Laporan Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak Acara Anatomi Betina
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU REPRODUKSI TERNAK
ACARA III
ANATOMI BETINA
Disusun oleh:
Nurus Sobah
PT/06587
XVI
Asisten : Awin Pinasthika
LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK
BAGIAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
ACARA III
ANATOMI ORGAN REPRODUKSI BETINA
TINJAUAN PUSTAKA
Organ kelamin betina pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian yaitu organ kelamin dalam dan organ kelamin luar. Organ kelamin dalam terdiri dari ovarium, oviduct, cornu uteri, corpus uteri, cervix, dan vagina, sedang organ kelamin luar terdiri dari vulva, clitoris, vestibulum vaginae, dan kelenjar vestibulae. Organ kelamin dalam, kebagian dorsal digantung oleh beberapa penggantung. Ovarium digantung oleh alat penggantung mesovarium dan ligamentum utero ovarika. Oviduct digantung oleh mesosalpinc, sedangkan uterus, cervix, dan sebagian vagina digantung oleh mesometrium atau sering disebut ligamentum lata (Blakely and Bade, 1998).
Ovarium
Ovarium adalah tempat sintesis hormon steroid seksual, gametogenesis, dan perkembangan serta pemasakan kuning telur (folikel) (Yuwanta, 2004). Ovarium juga memiliki fungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon kelamin betina, yakni estrogen dan progesteron. Estrogen terutama dihasilkan oleh sel-sel teka interna menjadi estrogen. Progesteron terutama dihasilkan oleh sel-sel lutein besar selama metestrus, diestrus dam kebuntingan, di samping dihasilkan pula oleh plasenta (Dellman and Brown, 1992).
Oviduct (Tuba fallopi)
Tuba fallopi juga dikenal dengan istilah oviduct (saluran telur) dan kadang-kadang disebut tuba uterina. Saluran ini terdapat pada setiap sisi uterus dan membentang dari cornu uteri ke arah dinding lateral pelvis (Farrer, 1996). Oviduct bersifat bilateral, strukturnya berliku-liku yang menjulur dari daerah ovarium ke cornu uteri dan menyalurkan ovum, spermatozoa dan zigot. Tiga segmen tuba uterina dapat dibedakan, yakni infundibulum (berbentuk corong besar), ampulla (bagian berdinding tipis yang mengarah ke belakang dari infundibulum, dan isthmus (segmen berotot yang berhubungan langsung dengan uterus (Dellman and Brown, 1992).
Uterus
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir, terletak di dalam pelvis, antara rektum di belakang dan kandung kencing di depan (Pearce, 1995). Uterus merupakan tempat implantasi konseptus (zigot yang telah berkembang menjadi embrio). Uterus mengalami serangkaian perubahan selama berahi (estrus) dan daur reproduksi. Pada kebanyakan spesies, uterus terdiri dari kornua bilateral yang dihubungkan dengan tuba uterina, corpus dan cervix yang berhubungan dengan vagina (Dellman and Brown, 1992).
Cervix
Cervix atau leher uterus berdinding tebal karena berotot dan banyak mengandung serabut elastik. Mukosa-submukosa membentuk lipatan primer tinggi dan berlanjut dengan lipatan sekunder dan tersier. Cervix sapi betina terdapat empat lipatan melingkar dan 15 sampai 25 lipatan memanjang, masing-masing mengandung lipatan sekunder dan tersier. Lipatan tersebut sering memberikan kesan salah pada struktur kelenjar. Kelenjar uterus tidak menjulur dalam cervix pada kebanyakan spesies, dan elemen kelenjar yang terdapat pada cervix kebanyakan bersifat musigen (Dellmann and Brown, 1992).
Vagina
Vagina merupakan buluh berotot yang menjulur dari cervix sampai vestibulum. Lipatan memanjang rendah dari mukosa-submukosa terentang sepanjang vagina. Vagina sapi betina, lipatan melingkar yang penting juga terdapat di bagian kranial vagina. Variasi daur tampak pada tinggi serta struktur epitel. Peningkatan jumlah lendir vagina selama berahi terutama berasal dari cervix. Epitel yang mengalami kornifikasi yang meluas merupakan gejala berahi. Proses ekstensifikasi sangat jelas pada karnivora dan rodensia, tidak terjadi secara nyata pada ruminansia, mungkin karena pengeluaran estrogen yang rendah pada jenis ruminansia pada umumnya (Dellmann and Brown, 1992).
