapat dibedakan menjadi testis, epididimis, ductus deferens, urethra, penis, dan kelenjar-kelenjar tambahan (kelenjar vesikularis, kelenjar prostata, dan kelenjar bulbourethralis). Fungsi testis adalah untuk menghasilkan spermatozoa dan menghasilkan hormon androgen. Fungsi epididimis adalah sebagai transportasi sperma, tempat pemadatan sperma, tempat pemasakan sperma, dan tempat penimbunan sperma. Fungsi urethra sebagai tempat menyalurkan sperma (transportasi semen) dan urin. Fungsi ductus deferens adalah transport spermatozoa dari ekor epididimis ke urethra. Fungsi penis adalah sebagai organ kopularitas bagi hewan jantan. Kelenjar aksesoris terdiri dari tiga bagian yaitu kelenjar vesikularis yang berfungsi menyekresikan kelenjar yang banyak mengandung protein, potasium, fruktosa, asam sitrat, asam askorbut, vitamin, dan enzim, kelenjar prostata berfungsi menyekresikan kelenjar yang mengandung ion anorganik (Na, Cl, Ca, Mg), dan kelenjar bulbourethralis berfungsi untuk membersihkan urethra dari sisa-sisa urin.
DAFTAR PUSTAKA
Dellmann, H.D., and E.M. Brown. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner II. Universitas Indonesia press. Jakarta.
Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Alfabeta. Bandung.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi Keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Johari, S., Ondho Y.S., Sri W., Henry Y.B., Ratnaningrum. 2009. Karakteristik dan Kualitas Semen Berbagai Galur Ayam Kedu. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.
Hamilton, P.M. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran Ternak. Airlangga University Press. Surabaya.
Henderson, C., and Kathleen J. 1997. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Menezes, E.B., Claudia RdA, Jose H.D.C.J., Glaycione C.R., Raimundo M.F., Airton AdA., Arlindo A.A.M. 2014. Testis Size, Peripheral Concentrations of Testosterone, Semen Criteria and Sertoli and Germ Cell Number in Nelore Bulls. Ciencias Agrarias. Londrina. V. 35, N. 5, P. 2437-2448.
Peters, A.R., and P.J.H Ball. 1995. Reproduction in Cattle. Blackwell Science Ltd. United Kingdom.
Soeroso, dan Y. Duma. 2006. Hubungan Antar Lingkar Skrotum dengan Karakteristik Cairan dan Spermatozoa dalam Cauda Epididimis pada Sapi Bali. Fakultas Pertanian Universitas Tadulako. Palu.
Wahyuni, S., Srihadi A., Muhammad A., Tuty L.Y. 2012. Histologi dan Histomofetri Testis dan Epididimis Muncak (Muntiacus muntjak muntjak) pada Periode Ranggah Keras. Jurnal Veteriner. Bogor. Vol 13 No 3 : 211-219. ISSN : 1411-8327.
Widayati, D.T, Kustono., Ismaya., S. Bintara. 2008. Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Yusuf, M. 2012. Buku Ajar Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Download file Laporan Anatomi Jantan