Vulva
Vulva merupakan organ genitalia eksterna, yang terdiri dari vestibulum dan labia. Vestibulum merupakan bagian dari saluran kelamin betina yang berfungsi sebagai saluran reproduksi dan urinaria. Vestibulum bergabung dengan vagina pada external urethal orifice. Vulva dapat menjadi tegang karena bertambahnya volume darah yang mengalir ke dalamnya. Labia terdiri atas labia mayora (lipatan luar vulva) dan labia minora (lipatan dalam vulva). Labia minora homolog dengan praeputium pada hewan jantan dan tidak menyolok pada hewan ternak. Labia mayora homolog dengan skrotum pada hewan jantan (Widayati et.al., 2008).
Clitoris
Clitoris mengandung erectile tissue sehingga berereksi dan banyak mengandung ujung syaraf perasa. Syaraf ini memegang peranan penting pada waktu kopulasi. Clitoris bereaksi pada hewan yang sedang estrus, tetapi hal ini tidak cukup untuk dijadikan sebagai pendeteksi estrus pada spesies (Widayati et al.,2008).
MATERI DAN METODE
Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum anatomi organ reproduksi hewan betina antara lain pisau, pita ukur, dan kertas kerja.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum anatomi organ reproduksi hewan betina antara lain berupa organ reproduksi domba betina Domba Ekor Tipis (DET) berumur 1 tahun dengan berat badan 18 kg.
Metode
Organ reproduksi domba betina diamati untuk kemudian diketahui fungsi dari masing-masing organ reproduksi domba betina tersebut. Masing-masing bagian organ reproduksi dibedakan, lalu dilakukan pengukuran dengan seksama menggunakan pita ukur atau mistar ukur pada masing-masing bagiannya. Semua hasil pengukuran dicatat pada kertas kerja.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hewan betina tidak saja menghasilkan sel-sel kelamin betina yang penting untuk membentuk suatu individu baru, tetapi juga menyediakan lingkungan dimana individu tersebut terbentuk, diberi makan dan berkembang selama masa-masa permulaan hidupnya. Fungsi-fungsi ini dijalankan oleh organ-organ reproduksi primer dan sekunder. Organ reproduksi primer, ovarium, menghasilkan ova (sel telur) dan hormon-hormon kelamin betina. Organ-organ reproduksi sekunder atau saluran reproduksi terdiri dari tuba fallopii (oviduct), uterus, cervix, vagina, dan vulva. Fungsi organ-organ reproduksi sekunder adalah menerima dan menyalurkan sel-sel kelamin jantan dan betina, memberi makan dan melahirkan individu baru. Kelenjar air susu dapat dianggap sebagai suatu organ kelamin pelengkap, karena sangat erat berhubungan dengan proses-proses reproduksi dan esensial untuk pemberian makanan bagi individu yang baru lahir (Feradis, 2010).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data organ reproduksi Domba Ekor Tipis betina dara umur 1 tahun dengan berat badan 18 kg adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil pengukuran organ reproduksi betina
Nama Organ | Hasil Pengukuran | |||
Panjang(cm) | Lebar(cm) | Tinggi(cm) | Keterangan | |
Bursa OvariumOvariumOviductUterus |
Corpus Uteri
Cornu Uteri
Portio Uteri
Cervix Uteri
Vulva
Vestibulum6,613,8
4,5
2
–
4,8
0,7
22,50,8-
–
–
–
1,2
–
2,5-0,4-
–
–
–
–
–
–
Menutup
Portio Vaginales Cervices5–
Ovarium
Ovarium yaitu organ betina yang homolog dengan testes pada hewan jantan. Berbeda dengan testes, ovarium tertinggal di dalam cavum abdominalis. Ovarium mempunyai dwifungsi, sebagai organ eksokrin yang menghasilkan sel telur atau ovum dan sebagai endokrin yang mensekresikan hormon-hormon kelamin betina, estrogen dan progesteron (Feradis, 2010). Fungsi ovarium adalah menghasilkan sel telur (ovum) dan sebagai kelenjar endokrin dan menghasilkan hormon estrogen, progesteron, dan inhibin (Widayati et al., 2008). Ovarium adalah organ primer (atau esensial) reproduksi pada betina seperti halnya testis pada hewan jantan. Ovarium dapat dianggap bersifat endokrin atau sitogenik (menghasilkan sel), karena mampu menghasilkan hormon yang akan diserap langsung ke dalam peradaran darah, dan juga ovum (jamaknya ova), yang dapat dilepaskan dari kelenjar (Frandson, 1992). Ovarium digantung atau disokong oleh suatu ligamentum yang luas (broad ligamentum) yang banyak terdapat syaraf-syaraf dan pembuluh darah (berfungsi memberi suplai zat-zat makanan yang diperlukan oleh ovarium dan saluran reproduksi). Ligamentum yang menggantung ovarium disebut mesovarium (Widayati et al., 2008). Antara ovarium dan oviduct terdapat suatu hubungan anatomik yang intim, walaupun tidak bersambung dalam arti kata yang sebenarnya. Ternak mamalia, ovarium terletak di dalam bursa ovari yang terbuka, berbeda dengan pada tikus dimana ia berada dalam kantong tertutup. Sapi dan domba bursa ovari cukup lebar dan terbuka. Pada babi ia agak menutupi ovarium. Ovarium kuda ia sempit dan hanya menyelubungi fossa ovulatoris (Feradis, 2010).
Berdasarkan data hasil praktikum diperoleh bahwa pada bursa ovari memiliki panjang 0,6 cm dan lebar 2,5 cm, dan ovarium memiliki panjang 1 cm, lebar 0,8 cm, dan tinggi 0,4 cm. Menurut Hardjoprandjoto (1995), ovarium pada hewan pemamahbiak kecil seperti kambing dan domba, bentuknya bulat telur, sedikit gepeng, panjang antara 12 sampai 15 mm, dan beratnya antara 1 sampai 2 gram. Letaknya ada di dalam rongga pelvis. Berdasarkan literatur tersebut dikatehaui bahwa ovarium dalam keadaan normal. Faktor yang mempengaruhi perbedaan ukuran ovarium adalah umur, berat badan, dan bangsa. Menurut Feradis (2010), bentuk dan ukuran ovarium berbeda-beda menurut spesies dan fase estrus. Pada sapi dan domba ovarium berbentuk oval menyerupai buah almond, sedangkan pada kuda berbentuk seperti ginjal karena ada fossa ovulatoris, suatu legokan pada pinggir ovarium. Pada babi, ovarium berupa gumpalan anggur, folikel-folikel dan corpora lutea menutupi jaringan-jaringan ovarial di bawahnya.
Ovarium mamalia terdiri dari dua buah. Waktu pertumbuhan embrional, ovarium akan mengalami sedikit penurunan (descensus ovarica) ke arah kaudal menjelang saat dilahirkan. Ovarium mempunyai permukaan licin pada waktu sebelum terjadinya ovulasi secara teratur, warnanya abu-abu sampai merah muda. Masa remaja, permukaan ovarium menjadi tidak rata karena terbentuk banyak folikel yang baru maupun folikel yang telah dewasa, disamping adanya corpus luteum dan corpus albikans. Bentuknya bervariasi tergantung kepada spesies hewan, dari bentuk bulat telur sampai dengan bentuk menyerupai kacang kara. Besarnya bertambah sesuai dengan bertambahnya umur maupun banyaknya anak yang dilahirkan. Golongan mamalia, ovarium terletak di dalam ronggga pelvis, sehingga organ ini sangat terlindungi dari kemungkinan kerusakan yang disebabkan oleh faktor luar. Letaknya bisa berubah-ubah karena adanya kebuntingan maupun umur yang bertambah, atau bisa juga karena terdesak oleh organ tubuh di sekitarnya (Hardjopranjoto, 1995). Ovarium memiliki beberapa bentuk tergantung dari golongan hewannya. Pada golongan hewan yang melahirkan beberapa anak dalam satu kebuntingan (polytocous), ovariumnya berbentuk seperti buah murbei, contohnya pada babi, anjing, dan kucing. Golongan hewan yang melahirkan satu anak dalam satu kebuntingan (monotocous), ovariumnya berbentuk bulat panjang oval, contohnya pada sapi dan kerbau, sedangkan pada kuda bentuknya seperti ginjal (Widayati et al., 2008).
Oviduct
Nama lain dari oviduct adalah tuba fallopii, tuba uterina, salpinx, atau saluran telur. Oviduct adalah saluran yang sempit dengan dinding berotot licin, berfungsi menerima atau menangkap sel telur (ovum) yang diovulasikan. Sel telur yang telah dibuahi akan diteruskan ke uterus sebagai akibat dari kontraksi dinding oviduct (Hardjopranjoto, 1995). Tuba fallopii atau oviduct merupakan saluran paling anterior, kecil, berliku-liku dan terasa keras seperti kawat terutama pada pangkalnya. Oviduct tergantung di dalam mesosalpinx (Feradis, 2010). Menurut Widayati et al. (2008), fungsi oviduct adalah menerima sel telur yang diovulasikan oleh ovarium, transport spermatozoa dari uterus menuju ke tempat pembuahan, tempat terjadinya pertemuan antara ovum dan spermatozoa (fertilisasi), tempat terjadinya kapasitasi spermatozoa, memproduksi cairan sebagai medium terjadinya pembuahan dan kapasitasi spermatozoa, dan transport ovum yang telah dibuahi (zigot) menuju ke uterus.
Berdasarkan data hasil praktikum, diperoleh data bahwa panjang oviduct dari domba ekor tipis adalah 3,8 cm. Menurut Feradis (2010), domba memiliki oviduct sepanjang 15 sampai 19 cm. Menurut Widayati et al. (2008), kambing dan domba memiliki oviduct sepanjang 15 sampai 30 cm. Berdasarkan literatur tersebut diketahui bahwa panjang oviduct berada di bawah kisaran normal. Faktor yang mempengaruhi perbedaan ukuran dari oviduct adalah umur, berat badan, dan bangsa. Menurut Lewis and Berardinelli (2001), luas permukaan ampulla dapat meningkatkan distribusi produk yang keluar dari sel-sel sekresi dari ampula yang mungkin terlibat dengan pemupukan dan perkembangan embrio awal. Fungsi dari oviduct antara lain kapasitasi spermatozoa, fertilisasi, dan tempat pembelahan embrio.
Oviduct terbagi menjadi tiga bagian, yaitu infundibulum, ampula, dan isthmus (Widayati et al., 2008). Oviduct dapati dibagi atas infundibulum dan fimbriae, ampulla, dan isthmus. Ujung oviduct dekat ovarium membentang ternganga membentuk suatu struktur berupa corong, infundibulum. Luas permukaan infundibulum mencapai 6 sampai 10 cm2 pada domba, dan 20 sampai 30 cm2 pada sapi. Muara infundibulum, ostium abdominale, dikelilingi oleh penonjolan-penonjolan ireguler pada tepi ujung oviduct, fimbriae. Fimbriae tidak bertaut dengan ovarium kecuali pada kutub atas organ tersebut terakhir. Hal ini menjamin pendeatan fimbriae ke permukaan ovarium. Ampulla oviduct merupakan setengah dari panjang oviduct dan bersambung dengan daerah oviduct yang sempit, isthmus. Isthmus dihubungkan secara langsung ke cornua uteri (pada kuda ia memasuki cornu dalam bentuk suatu papila kecil). Tidak ada otot sphincter dalamm arti kata yang sebenarnya pada daerah pertemuan utero-tubal. Namun pada babi, pertemuan ini dilengkapi dengan penonjolan-penonjolan mucosa panjang berbentuk jari yang berasal dari oviduct memasuki lumen uterus sebagai lipatan-lipatan yang cukup baik pemberian darahnya. Sapi dan domba, terdapat suatu pembengkakan yang nyata pada pertemuan utero-tubal, terutama selama estrus (Feradis, 2010).
Uterus
Uterus merupakan bagian saluran organ kelamin yang berbentuk buluh, berurat daging licin, untuk menerima ovum yang telah dibuahi atau embrio dari oviduct, dan pemberian makanan dan perlindungan bagi fetus, selanjutnya untuk mendorong fetus ke arah luar pada saat kelahiran. Bentuk morfologi uterus pada berbagai spesies hewan berbeda-beda menurut derajat ersenyawaan dari saluran muller pada periode embrional (Hardjopranjoto, 1995). Uterus adalah salah satu saluran reproduksi betina selain tuba fallopi, serviks dan vagina. Perubahan struktur dan fungsi uterus ditentu-kan oleh siklus hormonal betina. Pada setiap siklus, awalnya fungsi uterus menyiapkan penerimaan dan transportasi spermatozoa dari cervix ke tuba fallopi. Bila terjadi pembuahan, pada masa kehamilan, uterus menjadi tempat tumbuhnya zygot, hingga kelahiran tiba (Johnson, 1980 dalam Agustini et.al., 2007).
Fungsi uterus itu banyak, sebagai contoh, sebagai jalannya sperma pada saat kopulasi dan motilitas (pergerakan) sperma ke oviduct dibantu dengan kerja yang sifatnya kontraktil. Pada minggu-minggu awal masa kebuntingan, uteruslah yang mendukung perkembangan embrio melalui sekresi dari kelenjar uterus dan plasma darah (susu uterin). Uterus yang dapat mengalami perubahan-perubahan besar dalam ukuran serta bentuknya, berperan sebagai temoat perlekatan melalui plasetom bagi embrio yang sedang berkembang selama kebuntingan. Uterus juga berperan besar dala mendorong fetus serta membrannya pada saat kelahiran. Uterus kemudian dapat kembali dengan cepat ke bentuk semula setelah kelahiran, melalui proses involusi Blakely and Bade, 1998).
Berdasarkan data hasil praktikum, diperoleh data bahwa panjang uterus domba ekor tipis pada bagian corpus uteri adalah 4,5 cm dan cornu uteri adalah 2 cm. Menurut Feradis (2010), panjang corpus uteri pada domba adalah 1 sampai 2 cm dan pada cornu uteri adalah 10 sampai 12 cm. Berdasarkan literatur tersebut diketahui bahwa panjang uterus baik bagian cornu uteri maupun corpus uteri dalam keadaan tidak normal. Faktor yang mempengaruhi perbedaan ukuran uterus adalah umur, berat badan, dan bangsa.
Uterus digantung oleh ligamentum (mesometrium) yang bertaut pada dinding ruang abdomen dan ruang pelvis. Uterus merupakan suatu struktur saluran muskuler yang diperlukan untuk menerima ovum yang telah dibuahi dan perkembangan zigot. Uterus terdiri atas cornu, corpus, dan cervix. Proporsi relatif masing-masing bagian ini, bentuk dan susunan cornu uteri berbeda-beda dari tiap spesies (Widayati et al., 2008). Utero tubal junction sebenarnya merupakan konstriksi sphincter akibat tingginya konsentrasi sel otot sirkuler myometrium tuba falopii yang memisahkan bagian ujung cornue uteri dengan awal tuba falopii. Hubungan ini muncul sebagai papila dalam endometrium, memisahkan bagian akhir dari cornue uteri dengan awal tuba falopii. Ovum yang telah difertilisasi akan melewati utero tubal junction untuk selanjutnya berimplantasi (Moret dalam Jamalia, 2006).
Uterus babi tergolong uterus bicornus dengan cornu yang sangat panjang tetapi corpus yang sangat pendek. Hal ini merupakan suatu penyesuaian anatomik untuk keberhasilan produksi anak dalam jumlah banyak. Sapi, domba, dan kuda, dengan uterus yang tergolong uterus bipartitus, terdapat suatu dinding penyekat (septum) yang memisahkan kedua cornu dan corpus uteri yang cukup panjang (Paling besar pada kuda). Pada sapi dara setiap cornu membentuk satu putaran spiral lengkap, sedangkan pada sapi-sapi pluripara (sudah sering beranak) spiral tersebut sering hanya mencapai setengah putaran (Feradis, 2010). Menurut Widayati et al. (2008), uterus bicornus adalah cornu uterus sangat panjang tetapi corpus sangat pendek, contoh pada babi. Uterus bipartitus terdapat satu dinding penyekat yang memisahkan kedua cornu dan corpus uteri cukup panjang. Pada sapi dara setiap cornu uteri membentuk satu putaran spiral lengkap, sedangkan pada sapi-sapi pluripara spiral tersebut hanya mencapai setengah putaran. Uterus duplex terdapat dinding penyekat pada cervixnya. Pada tikus, kelinci, marmot dan binatang kecil lainnya. Uterus simplex berbentuk seperti buah pir, contohnya pada manusia dan primata.
Plasenta adalah suatu alat yang berfungsi untuk menyelenggarakan pertukaran bahan-bahan secara timbal balik antara induk dan fetus, disamping bekerja sebagai kelenjar endokrin. Menurut anatomi atau bentuknya, plasenta dibagi menjadi 4 macam yaitu plasenta diffusa terdapat pada kuda dan babi, hampir seluruh permukaan chorion dan endometrium uterus bersama-sama membentuk plasenta, kecuali bagian-bagian apek chorion yang berbatasan dengan chorion dari fetus babi di sebelahnya
Cervix
Cervix adalah suatu struktur berupa sphincter yang menonjol ke caudal ke dalam vagina. Ia dikenal dari dindingnya yang tebal dan lumen yang merapat. Walaupun struktur cervix berbeda-beda antara ternak-ternak ruminansia, dindingnya ditandai oleh berbagai penonjolan-penonjolan. Pada ruminansia, penonjolan ini terdapat dalam bentuk lereng-lereng transversal dan saling menyilang, disebut cincin-cincin anuler yang berkembang sampai derajat yang berbeda pada berbagai spesies. Cincin ini sangat nyata pada sapi (biasanya 4 buat) dan pada domba, yang dapat menutup rapat cervix secara sempurna. Cincin pada babi tersebut tersusun dalam bentuk sekrup pembuka botol yang disesuaikan dengan perputaran spiralis jung penis babi jantan. Cervix kuda terdapat lipatan-lipatan mucosa yang nyata dengan penonjolannya yang memanjang ke dalam vagina (Feradis, 2010).
Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa cervix domba ekor tipis yang diamati memiliki panjang 4,8 cm dan lebar 1,2 cm. Kondisi dari portio uteri adalah menutup yang menunjukkan bahwa domba tersebut sedang dalam keadaan tidak estrus. Menurut Feradis (2010), domba memiliki cervix dengan panjang 4 sampai 10 cm dan diameter luar atau lebar adalah 2 sampai 3 cm. Berdasarkan literatur tersebut diketahui bahwa cervix dari domba ekor tipis tersebut dalam keadaan normal.
Cervix berfungsi sebagai otot penutup uterus pada hewan betina yang sedang bunting. Pada permukaan dalam cervix terdapat saluran yang disebut canalis cervicalis. Pada bagian depan terdapat mulut sebelah dalam (orificium uteri internum), sedang pada bagian belakangnya terdapat mulut sebelah luar (orificium uteri externum) atau sering juga disebut sebagai mulut vagina (orificium vaginae) karena bekerja sebagai pintu ke vagina. Ke arah vagina ada bagian cervix yang menjulur keluar, kecuali pada babi, disebut portio vaginalis uteri. Bentuk mukosanya bervariasi tergantung kepada spesies hewannya. Cairan lendir yang bening dikeluarkan pada waktu birahi, atau waktu melahirkan dan setelahnya, menyebabkan saluran cervix menjadi lebih licin dan terbuka. Sebaliknya, pada waktu di luar masa birahi atau pada waktu bunting, cervix menghasilkan lendir yang kental, menutup salurannya sehingga membuat cervix tertutup rapat. Pelebaran saluran cervixs diwaktu birahi dan melahirkan merupakan proses kompleks yang terjadi karena dirangsang secara neuro hormonal, sebagian berlangsung pasif dan sebagian yang lain aktif (Hardjopranjoto, 1995). Cervix berfungsi untuk mencegah benda-benda asing atau mikroorganisme memasuki lumen uterus. Cervix tertutup rapat kecuali selama estrus, pada waktu dimana terjadi relaksasi dan sperma dimungkinkan memasuki utrerus. Mucus dilepaskan dari cervix dan dikeluarkan melalui vulva. Selama kebuntingan sejumlah besar mucus tebal disekresikan oleh sel-sel goblet cervixyang menutup atau menyumbat mati canalis cervicalis sehingga menghambat pemasukan materi infectious. Waktu lain dimana cervix terbuka adalah sesaat sebelum partus. Pada waktu ini penyumbat cervix mencair dan cervix mengembang (dilatasi) untuk memungkinkan pengeluaran fetus dan selaput-selaputnya (Feradis, 2010).
Vagina
Vagina adalah bagian saluran peranakan yang terletak di dalam pelvis di antara uterus (arah cranial) dan vulva (caudal). Vagina juga berperan sebagai selaput yang menerima penis dari hewan jantan pada saat kopulasi (Frandson, 1992). Vagina adalah organ kelamin betina dengan struktur selubung muskuler yang terletak di dalam rongga pelvis dorsal dari vesica urinaria dan berfungsi sebagai alat kopulatoris dan sebagai tempat berlalu bagi fetus sewaktu partus (Feradis, 2010). Vagina memiliki fungsi sebagai alat kopulasi dan tempat semen dideposisikan (pada ruminansia), saluran keluar dari cervix, uterus, dan oviduct, dan jalan peranakan selama proses beranak (Widayati et al., 2008).
Vagina terletak di bagian belakang dari rongga pelvis sebelah atas dari kantong kencing. Pada waktu melahirkan rongga vagina dapat meluas dan membesar sesuai dengan besar fetus yang akan dilahirkan (Hardjopranjoto, 1995). Vagina berbentuk pipa, berdinding tipis dan elastis. Lapisan luar berupa tunika serosa yang diikuti oleh lapisan otot polos yang mengandung serabut otot longitudinal dan sirkular. Lapisan mukosa umumnya terbentuk dari stratified squamous epithelial cells. Sel epitel ini berubah menjadi sel yang tanpa nukleus karena pengaruh estrogen. Membran mukosa vagina terdiri dari sel kelenjar dan sel bersilia. Sel kelenjarnya sangat sedikit yaitu hanya pada bagian depan. Sel kelenjar ini menghasilkan lendir yang berfungsi sebagai lubrikasi dan melindungi terjadinya aberasi pada saat kopulasi (Widayati et al., 2008). Menurut Widayati et al. (2008), ukuran vagina bervariasi tergantung pada jenis hewan, umur, dan frekuensi melahirkan (semakin sering melahirkan, maka vagina semakin lebar). Veagina terdiri dari dua bagian, yaitu portio vaginalis cervices (bagian yang dekat cervix) dan vestibulum.
Bagian depan dari vagina mencakup portio vaginalis uteri dan permuaraan luar uterus dinamakan fornix vaginae. Dindingnya tipis terdiri dari otot licin, lumennya diseliputi oleh selaput mukosa yang berlipat-lipat, tanpa kelenjar, di mana lapisan mukosanya memperlihatkan berbagai keadaan yang secara fungsional tergantung kepada fase dari siklus birahinya (Hardjopranjoto, 1995). Legokan yang dibentuk oleh penonjolan cervix ke dalam vagina disebut fornix. Ia dapat membentuk suatu lingkaran penuh sekeliling cervix seperti pada kuda atau atau tidak ada sama sekali seperti pada babi. Suatu fornix dorsal dapat ditemukan pada sapi dan domba (Feradis, 2010). Fornix vaginae adalah suatu sudut atau refleksi, yang dibentuk oleh proyeksi pelvis ke dalam vagina. Fornix dapat berbentuk lingkaran lengkap di sekitar cervix seperti pada kuda betina atau dapat juga tidak ada sama sekali, seperti pada babi, dimana ujung caudal cervix bersambung dengan vagina. Pada sapi, domba dan kambing, hanya fornix dorsal saja yang nampak jelas (Frandson, 1992).
Vulva
Vulva merupakan organ genitalia eksterna, yang terdiri dari vestibulum dan labia. Vestibulum merupakan bagian dari saluran kelamin betina yang berfungsi sebagai saluran reproduksi urinaria. Vestibulum bergabung dengan vagina pada orifice urethra externa. Vulva dapat menjadi tegang karena bertambahnya volume darah yang mengalir ke dalamnya (Widayati et al., 2008). Vulva (pedundum femininum) adalah bagian eksternal dari genitalia betina yang terentang dari vagina sampai ke bagian yang paling luar. Pertautan antara vagina dan vulva ditandai oleh orifice urethra externa dan sering juga oleh suatu pematang, pada posisi cranial terhadap orifice urethra externa, yaitu hymen vestigial. Seringkali hymen tersebut demikian rapat hingga mempengaruhi kopulasi. Vestibulum vagna adalah bagian tubular dari saluran reproduksi antara vagina dan labia vulva. Umumnya vestibulum dianggap sebagai bagian vulva, tetapi N.A.V. (Nomina Anatomika Veterinaria) mencatatnya sebagai bagian terpisah baik dari vagina maupun vulva (Frandson, 1992). Berdasarkan data hasil praktikum diperoleh data bahwa panjang vulva dari domba ekor tipis tersebut sepanjang 0,7 cm, vestibulum sepanjang 2 cm, dan portio vaginales cervices sepanjang 5 cm. menurut Hardjopranjoto (1995), panjang vulva domba adalah 3 sampai 4 cm, dan menurut Feradis (2010), panjang vestibulum domba adalah 2,5 sampai 3 cm. Berdasarkan literatur tersebut diketahui bahwa vulva dan vestibulum dari domba tersebut berada di bawah kisaran normal.
Labia terdiri atas labia mayora (lipatan luar vulva) dan labia minora (lipatan dalam vulva). Labia minora homolog dengan preputium pada hewan jantan dan tidak menyolok pada hewan ternak. Labia mayora homolog dengan skrotum pada hewan jantan (Widayati et al., 2008). Dari luar terlihat kedua bibir vulva (labia vulva) yang bersatu membentuk celah atas (commissura dorsalis) dan celah bawah (commissura ventralis). Bibir vulva yang berambut halus sebenarnya adalah penebalan kulit, dapat berpigmen atau dapat juga tidak, tergantung spesiesnya. Di bawah kulit terdapat lapisan lemak di samping beberapa urat daging melingkar (circulair) yang bekerja sebagai sphincter, yang dapat menutup saluran vulva dari dunia luar. Lapisan dalam bibir vulva berubah menjadi selaput lendir kutan dengan anus terdapat perineum, yaitu kulit yang terdiri dari jaringan ikat dan urat daging yang dapat sobek atau rusak pada waktu kelahiran yang berat (Hardjopranjoto, 1995).
Clitoris
Clitoris homolog dengan glans penis pada hewan jantan, berlokasi pada sisi ventral, sekitar 1 cm di dalam labia. Clitoris mengandung erectile tissue sehingga dapat berereksi. Juga banyak mengandung ujung syaraf perasa, syaraf ini memegang peranan penting pada waktu kopulasi. Clitoris bereaksi pada hewan yang sedang estrus, tetapi hal ini tidak cukup untuk dijadikan sebagai pendeteksi estrus pada kebanyakan spesies (Widayati et al. 2008). Komisura ventral (bagian paling bawah) dari vulva terdapat clitoris yang merupakan organ yang asal-usul embrionalnya sama dengan penis pada hewan jantan. Clitoris terdiri atas dua krura atau akar, badan dan kepala (glans). Clitoris terdiri dari jaringan erektil yang tertutup oleh epitel skuamus berstrata dan dengan sempurna memperoleh inervasi dari ujung-ujung saraf sensoris (Frandson, 1992).
Clitoris terletak pada bagian belakang dari celah bawah vulva. Bentk dan sifatnya menunjukkan persamaan dengan penis. Kebanyakan hewan, clitoris panjangnya 5 sampai 10 cm, tetapi semuanya tersembunyi dalam rongga antara kedua bibir vulva. Bibir vulva biasanya tertutup rapat karena otot spinchter, sehingga tidak menguak (Hardjopranjoto, 1995). Kebanyakan ternak memiliki clitoris berukuran panjang kira-kira 5 sampai 10 cm, tetapi seluruhnya praktis tersembunyi di dalam jaringan antara vulva dan arcus ischiadieus. Clitoris terdiri dari jaringan erektil yang diselubungi oleh epitel skuamus bersusun dan mengandung cukup banyak ujung-ujung syaraf sensoris. Sebagian terbesar clitoris pada sapi terkubur di dalam mukosa vestibulum. Clitoris pada kuda berkembang baik, sedangkan pada babi berbentuk panjang dan berkelok berakhir pada suatu titik atau puncak kecil (Feradis, 2010).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang kemudian dibandingkan dengan literatur diperoleh kesimpulan bahwa ovarium, cervix, vagina dan clitoris pada keadaan normal sedangkan oviduct, uterus dan vulva dalam keadaan tidak normal. Ketidaknormalan ini dapat dikarenakan faktor jenis, umur, siklus reproduksi, aktivitas, dan jenis pakan.
Fungsi-fungsi dari masing-masing alat reproduksi betina tersebut antara lain ovarium berfungsi sebagai penghasil hormon estrogen, progesteron, inhibin, dan memproduksi ovum. Oviduct berfungsi sebagai transpor spermatozoa dari uterus menuju ampulla, tempat pertemuan ovum dengan spermatozoon (fertilisasi), tempat terjadinya proses kapasitasi spermatozoa, memproduksi cairan, dan transpor ovum yang telah dibuahi. Uterus berfungsi sebagai saluran yang dilewati spermatozoa menuju oviduct, tempat implantasi embrio, tempat pertumbuhan dan perkembangan embrio, berperan dalam proses kelahiran, dan pada hewan betina yang tidak bunting berfungsi mengatur siklus estrus. Cervix berfungsi sebagai penutup lumen sehingga tidak memberi kemungkinan untuk masuknya jasad remik kedalam uterus, dan tempat reservoir spermatozoa. Vagina berfungsi sebagai alat kopulasi dan tempat sperma dideposisikan pada saat perkawinan alami, merupakan saluran keluar sekresi cervix, uterus, oviduct, dan jalan peranakan selama proses beranak. Clitoris berperan penting pada waktu kopulasi.
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, K., Sumali W., dan Dadang K. 2007. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Klabet (Trigonella foenum-graecum L.) terhadap Perkembangan Uterus Tikus Putih Betina Galur Wistar Prepubertal. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 9 No. 1. Hlm. 8-16.
Anonim. 2013. Ovarium Female Anatomy and Histology. (http://www.ansci.wisc.edu/jjp1/ansci_repro/lec/lec1/female_hist.html). Accesion date at December 2nd, 2014 time 22.02 WIB.
Blakely, J., and D.H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Dellmann, H. Dieter and Etsher M. Brown. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner II. Universitas Indonesia press. Jakarta.
Farrer, H. 1996. Perawatan Maternitas. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Alfabeta. Bandung.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi Keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran Ternak. Airlangga University Press. Surabaya.
Jamalia, R. 2006. Kajian Karakteristik Anatomi dan Morfometri Reproduksi Betina Kuda Lokal Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lewis, A. W., J. G. Berardinelli. 2001. Gross Anatomical and Histomorphometric Characteristics of The Oviduct and Uterus During The Pubertal Transition in Sheep. Department of Animal and Range Sciences, Montana State University, Bozeman 59717-2900.
Pearce, E.C. 1995. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerbit Buku Kesehatan EGC. Jakarta.
Widayati, D.T, Kustono., Ismaya., S. Bintara. 2008. Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Yusuf, M. 2012. Buku Ajar Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Yuwanta, T. 2004. Dasar-dasar Ternak Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Download file Laporan Anatomi Betina